Thursday 21 May 2015

LANDASAN PENDIDIKAN


A. Landasan Pendidikan Nasional

 Pendidikan Nasional sebagai wahana dan sarana pembangunannegara dan bangsa di tuntut mampu mengantisipasi proyeksi kebutuhan masa depan. Tuntutan tersebut sangat bergayut dengan aspek-aspek penataan pendidikan nasional yang bertumpupada basis kehidupan masyarakat indonesia secara komprehensif.

1.  Landasan Fiosofis

Filsafat pendidikan nasional indonesia berakar pada nilai-nilai budaya yang terkandung pada pancasila.nilai pancasila tersebut harus ditanamkan pada peserta didik melalui penyelenggaraan pedidikan nasional dalam semua level dan jenis pendidikan. Nilai- nilai tersebut bukan hanya mewarnai muatan pelajaran dalam kurikulum tetapi juga dalam corak pelaksanaan. Dua pandangan yang dipertimbangkan dalam menentukan landasan filosofis dalam pendidikan nasional indonesia. Pertama, adalah pandangan tentang manusia indonesia. Kedua,pandangan tentang pendidikan nasional itu sendiri. Dengan dua pandangan tentang pendidikan nasional ini menjadikan tugas penyelenggaraan pendidikan menjadi urusan dan kewajiban semua pihak sehingga pendidikan dibangun dengan komitmen yang kuat oleh semua unsur bangsa.dalam perpestif pandangan filosofis, peserta didik indonesia dipandangan sebagai makhluk yang berharkat dan bermartabat yang berkembang dengan dukungan pendidikan.

2.    Landasan sosiologis

Lembaga pendidikan harus diberdayakan bersama dengan lembaga sosial lainnya. Dalam hal ini pendidikan disejajarkan dengan lembaga ekonomi,politik, sebagai pranatan kemasyarakatan,pembudayaan masyarakat belajar harus dijadikan sarana ekonstuksi sosial. Pendidikan nasional yang berlandaskan sosiologis dalam penyelenggaraannya harus memperhatikan aspek yang berhubungan dengan sosial baik proklemannya maupun demografis. Masalah yang kini sedang dihadapi bangsa adalah masalah disparitas sosial ekonomi sehngga pendidikan dirancang untuk mengurangi beban disparitas tersebut. Aspek sosial lainnya seperti ketidaksamaan mengakses informasi yang konsekuensinya akan mempertajang kesenjangan sosial dapat dieliminir melalui pendidikan.



3.     Landasan yuridis

Sebagai penyelenggaraan pendidikan nasional yang utama,perlu pelaksanaan berdasar pada perundangan sehngga bangunan pendidikan nasional yang sah menurut undang-undang. Hal ini sangan penting karna hakekatnya pendidikan nasional adalah perwujudan dari kehendak UUD 1945. Landasan yuridis bukan semata dijadikan landasan bagi penyelenggaraan pendidikan namun sekaligus dijadikan alat untuk mengatur sehingga bagi penyelenggaraan pendidikan yang menimpah, maka dengan landasan yuridis tersebut dikenakan sanksi. Dalam praktek penyelenggaraan pendidikan tidak sedikit penyimpangan. Memang sering kali penyimpangan tersebut tidak begitu langsung di rasakan sebaga kerugian, namun dalam jangkau panjang bahkan dalam skala nasonal dapat menimbulkan kerugian besar bukan hanya material tetapi juga mental spiritual. Itulah sebabnya disamping dasar regulasi sangat penting juga harus pula dilandasi dengan dasar yuridis untuk sanksi.
B. Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan Nasional
1. Visi Pendidikan Nasional
Visi pendidikan nasional dimunculkan sebagai perekat ketika pengembangan pendidikan nasional dikembangkan. disamping itu visi penting untuk memperkuat komitmen bangsa indonesiadalam membangun pendidikan.adapun visi pendidikan nasional adalahsebagai berikut:
Terwujudnya system pendidikan nasional sebagai pranata social yang kuat dan berwibawa dan memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia berkualitas sehingga mampu dan mau menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
            Visi tersebut diharapkan bermanfaat bagi penyelenggaraan pendidikan nasional sehingga diharapkan:
a.      Dapat membangun komitmen dan menggerakkan segenap komponen bangsa untuk menjadikan pendidikan sebagai salah satu pranata sosial yang kuat dan berwibawa serta memberdayakan warga Negara Indonesia.
b.      Dapat menciptakan masukan pendidikan bagi kehidupan bangsa dan dapat menjadi sarana untuk menjembatani keadaan sekarang dan masa yang akan datang.
c.       Dapat mendorong bangsa untuk mampu melakukan pembudayaan dan pemberdayaan system,iklim dan proses pendidikan yang demokratis dan mengutamakan mutu dalam lingkup nasional dan internasional.
Visi pendidikan nasional Indonesia dirumuskan berdasarkan keyakinan bahwa pendidikan merupakan prinsip pemberdayaan peserta didik sebagai subyek pendidikan  serta seluruh pranata yang dapat dijadikan sarana pencerahan sekaligus memberdayaan bagi kelangsungan hidup individu dan dapat untuk menjawab tantangan pembangunan.
2. Misi  Pendidikan Nasional
            Misi merupakan penjabaran lebih lanjut dari visi pendidikan dalam dimensi lebih operasional fungsional. Atas dasar visi diatas maka misi pendidikan nasional Indonesia adalah:
1.      Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.      Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.
3.      Meningkatkan kesiapan inpit dan kualitas prpses pendidikan untuk menuju pembentukan kepribadian yang bermoral agama, penguasaan ilmu pembentukan keterampilan hidup.
4.      Meningkatkan profesionalitas dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai lembaga pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap dan dikembangkan bedasarkan standar nasional dan global.
5.      Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyalenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi daerah dalam konteks Negara Kesatuan Repoblik Indonesia.
3. Tujuan Pendidikan Nasional
            Tujuan pendidikan nasional dirumuskan dengan dasar misi dan visi pendidikan sebagai berikut:
            Pendidikan nasional bertujuan mengembangkan manusia Indonesia sesuai dengan falsafah pancasila, menjadi pribadi yang beriman dan bertaqwa terhadap tuhan yang maha Esa, berakhlaq mulia, menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, memiliki kesehatan jasmani dan rochani, memiliki keterampilan hidup yang berharkat dan bermartabat, memiliki jiwa yang mantap dan mandiri serta memiliki tanggung jawab kemasyarakatan dan rasa kebangsaan agar mampu mewujudkan kehidupan bangsaan agar mampu mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas.

C. Strategi Pembangunan Pendidikan Nasional
            Strategi pembangunan pendidikan nasional meliputi komponen komponen sbb:
1.        Pelaksanaan manajemen otonomi pendidikan
2.        Pelaksanaan wajib belajar
3.        Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi
4.        Penyelenggaraan sistem pendidikan yang terbuka
5.        Peningkatan profesionalisme tenaga pendidikan
6.        Penyediaan sarana belejar yang mendidik
7.        Pembiayaan pendidikan berkeadilan
8.        Pemberdayaan peran serta masyarakat
9.        Evaluasi dan akreditasi pendidikan secara independen
Selanjutnya komponen strategi pembangunan pendidikan akan dikaji satu persatu dalam uraian berikut dibawah ini.
1.  Pelaksanaan Manajemen Otonomi Pendidikan
Perubahan manajemen sentralistik menuju desentralistik membawa konsekuensi adanya perubahan dalam pengembalian keputusan maupun penyelengaran pendidikan. Pergeseran manajemen pendidikan yang desentralistik telah menempatkan orang tua, masyarakat sebagain sentral dari penyelenggaraan sekolah. Fungsi  orang tua dan masyarakat serta guru sebagai stakeholder atas semua pelaksanaan pandidikan, mereka mempunyai otonomi dalam memberikan kualitas dan pertanggungjawaban pada semua pihak terkait terutama dalam penyelenggaraan dan desain isi program pendidikan.
2.  Pelaksanaan Wajib Belajar
Program wajib belajar merupakan salah satu indikator dari keberhasilan suatu negara dalam pelaksanaan pendidikan bangsanya. Semakin efektif dan semakin tinggi level tahun wajib belajar semakin baik tingkat keberhasilannya. Keberhasilan wajib belajar dalam menjaring dan menyediakan sarana pendidikan bagi warga negara mencerminkan kemampuan anggaran dan kualitas sistem pendidikan negara yang bersangkutan. Wajib belajar indonesia saat ini baru mencapai program pendidikan dasar selama sembilan tahun dan segera dilan utkan pada level pendidikan menengah. Dalam hal ini didapati kendala dalam penyadaran masyarakat atas perlunya apresiasi pendidikan. Disamping itu diperoleh data juga bahwa daya tampung SLTP yang rendah sehingga wajib belajar pada level ini menjadi tidak berjalan.
3.  Pengembangan dan Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum pendidikan yang dituntut saat ini program yang mampu menghantarkan siswa memiliki penguasaan academic skill dan life skill sehingga dalam kehidupan yang semakin kompetitifini mereka mampu survive. Untuk merespon muatan kurikulum yang kompetitif dan bernilai skill, kognitif, dan afektif, maka dikembangkan kurikulum berbasis kompetensi.
4.  Penyelenggaraan Sistem Pendidikan yang Terbuka
Dalam perkembangan kedepan, pendidikan di indonesia dibuka luas bagi penyelenggara pendidikan yang memungkinkan pendidikan dilaksanakan secara sistem terbuka yang sistemnya menjamin secara fleksibel bagi peserta didik untuk pengambilan waktu penyelesaian program lintas lembaga pendidikan (multi entry – multi exit). Pendidikan yang diselenggarakan di masa mendatang membuka kemungkinan bukan saja terjadinya akselerasi pendidikan melalui penerapan SKS secara murni maupun loncat kelas, tetapi lebih liberal lagi yaitu terselenggaranya pendidikan dimana siswa belajar sambil bekerja mengambil beberapa program sekaligus pada jenis dan jalur pendidikan yang berbeda secara terpadu dan berkelanjutan.
5.  Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan
Dalam perkembangan milenium ketiga disemua level menuntut profesionalisme tenaga kependidikan. Tuntutan profesionalisme tenaga kependidikan mencakup komponen penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan tugasnya, komitmen diri yang tinggi pada bidang pendidikan. Oleh karena itu guru bagi pendidikan dasar dan menengah harus minimal memiliki ijazah S1 kependidikan atau S1 non kependidikan dengan dilengkapi Akta IV. Sedangkan untuk perguruan tinggi pengajarnya harus minimal memiliki ijazah S2.
Untuk menjaga agar profesionalitas tenaga kependidikan tidak terjadi penyimpangan maka penyelenggaraan pendidikan harus dilakukan di bawah tanggung jawab Lembaga Pendidikan  Tenaga Kependidikan (LPTK) seperti IKIP atau FKIP terakreditasi, sehingga eksistensinya legal dan berkualitas. Peningkatan profesionalisme kependidikan ini sangat penting karena guru memiliki multiperan yaitu pendidik, pengajar dan pelatih. Karakteristik profesional ditandai antara lain:
a.        Kemampuan intelektual yang didapat melalui pendidikan.
b.        Memiliki pengetahuan sosial. Pengajar yang profesional apabila memiliki pengetahuan dalam bidang keahliannya atau memiliki penguasaan metodologinya.
c.         Memiliki pengetahuan yang dapat digunakan langsung oleh orang lain.
d.        Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan.
e.        Memiliki kapasitas dalam mengorganisasikan kerja secara mandiri.
f.          Mementingkan kepentingan orang lain.
g.        Memiliki kode etik.
h.        Memiliki sanksi dan tanggung jawab komunitas.
i.          Mempunyai sistem upah.
j.          Mempunyai budaya profesiona. Budaya profesional yang dimaksud dapat berupa penggunaan simbol-simbol.
Suatu pekerjaan akan menjadi profesional apabila mengikuti pertahapan sebagai berikut:
a.        Melahirkan suatu pekerjaan yang penuh waktu (full time) bukan sambilan.
b.        Menetapkan sekolah sebagai tempat menjalani proses pendidikan.
c.         Menetapkan asosiasi profesi.
d.        Melakukan agitasi secara politis untuk memperjuangkan adanya perlindungan hukum terhadap asosiasi atau perhimpunan.
e.        Mengadopsi secara formal kode etik yang ditetapkan.
Suatu pekerjaan dikategorikan sebagai profesi apabila dilindungi Undang-Undang. oleh karena itu pengakuan suatu pekerjaan sebagai profesi dapat menempuh tiga tahapan, yaitu:
a.        Registrasi, yaitu proses pencatatan pekerjaan pada kantor pemerintahan.
b.        Sertifikasi, yaitu pengakuan atas kemampuan yang terkualifikasi baik dengan pengakuan oleh lembaga pemerintah maupun pengakuan oleh masyarakat.
c.         Lisensi, yaitu pernyataanizin atas dasar pengakuan yang telah diberikan oleh pihak lain karena adanya sertifikasi yang diterimanya.
6.  Penyediaan Sarana Belajar yang Mendidik
Sarana dan prasarana baik fisik maupun nonfisik harus dibangun dan disediakan sesuai dengan standar mutu agar dapat menjamin terjadinya proses belajar mengajar yang maksimal. Sarana tersebut berupa ruang belajar, perpustakaan, tempat bermain, tempat olah raga, ruang ibadah, ruang UKS dan ruang tenaga BK. Demikian juga dilengkapi dengan laboratorium dan sarana prasarana bagi terciptanya skill life dan academic skill sesuai dengan karakter peserta didik.
7.  Pembiayaan Pendidikan Berkeadilan

Keberlakuan desentarlisasi yang menekankan otonomi pendidikan berkecenderungan setiap sekolah harus mampu untuk membiayai sendiri. Kecenderungan ini pada umumnya akan memicu pendidikan dengan biaya tinggi. Tentunya hal tersebut perlu disiasati dengan mengembangkan pembiayaan berkeadilan yaitu melalui subsidi silang, imbal swadaya, block grant atau menerapkan formulasi subsidi yang kontekstual. Pembiayaan subsidi silang disamping diterapkan untuk mengatasi kesenjangan ekonomi juga cukup penting terjaminnya mutu pendidikan serta terjadinya kompetisi antar program studi. Selain kebijakan subsidi diatas, perlu pula ditingkatkan alokasi dana pendidikan melalui APBN secara lebih realistik dan proporsional. Atas dasar kepentingan yang kontekstual maka alokasi dana diharapkan sekitar 25% dari APBN dengan melibatkan pendanaan pula dari masyarakat sekaligus.

8.  Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat
Pendidikan sangat membutuhkan kontribusi dari masyarakat dalam bentuk keuangan, evaluasi, dan perencanaan. Agar peran serta masyarakat yang semakin esensial ini dapat mempunyai sumbangan yang besar dan memiliki akses langsung pada penyelenggaraan pendidikan maka harus dibentuk lembaga sejenis dewan pendidikan mulai tingkat nasional, propinsi, dan kabupaten. Pada tingkat sekolah harus pula dibentuk komite sekolah sehingga operasionalisasi menjadi lebih konkret dan kontekstual.
9.  Evaluasi dan Akreditasi Pendidikan
Evaluasi saat ini  harus mengarah harus mengarah pada kegiatan yang bersifat mendorong pada peningkatan kualitas. Penerapan evaluasi pada kegiatan pembelajaran diupayakan mengarah pada evaluasi yang mendorong percaya diri individual, sehingga evaluasi secara nasional yang diikuti oleh semua peserta didik perlu dihilangkan dan digantikan dengan model evaluasi yang memberdayakan peserta didik secara berkesinambungan.
Akreditasi pendidikan secara independen selanjutnya merupakan salah satu konsekuensi dari evaluasi yang diterapkan sesuai dengan prinsip evaluasi yang memberdayakan. Akreditasi harus terjamin netralitas sehingga akreditasi harus dilakukan oleh badan yang independen yang tardiri dari stakeholder seperti asosiasi profesi, praktisi pendidikan,dan pengguna lulusan. Sedangkan untuk menjamin keterbaruan program pendidikan maka akreditasi harus dilakukan secara berkala dan kreatif dan itu semua menjadi bagian dari proses akreditasi.
D. Penyelenggaraan Pendidikan
Pendidikan diselenggarakan oleh pemerintah bersama masyarakat tidak bisa diletakkan. karena pendidikan dapat mencakup satuan pendidikan jalur sekolah dan jalur luar sekolah. pendidikan jalur sekolah meliputi pendidikan berbasis madrasah dan pendidikan umum sampai jenjang pendidikan tinggi dengan penjenjangannya. sedangkan jalur luar sekolah meliputi kursus keterampilan,pendidikan kemasyarakatan,bimbingan belajar.

1.  Pendidikan Dasar dan Pendidikan yang Menengah
Pendidikan pada jenjang Dasardan menengah adalah pendidikan jalur sekolah dengan sistem perjenjangan. pendidikan dasar diselenggarakan bertujuann untuk membelaki peserta didik pengetahuan dan keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan dalam keluarga dan masyarakat serta untuk mengetahui pendidikan tingkat menengah.
2.  Kurikulum dan Proses Pembelajaran
Penyelenggaraan pendidikan diarahkan pada sistem pendidikan terbuka di mana pesetra didik dapat mengambil program pendidikan pada satuan pendidikan lainnya sebagai bagian dari program pendidikan yang utuh.untuk menjamin proses pembelajaran maka penyelenggaraan pendidikan pada tingkat dasra dan menengah minimal terselenggarakan selama 40 jam per minggu dari pukul 7.300 hingga pukul 15.30 seperti jam kerja kantor.

3.  Manajemen dan Pembiayaan
Dalam kerangka peningkatan peran serta masyarakat maka dalam bidang pembiayaan pendidikan harus ditanggung bersama antara pemerintah dan masyarakat. Pembiayaan dari pemerintah diarahkan pada kegiatan strategis misalnya,beasiswa,pelayanan pendidikan pedesaan atau kelompok masyarakat yang tidak mampu.Dengan demikian maka pembiayaan pendidikan akan mengikuti pola perdanaan berkeadilan.

4.  Pendidikan Tinggi
Khusus untuk perguruan tinggi, jenis pendidikan tinggi dapat berbentuk Universitas,sekolah tinggi,akademi,dan politeknik,sedangkan perjenjangannya meliputi;pendidikan diploma (SO)¸sarjana (S1),magister(S3).pendidikan tinggi diselenggarakan bertujuan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik atau profesionalyang mampu menerapkan, mengembangkan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau seni.

5.  Kurikulum dan Proses Pembelajaran
Tuntutan otonom yang menghendaki adanya pemindahan kewenangan kepada daerah perlu sekali ditetapkan standar yang bersifat nasional dalam kemampuan akademik dan profesional yang dijadikan acuan untuk penyusunan kurikulum sesuai dengan kepentingan pembangunan.
6.  Manajemen dan Pembiayaan
Pendidikan tinggi merupakan badan hukum negara atau masyarakat yang berdasarkan asas nirlaba dan corporate governance. Karenanya manajemennya harus bertumpu pada prinsip otonomi, akuntabilitas dan jaminan mutu. Wujud dari prinsip manajemen tersebut harus dibentuk komite perguruan tinggi dengan anggota perwakilan dari masyarakat.
7.  Pendidikan Berbasis Masyarakat

Pendidikan dapat berlangsung di dalam sekolah dan di luar sekolah, namun dalam hal tertentu pendidikan dapat dilaksanakan oleh masyarakat yang merupakan bentuk pertisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.
Dalam hal kurikulum dan proses pembelajaran sebaiknya dikembangkan sepenuhnya berbagai upaya yang mengarah kepada perwujudan misi,visi, dan tujuan khusus dari masyarakat yang mendukung lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat tersebut dengan didukung proses belajar, kurikulum dan tenaga kependidikan yang kualifaid.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan nasional sebagai wahana dan sarana pembangunan negara dan bangsa dituntut mampu mengantisipasi proyeksi kebutuhan masa depan untuk kepentingan penataan pendidikan nasional yang benar-benar merupakan refleksi kehidupan bangsa, maka sangat penting dunia pendidikan berlandas filosofis, sosiologis, dan yuridis dengan penajaman landasan tersebut secara kritis dan fungsional.
Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa dan memberdayakan semua warga negara indonesia agar menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan mau menjawab semua tantangan zaman yang selalu berubah.
Misi pendidikan nasional adalah mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh warga negara indonesia, membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini hingga akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.
Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan manusia indonesia sesuai dengan falsafah pancasila, menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Strategi pembangunan pendidikan nasional meliputi: pelaksanaan manajemen otonomi pendidikan, pelaksanaan wajib belajar, pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, pembiayaan pendidikan berkeadilan, evaluasi dan akreditasi pendidikan.


DAFTAR PUSTAKA
HM.Said, 1989. Ilmu Pendidikan,Bandung: Alumni.
Komisi VI DPR RI. 2001. Rancangan Undang-Undang Repoblik Indonesia Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: INS.
Muri Yusuf. 1996. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Rejo Mudyaharjo. 2001. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Raja Grasindo Persada.
Redaksi Bumi Aksara. 2001. Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pelaksanaannya. Jakarta: Suara Grafika.
Umar Tirtaharja dan La Sula.  1994. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.
Undang-Undang RI.No.2 Tahun 1989. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Dharma Bhakti.
Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Adipu

Tuesday 3 March 2015

Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining

A. Konsep Model Student Facilitator and Explaining 
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian maju serta tata kehidupan masyarakat yang serba kompetitif mengharuskan adanya upaya yang maksimal untuk mampu menyesuaikan diri. Kemampuan menyesuaikan diri bisa  dilakukan dengan baik apabila didukung oleh pengetahuan dan keterampilan yang tinggi. Dalam kerangka inilah peranan guru  di tengah-tengah dunia pendidikan menjadi sangat penting.
Guru  sebagai pendidik dapat berfungsi sebagai  Agent  of  Culture,  juga berfungsi selaku  Agent of  change. Dengan demikian guru mempunyai tugas guna melestarikan serta mentranformasikan nilai-nilai kultural kepada generasi muda, serta memberikan perubahan terhadap nilai-nilai kebudayaan ke arah yang lebih baik  dan berkualitas. Keberhasilan siswa dalam mempelajari suatu materi pembelajaran (subject matter) terletak pada kemampuan mereka (pebelajar) mengelola belajar (management of learning), kondisi belajar (condition of learning), dan membangun struktur kognitifnya pada bangunan pengetahuan awal (prior knowledge), serta mempresentasikannya secara benar. Pengelolaan kegiatan pembelajaran dan kondisi belajar seseorang mempengaruhi proses terbentuknya pengetahuan di dalam struktur kognitif peserta didik. Kondisi belajar berkaitan dengan materi topik yang dipelajari (content), dan pengelolaan belajar  berhubungan dengan membangun pengetahuan.
Dewasa ini pengkajian dan pengembangan model serta implementasi pendekatan pembelajaran telah banyak dilakukan. Hal ini bertujuan guna mengungkapkan indikator yang paling dominan dalam mempengaruhi cara belajar siswa lebih bermakna dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Salah satu upaya tersebut dengan menggabungkan pendekatan pemecahan masalah (technological approach), dan pendekatan ilmiah (scientific approach).
Model Student Facilitator and Explaining (bermain peran) adalah merupakan pembelajaran dimana siswa atau peserta didik belajar mempresentasikan ide atau pendapat pada rekan peserta didik lainnya. Model Student Facilitator and Explaining (bermain peran)  dilakukan dengan cara penguasaan siswa terhadap bahan-bahan pembelajaran melalui imajinasi dan penghayatan yang dilakukan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan yang dilakukan siswa dengan memerankan sebagai tokoh baik pada benda hidup atau benda mati. Model ini dapat dilakukan secara individu atupun secara kelompok. Oleh karenanya, model ini dapat meningkatkan motivasi belajar, antusias, keaktifan dan rasa senang dalam belajar siswa.

B. Prinsip Model Student Facilitator and Explaining 
Pembelajaran kooperatif StudentFacilitator and Explaining merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.
Salah satu model pembelajaran yang dikemukakan oleh Adam dan Mbirimujo (1990:21) dalam Prasetyo bahwa untuk memperbanyak pengalaman serta meningkatkan motivasi belajar yang mempengaruhi keaktifan belajar siswa yaitu dengan menggunakan model pembelajaran Student facilitator and explaining. Dikatakan dari hasil penelitiannya bahwa dengan menggunakan model pembelajaran ini dapat meningkatkan antusias, motivasi, keaktifan dan rasa senang siswa dapat terjadi. Sehingga sangat cocok di pilih guru untuk digunakan pada pembelajaran bahasa. Karena pada model Student facilitator and explaining atau bermain peran ini suatu cara penguasaan siswa terhadap beberapa ketrampilan diantaranya ketrampilan berbicara, ketrampilan menyimak , ketrampilan pemahaman pada teks bacaan, dan ketrampilan seni dalam memerankan seorang tokoh sesuai konteks bacaan dalam keadaan riang. (Prasetyo, 2001:15)
Salah satu metode yang digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar yang mempengaruhi keaktifan belajar siswa yaitu dengan menggunakan model pembeljaran kooperatif Student Facilitator and Explaining. 
Tiga tujuan Pembelajaran Kooperatif (Mulyasa, 2004) yaitu:
  1. Hasil Akademik
    Pembelajaran Kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang mempunyai orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini , siswa kelompok atas akan meningkatkan kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.
     
  2. Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu
    Efek penting yang kedua dari Model Pembelajaran Kooperatif adalah penerimaan yang luas terhadap orang berbeda ras, budaya, kelas sosial, kemampuan maupun ketidakmampuan.
     
  3. Pengembangan Keterampilan Sosial
    Tujuan penting Ketiga dari Pembelajaran Kooperatif ialah mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi.
Pembelajaran matematika dengan cooperative learning dapat meningkatkan daya nalar dan daya pikir anak serta dapat mengurangi kegiatan menghafal. Anak dapat merasakan bahwa berpikir lebih baik dari pada menghafal sehingga mereka akan lebih termotivasi dalam kegiatan belajar mengajar matematika. Coopertive learning yang meningkatkan hubungan kerjasama antar teman memacu anak untuk semakin maju dan bekerja keras dan hasil dari cooperative learning akan membantu masyarakat untuk mendapatkan seorang yang bekerja keras dan dapat bekerja sama. 

C. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining   
Kelebihan dalam model Student Facilitator and Explaining ini adalah :
  1. Seluruh siswa dapat berpartisipasi dan mempunyai kesempatan untuk menunjukkan kemampuan dalam bekerja sama hingga berhasil.  
  2. Dapat menambah pengalaman belajar yang menyenangkan bagi siswa. (Prasetyo, 2001:15)
Selanjutnya akan dipaparkan beberapa kelemahan tentang model pembelajaran Student Facilitator and Explaining yaitu sebagai berikut:
  1. Adanya pendapat yang sama sehingga hanya sebagian saja yang tampil. 
  2. Banyak siswa yang kurang aktif. 
D. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Studnt Facilitator and Explaining 
Disarankan saat guru menerapkan model SFAE, perlu diperhatikan kemampuan siswa, sebab model ini menuntut siswa yang dapat membaca, bertanggung jawab, memiliki kemampuan individu untuk menjadi fasilitator dan membelajarkan siswa. Guru disarankan juga menggunakan variasi model pembelajaran sehingga siswa tidak jenuh dan hasil belajar dapat meningkat.
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam model pembelajaran Student Facilitator and Explaining :
  1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. 
  2. Guru mempresentasikan materi. 
  3. Memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya baik melalui bagan atau peta konsep lainnya. 
  4. Guru menyimpulkan pendapat atau ide siswa. 
  5. Guru menerangkan atau merangkum semua materi yang dipresentasikan itu. 
  6. Penutup.
                                                                                         (Yatim Riyanto, 2010:279)