Tuesday 20 February 2018

Teori Belajar Vygotsky

A.      Riwayat Lev Semyonovich Vygotsky


Lev Semyonovich Vygotsky dilahirkan pada tanggal 17 November 1896 di kota Orscha di Belorussia, dari keluarga yahudi kelas menengah. Vygotsky lebih menyukai dunia sastra. Awalnya, ia menjadi guru sastra di sebuah sekolah, namun pihak sekolah juga memintanya untuk mengajarkan psikologi. Padahal, ia sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan formal di fakultas psikologi sebelumnya. Namun, hal inilah yang membuatnya menjadi tertarik untuk menekuni psikologi, hingga akhirnya ia melanjutkan kuliah di program studi psikologi Moscow Institute of Psychology pada tahun 1925 denganjudul disertasinya mengenai ”Psychology of Art”.Namun, karyanya tidak dibaca secara luas di Inggris hingga tahun 1970-an, dan barulah setelah itu teori-teorinya akhirnya berpengaruh di Amerika Utara. Teori Vygotsky sekarang menjadi kekuatan yang luar biasa dalam psikologi perkembangan, dan banyak diantara kritik yang dia tujukan terhadap sudut pandang Piaget lebih dari 60 tahun yang lalu telah tampil ke depan dewasa ini.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Gymnasium, Vygotsky memperoleh beasiswa untuk studi hukum di Universitas Negeri Moskow. Namun perhatian pemuda cemerlang, bersemangat, dan penuh rasa ingin tahu ini meluas ke bidang-bidang lain, seperti psikologi, filsafat, kritik seni, sastra, dan bahkan kedokteran. Penelitiannya sebagian besar di bidang-bidang linguistik, bahasa, dan psikologi (Taylor, 1993).
Dalam masa hidupnya yang sangat singkat tetapi sangat produktif itu, Vygotsky menghasilkan banyak teori psikologi mengenai perkembangan intelektual. Gagasan-gagasan orisinal Vygotsky ini tertuang dalam dua bukunya yang terkenal yang terbit pada tahun 1934 dalam bahasa Rusia, yaitu Mind in Society dan Thought and Language. Teori-teori itu antara lain menyangkut: peranan interaksi sosial dalam perkembangan kognitif, dialektika pikiran dan bahasa, perkembangan konsep, dan daerah perkembangan terdekat (zone of proximal development). Makalah ini membahas teori-teori Vygotsky tersebut beserta implikasinya dalam pembelajaran Matematika.

B.     Teori Konstruktivisme Sosial Vygotsky

Teori Vygotsky menawarkan suatu potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut. Vygotsky lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai ”alat kebudayaan” tempat individu hidup dan  alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua  selama pengalaman pembelajaran yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia. Karena itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota lain dalam kebudayaannya.
Menurut vygotsky (1962), keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian mental berkembang melalui interaksi sosial langsung. Informasi tentang alat-alat, keterampilan-keterampilan dan hubungan-hubungan interpersonal kognitif dipancarkan melalui interaksi langsung dengan manusia. Melalui pengorganisasian pengalaman-pengalaman interaksi sosial yang berada di dalam suatu latar belakang kebudayaan ini, perkembangan mental anak-anak menjadi matang.
Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan pernah mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain.
Vygotsky mencari pengertian bagaimana anak-anak berkembang dengan melalui proses belajar, dimana fungsi-fungsi kognitif belum matang, tetapi masih dalam proses pematangan. Vygotsky membedakan antara aktual development dan potensial development pada anak. Actual development ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau guru. Sedangkan potensial development membedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.

C.     Zona Perkembangan Proksimal (Zone of Proximal Development)

Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan pernah mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain. Vygotsky membedakan antara actual development dan potential development pada anak. Actual development ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau guru. Sedangkan potensial development membedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal merupakan celah antara actual development dan potensial development, di mana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan pada interaksi sosial dapat memudahkan perkembangan anak. Ketika siswa mengerjakan pekerjaanya di sekolah sendiri, perkembangan mereka kemungkinan akan berjalan lambat. Untuk memaksimalkan perkembangan, siswa seharusnya bekerja dengan teman yang lebih terampil yang dapat memimpin secara sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks. Melalui perubahan yang berturut-turut dalam berbicara dan bersikap, siswa mendiskusikan pengertian barunya dengan temannya kemudian mencocokkan dan mendalami kemudian menggunakannya. Sebuah konsekuensi pada proses ini adalah bahwa siswa belajar untuk pengaturan sendiri (self-regulation).

D.    Tingkat pengetahuan (scaffolding) menurut Vygotsky

Tingkat pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini disebut scaffolding oleh vygotsky, menurutnya scaffolding ini yang berarti memberikan kepada seorang individu sejumlah bantuan besar selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu (1) siswa mencapai keberhasilan dengan baik, (2) siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, (3) siswa gagal meraih keberhasilan. Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan. Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum.
Konstruktivisme Vygotskian memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan memalui adaptasi intelektual dalam konteks social budaya. Proses penyesuaian itu equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis Vygotskian lebih menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual.
Teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran sosiakultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan social pembelajaran. Karena menurutnya, funsi kognitif manusia berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka. Zona of proximal development adalah daerah antar tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

Berikut adalah konsep utama dan prinsip-prinsip dalam teori Vygotsky :

1.     Beberapa proses kognitif yang terlihat unik dan berbeda dengan orang lain. Vygotsky membedakan dua jenis proses atau fungsi kognisi . Banyak jenis menunjukkan fungsi mental yang rendah: belajar dan menanggapi lingkungan tertentu dengan cara dasar - mencari makanan apa yang dimakan , bagaimana cara terbaik untuk mendapatkan dari satu tempat ke tempat lain , dan seterusnya. Tapi manusia unik dalam penggunaan fungsi mental yang lebih tinggi : secara sengaja. focus pada proses kognitif yang meningkatkan belajar , memori, dan penalaran logis Dalam pandangan Vygotsky , fungsi mental yang rendah dimiliki dibangun secara biologis/diwariskan, tapi masyarakat dan budaya mempunyai pengaruh penting untuk pengembangan fungsi mental yang lebih tinggi .

2.     Melalui kedua percakapan informal dan pendidikan formal , orang dewasa menyampaikan kepada anak-anak cara-cara budaya mereka menafsirkan dan menanggapi dunia . Untuk meningkatkan fungsi mental yang lebih tinggi , orang dewasa mengajarkan pada anak-anak makna/nilai yang menempel pada benda, peristiwa , dan pengalaman manusia pada umumnya . Dalam prosesnya , mereka berubah atau memediasi situasi pertemuan dengan anak . Makna yang disampaikan melalui berbagai mekanisme , termasuk bahasa ( kata-kata yang diucapkan ,menulis, dll ) , simbol matematika , seni, musik , dan sebagainya. Percakapan informal adalah salah satu metode umum yang relevan di mana orang dewasa menyampaikan budaya untuk menafsirkan keadaan tertentu . Tapi pendidikan formal tidak kalah pentingnya bagi Vygotsky, di mana guru secara sistematis menanamkan ide, konsep , dan terminologi yang digunakan dalam berbagai disiplin akademis.

3.     Setiap kebudayaan melewati sarana fisik dan kognitif yang membuat hidup bersama setiap hari lebih efektif dan efisien. Tidak hanya orang dewasa mengajari anak-anak cara-cara khusus untuk menafsirkan pengalaman tetapi mereka juga menyampaikan alat khusus yang dapat membantu anak mengatasi berbagai tugas       dan masalah mereka yang cenderung untuk dihadapi. Beberapa alat , seperti gunting , mesin jahit , dan komputer , adalah benda-benda fisik . Lainnya, seperti sistem penulisan, sistem nomor,dan peta, melibatkan simbol-simbol sebagai serta identitas fisik . Dalam pandangan Vygotsky , memperoleh alat yang setidaknya sebagian simbolik maupun mental di alam - kognitif sebagai alat yang sangat meningkatkan kemampuan berpikir anak-anak . suatu Budaya yang berbeda menyampaikan alat kognitif yang berbeda. Jadi teori Vygotsky menuntun kita untuk berharap banyak keragaman kemampuan khusus kognitif anak-anak sebagai hasil dari mereka yang bervariasi latar belakang budaya. Misalnya, anak lebih mungkin untuk memperoleh keterampilan membaca peta - peta jika (mungkin dari jalan, sistem kereta bawah tanah dan pusat perbelanjaan) adalah bagian penting dari komunitas mereka dan kehidupan keluarga ( Liben & Myers , 2007) . Dan anak-anak belajar menghitung dan berhitung operasi ( misalnya, penambahan , perkalian ) hanya dalam budaya yang memiliki jumlah yang tepat sistem yang sistematis memberikan simbol yang berbeda untuk jumlah yang berbeda ( M. Cole , 2006; Pinker , 2007) .

4.      Pemikiran dan bahasa menjadi semakin saling tergantung dalam beberapa tahun pertama kehidupan . satu alat yang kognitif sangat penting adalah bahasa. Bagi kita sebagai orang dewasa , pemikiran dan bahasa saling berhubungan. Selain itu, biasanya kita mengungkapkan pikiran kita ketika kita berkomunikasi dengan yang lain , Pada tahun-tahun awal kehidupan , berpikir terjadi secara independen dari bahasa , dan ketika bahasa muncul , itu pertama kali digunakan terutama sebagai sarana komunikasi bukan sebagai mekanisme pemikiran . Tapi kadang-kadang sekitar usia 2 tahun , pemikiran dan bahasa menjadi saling terkait : Anak mulai untuk mengungkapkan pikiran mereka ketika mereka berbicara, dan mereka mulai berpikir dari segi kata-kata . Ketika berpikir dan berbahasa , anak-anak sering berbicara untuk diri mereka sendiri dan dalam melakukan jadi mungkin tampak berbicara dalam ” egosentris ” cara jelas Piaget . Dalam pandangan Vygotsky , seperti self-talk ( juga dikenal sebagai pidato pribadi ) memainkan peran penting dalam perkembangan kognitif . Dengan berbicara kepada diri mereka sendiri , anak-anak belajar untuk membimbing dan mengarahkan perilaku mereka sendiri melalui tugas yang sulit dan manuver yang kompleks dalam banyak cara yang sama bahwa orang dewasa telah membimbing mereka sebelumnya. Self-talk akhirnya berkembang menjadi inner speech di mana anak-anak berbicara sendiri lewat mental bukan lewat suara . Artinya , mereka terus mengarahkan diri secara verbal melalui tugas dan kegiatan , tetapi yang lain tidak bisa lagi melihat dan mendengar yang mereka melakukan.

5.      Proses mental Kompleks muncul dari kegiatan sosial , seperti anak-anak mengembangkan , mereka secara bertahap internalisasi proses yang mereka gunakan dalam konteks sosial dan mulai menggunakannya secara mandiri . Vygotsky diusulkan bahwa fungsi mental yang lebih tinggi memiliki akar dalam interaksi sosial . Sebagai anak-anak,mereka mendiskusikan benda, peristiwa, tugas,dan masalah dengan orang dewasa dan lainnya. sering dalam konteks budaya sehari-hari kegiatan mereka secara bertahap dimasukkan ke dalam cara mereka sendiri memikirkan cara-cara di mana orang-orang di sekitar mereka berbicara tentang dan menafsirkan dunia, dan mereka mulai menggunakan kata-kata , konsep, simbol , dan strategi pada dasarnya, kognitif alat yang khas untuk budaya mereka. Proses melalui mana kegiatan sosial berkembang menjadi kegiatan mental internal disebut internalisasi.

6.      Anak-anak berpikir sesuai budaya mereka dan cara mereka sendiri. Anak-anak tentu tidak menginternalisasi apa yang mereka lihat dan dengar dalam konteks sosial . Sebaliknya , mereka sering mengubah ide, strategi , dan alat-alat kognitif lainnya untuk memenuhi kebutuhan dan dengan tujuan merka sendiri. Teori Vygotsky memiliki unsur konstruktivis untuk itu . Istilah apropriasi mengacu pada proses ini internalisasi tetapi juga mengadaptasi ide-ide dan strategi budaya seseorang untuk digunakan sendiri.

7.     Anak-anak dapat menyelesaikan tugas-tugas lebih sulit ketika mereka memiliki bantuan dari banyak orang yang lebih paham/pandai dan kompeten dari diri mereka . Vygotsky membedakan antara dua jenis tingkat kemampuan yang mencirikan keterampilan anak-anak pada setiap titik tertentu dalam perkembangan. tingkat perkembangan seorang anak adalah batas atas tugas-tugas yang ia dapat melakukan secara mandiri , tanpa bantuan dari orang lain . Tingkat seorang anak perkembangan potensial adalah batas atas tugas bahwa dia dapat melakukan dengan bantuan individu yang lebih kompeten . Untuk mendapatkan yang benar rasa perkembangan kognitif anak , Vygotsky menyarankan , kita harus menilai kemampuan mereka baik saat melakukan sendirian dan ketika tampil dengan bantuan

8.      Tugas Menantang mendorong pertumbuhan kognitif yang maksimal. Berbagai tugas bahwa anak-anak belum biasa melakukan secara mandiri tetapi dapat melakukan dengan bantuan dan bimbingan dari orang lain , di terminologi Vygotsky, zona perkembangan proksimal ( ZPD) ( lihat Gambar berikut ) . ZPD Seorang anak termasuk belajar dan kemampuan pemecahan masalah yang baru mulai muncul dan mengembangkan kemampuan secara matang .ZPD setiap anak akan berubah seiring waktu . sebagai beberapa tugas yang dikuasai, yang lebih kompleks akan muncul untuk menyajikan tantangan baru . Singkatnya , itu adalah tantangan dalam hidup , daripada keberhasilan mudah, yang mempromosikan perkembangan kognitif .

9.    Bermain memungkinkan anak-anak untuk ” meregangkan “ kognitif sendiri. Dalam bermain anak selalu berperilaku melampaui rata-rata usianya, di atas perilaku sehari-hari, dalam bermain itu seolah-olah dia adalah kepala lebih tinggi dari dirinya sendiri” Selain itu, karena anak-anak bermain, perilaku mereka harus mengikuti standar atau harapan tertentu. Pada tahun-tahun awal sekolah dasar , anak-anak sering bertindak sesuai dengan bagaimana seorang ayah,guru,atau pelayan akan berperilaku. Dalam pertandingan grup terorganisir dan olahraga yang datang kemudian, anak-anak harus mengikuti set spesifik aturan. Dengan berpegang pada batasan tertentu pada perilaku mereka, anak-anak belajar untuk merencanakan ke depan, untuk berpikir sebelum bertindak, dan untuk terlibat dalam menahan diri-keterampilan yang penting untuk partisipasi sukses di dunia orang.

Friday 16 February 2018

Sedikit Mengenal Pertanian


Kamu mungkin pernah membaca atau mendengar kata pertanian. Nah, apakah pertanian itu? Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya.
Pengertian pertanian dalam arti sempit adalah salah satu proses pembudidayaan tanaman pada suatu lahan yang dapat menghasilkan suatu produk  dan dapat mencukupi kehidupan manusia.
Sedangkan arti pertanian secara luas adalah pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan oleh manusia dengan cara menanam tanaman produktif (tanaman pangan, perkebunan, kehutanan), ternak dan ikan yang dapat menghasilkan dan dipergunakan untuk kehidupan manusia.
Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu. Kehutanan adalah usaha tani dengan subjek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah liar atau liar (hutan). Peternakan menggunakan subjek hewan darat kering (khususnya semua vertebrata kecuali ikan dan amfibia) atau serangga (misalnya lebah). Perikanan memiliki subjek hewan perairan (termasuk amfibia dan semua non-vertebrata air).
Usaha tani (farming) adalah bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. "Petani" adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani tembakau" atau "petani ikan". Pelaku budidaya hewan ternak (livestock) secara khusus disebut sebagai peternak.
Berikut ini beberapa definisi pertanian menurut para ahli:
Menurut Andi Hakim Nasution “Pertanian dapat dianggap sebagai usaha untuk mengadakan suatu ekosistem buatan yang bertugas menyediakan makanan.”
Menurut Asparno Mardjuki, dalam arti terbatas, pertanian adalah pengelolaan tanaman dan lingkungannya agar memberikan suatu produk. Dalam arti luas, pertanian ialah pengelolaan tanaman, ternak dan ikan agar memberikan suatu produk.
Menurut A.T. Mosher, “Pertanian adalah sejenis proses produksi yang khas, yang didasarkan atas proses pertumbuhan tanaman dan hewan.”
Menurut Surahman, “Pertanian merupakan kegiatan dalam usaha mengembangkan (reproduksi) tumbuhan dan hewan dengan maksud supaya tumbuh lebih baik untuk memenuhi kebutuhan manusia, misalnya bercocok tanam, beternak, memelihara ikan dan melaut (nelayan). Pertanian juga sebagai jenis usaha atau kegiatan ekonomiberupa penanaman tanaman dan usaha tani (pangan, hortikultura, perkebunan dan kehutanan), peternakan (beternak), perikanan (budidaya ikan dan menangkap ikan).”
Menurut Mosher (1966) diartikan bahwa pertanian merupakan suatu produksi yang khas yang didasarkan pada proses pertumbuhan tanaman juga hewan. Petani mengelola atau ber- kegiatan untuk merangsang tumbuhan tanaman serta hewan dalam suatu usaha tani dan kegiatan tersebut merupakan suatu bisnis, sehingga pengeluaran serta pendapatan sangat penting.
Menurut Spedding (1979) diartikan bahwa pertanian dalam pandangan modern merupakan kegiatan manusia juga untuk manusia dan dilaksanakan untuk memperoleh hasil yang menguntungkan dengan meliputi kegiatan ekonomi juga pengelolaan selain biologi.
Nah demikian pemaparan singkat mengenai definisi tentang pertanian yang diperleh dari beberapa sumber. Terimah kasih

Tuesday 13 February 2018

Teori Belajar Jerome Bruner

A. Riwayat Singkat Jerome Bruner

Jerome Bruner lahir di New York tahun l915. Pada usia dua tahun ia menderita penyakit katarak dan harus dioperasi. Ayahnya meninggal ketika ia berusia 12 tahun yang menyebabkan ia harus pindah ke rumah familinya dan kerap kali putus sekolah dan pindah-pindah sekolah. Meskipun demikian prestasinya cukup baik ketika masuk Duke University Durham, New York City ia memperoleh gelar B.A pada tahun 1937 dan memperoleh Ph.D dari Harvard University tahun 1941. Bruner juga seorang profesor psikologi di Harvard University 1952-1972 dan di Oxford University 1972-1980. la menghabiskan waktunya di New York University School of Law dan New School For Social Research di New York City. Lebih 45 tahun Bruner menekuni psikologi kognitif sebagai suatu alternatif teori behavioristik dalam psikologi sejak pertengahan abad 20. Pendekatan kognitif Bruner menjadikan reformasi pendidikan di Amerika Serikat dan juga di Inggris. Selain sebagai psikolog, ia juga termasuk Dewan Penasehat Presiden bidang sains pada masa Pesiden Jhon F. Kennedy dan Jhonson serta banyak menerima penghargaan dan kehormatan termasuk
International Baldan Prize, medali emas CIBA untuk riset dari Asosiasi Psikologi Amerika. Bruner juga seorang penulis produktif. Dantara karya tulisnya antara lain:
Acts of Meaning (Harvard University Press, l99l)
The Culture of Education (Harvard University press, 1996)
The Process of Education (Harvard University press. 1960)
Toward a Theory of Instruction (Harvard Univenity press, 1966)
Beyond the Information Given; Studies in the Psychology of Knowing (Norton, 1973)
Child’s Talk: Learning to Use Language (Norton, 1983)
Actual Minds, Possible Worlds (Harvard, University press, 1986)
Beliau bertugas sebagai profesor psikologi di Harvard University di Amerika Serikat dan dilantik sebagi pengarah di Pusat Pengajaran Kognitif dari tahun 1961 sehingga 1972, dan memainkan peranan penting dalam Structur Projek Madison di Amerika Serikat.  Setelah itu, beliau menjadi seorang profesor Psikologi di Oxford University di Inggris.
Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir. Dalam mempelajarai manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme instrumental itu, didasarkan pada dua prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu.
Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti model berajar behavioristik yang mempelajari proses belajar hanya sebagai hubungan stimulus-respon, model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.
Teori  kognitif berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses interaksi yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Bruner ternyata tidak mengambangkan suatu teori belajar yang sistematis. Yang penting baginya ialah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan dan mentransformasikan informasi secara aktif, dan inilah menurut bruner inti dari belajar. Oleh karena itu Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterimanya, dan apa yang dilakukannya sesudah memperoleh informasi yang diskrit itu untuk mencapai pemahaman yang memberikan kemampuan padanya.

B. Ciri khas Teori Pembelajaran Menurut Bruner

1. Empat Tema tentang Pendidikan

Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain.
Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi.
Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan yang benar atau tidak.
Tema keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.

2. Model dan Kategori

Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan penganut teori perilakau Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri. Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya, suatu model alam (model of the world). Model Bruner ini mendekati sekali struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi dirinya. Dengan menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan membentuk suatu struktur atau model yang mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan antara hal-hal yang diketahui.
Bruner menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut:
a. Perkembangan intelektul ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan.
b. Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realis
c. Perkembangan intelekual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri.
d. Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya
e. Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia. Untuk memahami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep ke pada oraag lain.
f. Perkembaagan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan. memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi

3. Belajar sebagai Proses Kognitif

Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.
Informasi baru merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat bersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang memperlakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain.
Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tiga sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner. Ketiga cara itu ialah: cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.
Kajian Bruner menekankan perkembangan kognitif. Ia menekankan cara-cara manusia berinteraksi dalam alam sekitar dan menggambarkan pengalaman secara mendalam. Menurut Bruner, perkembangan kognitif juga melalui tiga tahapan yang ditentukan cara melihat lingkungan, yaitu:
a. Tahap enaktif (0-2 tahun), seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya dalam memahami dunia sekitarnya, anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan dan sebagainya.
b. Tahap ikonik (2-4 tahun), seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya, anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komperasi)
c. Tahap simbolik (5-7 tahun), seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses pemikirannya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannya sistem enaktif dan ekonik dalam proses belajar.
Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga tidak menyatakan konsep kesegitigaan.
Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan dari pada objek-objek,  memberikan struktur hirarkis pada konsep-konsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara kombinatorial.
Sebagai contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan timbangan. Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan ”prinsip-prinsip” timbangan dan menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih tua dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau gambaran. ”Bayangan” timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan bahasa tanpa pertolongan gambar atau dapat juga dijelaskan secara matematik dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen.

C. Belajar Penemuan

Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Diantaranya adalah:
1. Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
2. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
3. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.
Asumsi umum tentang teori belajar kognitif: a. Bahwa pembelajaran baru berasal dari proses pembelajaran sebelumnya. b. Belajar melibatkan adanya proses informasi (active learning). c. Pemaknaan berdasarkan hubungan. d. Proses kegiatan belajar mengajar menitikberatkan pada hubungan dan strategi.
Model kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model  kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan  hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne.  Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda.  Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (Advance Organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar.  Menurut Ausubel, konsep tersebut dimaksudkan untuk penyiapan struktur kognitif peserta didik untuk pengalaman belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas  bagaimana peserta didik  memperoleh informasi dari lingkungan.  Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan intelektual, yaitu: enaktif, ikonik, dan simbolik.
Sejalan dengan pernyataan di atas, maka untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan kata lain perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan (discovery learning).
Bruner mempreskripsikan pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar siswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan yang khas baginya. Sedangkan Ausubel mempreskripsikan agar siswa dapat mengembangkan stuasi belajar, memilih dan menstrukturkan isi, serta menginformasikannya dalam bentuk sajian pembelajaran yang terorganisasi dari umum menuju kepada yang rinci dalam satu satuan bahasan yang bermakna.
Teori pembelajaran Bruner mementingkan pembelajaran melalui penemuan bebas (Free discovery learning) atau penemuan yang dibimbing, atau latihan penemuan. Bruner mementingkan aspek-aspek berikut dalam teori pembelajarannya yaitu; cara manusia berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan pengalamannya,  perkembangan mental manusia dan pemikiran semasa proses pembelajaran, pemikiran secara logika, penggunaan istilah untuk memahami susunan struktur pengetahuan, pemikiran analisis dan intuitif, pembelajaran induktif untuk menguasai konsep/kategori, dan pemikiran metakognitif. Teori-teori tersebut dapat diaplikasikan dalam 10 cara sebagai berikut:
1. Pembelajaran penemuan
2. Pembelajaran melalui metode induktif
3. Memberi contoh-contoh yarg berkaitan dan tidak berkaitan dengan konsep
4. Membantu siswa melihat hubungan antar konsep
5. Membiasakan siswa membuat pemikiran intuitif
6. Melibatkan siswa
7. Pengajaran untuk pelajar tahap rendah
8. Menggunakan alat bantu mengajar
9. Pembelajaran melalui kajian luar
10. Mengajar mengikuti kemampuan siswa
Teori Bruner mempunyai ciri khas dari pada teori belajar yang lain yaitu tentang ”discovery”, yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu, karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-penulangan, maka desain yang berulang-ulang itu disebut ”kurikulum spiral kurikulum”. Secara singkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.
Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa  menemukan konsep yang baru dengan menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan
Langkah-langkah discovery learning:
1. Siswa dihadapkan pada problem-problem yang menimbulkan suatu perasaan gagal di dalam dirinya lni dimulai proses inquiry
2. Siswa mulai menyelidiki problem itu secara individual
3. Siswa berusaha memecahkan problem dengan menggunakan pengetahuan yang sebelumnya
4. Siswa menunjukkan pengertian dari generalisasi itu
5. Siswa menyatakan konsepnya atau prinsip-prinsip dimana generalilisasi itu didasarkan.

D. Penerapan Teori Kognitif Bruner dalam Dunia Pendidikan

Pada bagian ini akan dibahas bagaimana menerapkan belajar penemuan pada siswa, ditinjau dari segi metode, tujuan serta peranan guru khususnya dalam dunia pendidikan.
1. Metode dan Tujuan
Dalam belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya beriring. Tujuan belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja. Tujuan belajar sepenuhnya ialah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan intelektual siswa dan merangsang keingintahuan mereka dan memotivasi kemampuan mereka. Inilah yang dimaksud dengan memperoleh pengetahuan melalui belajar penemuan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bruner dalam bukunya Toward a Theory of Instruction yang diambil dari buku Teori-Teori Belajar tulisan Ratna Wilis Dahar, Bruner mengatakan:
“We teach a subject not to produce litle living libraries on the subject, but rather to get a student to think mathematically for him self, to consider matters as an historian does, to take part in the process of knowledge-getting. Knowing is a process, not aproduct.”
Jadi kalau kita mengajar sains misalnya, kita bukan akan menghasilkan perpustakaan-perpustakaan hidup kecil tentang sains, melainkan kita ingin membuat anak-anak kita berfikir secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan serta dalam proses perolehan pengetahuan. Mengetahui itu adalah suatu proses, bukan suatu produk.
2. Peranan Guru
Langkah guru sebagai fasilitator pembelajaran dalam belajar penemuan adalah:
Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa.
Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Guru hendaknya memulai dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Kemudian guru mengemukakan sesuatau yang berlawanan. Dengan demikian terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbulah masalah. Dalam keadaan yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu kesangsian yang merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun hipotesis-hipotesis dan mencoba menemukan konsep atau prinsip yang mendasari masalah itu.
Guru harus menyajikan dengan cara enaktif, ikonik dan simbolik. Enaktif adalah melaui tindakan atau dengan kata lain belajar sambil melakukan (learning by doing). Ikonik adalah didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan melalui gambar-gambar yang mewakili suatu konsep. Simbolik adalah menggunakan kata-kata atau bahasa-bahasa.
Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi hendaknya memberikan saran-saran bila diperlukan. Sebagai seorang tutor, guru hendaknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.
Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Secara garis besar belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan sendiri konsep-konsep itu. Di lapangan, penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang konsep dasar, dan kemampuan untuk menerapkan konsep itu ke dalam situsi baru dan situasi kehidupan nyata sehari-hari pada siswa.
Jadi dalam belajar penemuan, guru tidak begitu mengendalikan proses pembelajaran. Guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah. Penilaian hasil belajar meliputi tentang konsep dasar dan penerapannya pada situasi yang baru.
3. Langkah-langkah pembelajaran discovery learning menurut Bruner
Bruner mengajukan beberapa langkah-langkah pembelajaran, yaitu:
a. Menentukan tujuan pembelajaran
b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar dan sebagainya)
c. Memilih materi pelajaran
d. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh kegeneralisasi)
e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa
f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana kepada yang kompleks, dari yang konkrit kepada yang abstrak, atau dari tahap enaktik, ikonik sampai kepada tahap simbolik melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
g. Disamping itu ada beberapa saran-saran tambahan yang berdasarkan pendekatan discovery learning terhadap pengajaran.
h. Mendorong memberikan “dugaan sementara” dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan
i. Menggunakan berbagai alat peraga dan permainan
j. Guru harus mendorong siswa untuk memuaskan keingintahuan jika mereka ingin mengembangkan pikirannya atau ide-ide yang kadang-kadang tidak langsung berhubungan dengan mata pelajaran
k. Gunakan sejumlah contoh yang belawanan dengan mata pelajaran yang berhubungan dengan topik.

E. Keistimewaan dan Kelemahan Discovery Learning

Dalam setiap teori pastilah ada keistimeaan dan kelemahan. Begitu juga halnya dengan teori discovery learning yang cetuskan oleh Jerome Bruner. Ada beberapa keistimewaan discovery learning itu, antara lain:
1. Discovery learning menimbulkan keingintahuan siswa, dapat memotivasi mereka untuk melanjutkan pekerjaan sampai mereka menemukan jawaban-jawaban.
2. Pendekatan ini dapat mengajar keterampilan menyelesaikan masalah secara mandiri dan mungkin memaksa siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi dan tidak hanya menyerap secara sederhana saja
3. Hasilnya lebih berakar dari pada cara belajar yang lain.
4. Lebih mudah dan cepat ditangkap
5. Dapat dimanfaatkan dalam bidang sudi lain atau dalam kehidupan sehari-hari berdaya guna untuk meningkatkan kemampuan siswa menalar dengan baik
Sedangkan kelemahan teori Discovey Learning Jerome Bruner antara lain:
1. Belajar discovery learning belum tentu bisa diaplikasikan karena kondisi dan sistem yang belum mendukuag penemuan sendiri, sementara secara realistis murid didominasi hanya menerima dari guru
2. Discovery learning belum tentu semua murid mahir untuk menerapkannya. Discavery learning berbahaya bagi murid yang kurang mahir, sebab pengetahuan yang ia peroleh tidak akan menambah pengetahuan yang sempurna tapi baru sebatas coba-coba.

Monday 12 February 2018

Pengaruh Undang undang Perlindungan Anak dalam Dunia Pendidikan


Anak-anak merupakan generasi bangsa di masa mendatang yang berkaitan dengan keberlangsungan hidup manusia. Untuk melaksanakan keberlangsungan tersebut, anak memerlukan perlindungan dari orang dewasa dikarenakan dalam prosesnya secara fisik dan mental seorang anak belum sepenuhnya matang. Setiap anak perlu mendapat perlindungan dan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, maupun sosial. Kehidupan anak–anak merupakan cermin kehidupan bangsa dan negara. Kehidupan anak-anak yang diwarnai dengan keceriaan merupakan cermin suatu negara memberikan jaminan kepada anak-anak untuk dapat hidup berkembang sesuai dengan dunia anak-anak itu sendiri, sedangkan kehidupan anak-anak yang diwarnai dengan rasa ketakutan, traumatik, sehingga tidak dapat mengembangkan psiko-sosial anak, merupakan cermin suatu negara yang tidak peduli pada anak-anak sebaga generasi bangsa yang akan dating.
Melihat betapa pentingnya peran anak-anak dalam pembangunan dimasa mendatang maka pemerintah mengeluarkan Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA) yang diluncurkan pada tahun 2012. Dalam Undang-Undang tersebut juga dijelaskan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak adalah orang tua, keluarga, pemerintah dan negara. Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Anak menentukan bahwa “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasaan dan diskriminasi.” Untuk itu, perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa adanya perlakuan diskriminatif.
Sesuai dengan UU No. 35 Tahun 2014, Pasal 15, Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur Kekerasan;
e. pelibatan dalam peperangan; dan
f. kejahatan seksual.
Dalam dunia pendidikan, UUPA ini memberikan suatu kenyamanan bagi masyarakat dalam menjalani peran sebagai orang tua. Demikian juga halnya, ketika orang tua yang memiliki anak yang masih bersekolah, ada rasa kenyamanan dalam memberangkatkan anak ke sekolah. UU ini menyelaraskan tujuan orang tua dan guru dalam membina anak menjadi manusia yang seutuhnya. Berdasarkan UU ini anak didik dijauhkan dari tindakan kekerasan fisik yang dapat mengakibatkan cidera, cacat, atau bahkan kematian selama mengikuti pembelajaran.
UUPA berperan positif dalam memberikan jaminan hukum kepada anak atau anak didik dalam mengikuti pembelajaran di sekolah. Seorang anak didik akan mendapatkan kepastian untuk menerima pembelajaran dengan baik dari guru yang mengajar di sekolahnya. UUPA ini juga menjamin seorang anak didik dalam mengembangkan pengetahuan, meningkatkan kreativitas, dan ekspresi belajar dalam menguasai pembelajaran yang diberikan oleh gurunya.
Semenjak UUPA ini diluncurkan, banyak bermunculan kasus kekerasan dalam dunia pendidikan terkhusus dalam Proses belajar mengajar. Banyak ditemukan dalam kolom-kolom berita media cetak atau siaran berita televisi yang menceritakan kasus guru dengan anak didik. Hal yang baik adalah untuk mencegah hal serupah terjadi dilingkungan pendidikan atau sekolah lainnya. Namun, masih saja, berita sejenis bermunculuan di media.
Namun, tanpa disadari, UUPA seolah membawa tren negatif kedalam dunia pendidikan.Jika mau jujur, UUPA ini sepertinya memberikan kesan imunitas bagi anak didik atau keluarga anak didik yang merasa menjadi "korban". Setiap ada peristiwa guru dengan anak didik, maka pemberitaan selalu saja menjadikan guru sebagai "tersangka" utama yang harus dijatuhi hukuman berat. Sehingga, hal ini mau tidak mau,memberikan kesan baru bagi guru sebagai "penjahat" baru.
Contoh kasus, seorang guru memukul anak didiknya dengan sebuah buku dikelas, dan berujung pada pengadilan dengan tuntutan 10 bulan kurungan badan untuk si "guru". Dengan modal UUPA, guru tersebut dituntut untuk menerima hukuman tersebut padahal berdasarkan kronologinya si anak didik telah berlaku tidak baik terhadap gurunya. Ada banyak kasus yang serupa dengan hal ini, dan ini memberikan tekanan tersendiri bagi guru-guru lain.
Berkaca dari banyaknya kasus yang terjadi dalam lingkungan sekolah berakibat pada semakin berkembangnya sifat apatis guru dalam memberikan pendidikan kepada anak didiknya. Banyak guru cenderung mengabaikan pembangunan karakter bagi anak didiknya. Padahal tugas seorang guru di sekolah tidak hanya memberikan materi pembelajaran tetapi juga ikut membangun karakter peserta didik.
Dalam dunia pendidikan, ada dua yang diperkenalkan dalam memberikan tanggapan atas ketidkaberhasilan anak didik dalam pembelajaran, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Di dalam penguatan negatif, ada punishment (hukuman). Namun saat ini, guru hanya lebih cenderung menyampaikan pembelajaran tanpa peduli dengan sikap anak. Sikap yang muncul inilah yang membawa pendidikan kearah negatif.
Memang benar, tidak ada seorangpun yang menginginkan tindakan kekerasan dalam kehidupan. Namun perlu pertimbangan yang lebih mendalam dalam mengambil keputusan. Termasuk juga kepada orang tua, dalam pengembangan karakter anak tidak hanya menjadi tanggung jawab guru tetapi terutama adalah keluarga. Untuk itu saran bagi orang tua, mari kita pupuk nilai luhur pada anak, agar berkarakter mulia dalam perilaku sehari-hari baik di sekolah atau di luar sekolah untuk menghindari terjadi kesalah pahaman dalam pembinaan dari pada menghukum guru yang merasa kesabarannya dalam membina seperti dipermainkan.

Saturday 10 February 2018

Model Pembelajaran Probing Promting


A. Pengertian Pembelajaran Probing Prompting

Model pembelajaran probing prompting merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Berdasarkan asal katanya, probing artinya penyelidikan, pemeriksaan sedangkan prompting artinya mendorong atau menuntun. Penyelidikan atau pemeriksaan disini bertujuan untuk memperoleh sejumlah informasi yang telah ada pada diri siswa agar dapat digunakan untuk memahami pengetahuan atau konsep baru.
Model pembelajaran probing prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan tiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari (Suherman, 2008:6).
Pembelajaran probing prompting sangat erat kaitannya dengan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan pada saat pembelajaran ini disebut probing question. Probing question adalah pertanyaan yang bersifat menggali untuk mendapatkan jawaban lebih lanjut dari siswa yang bermaksud untuk mengembangkan kualitas jawaban, sehingga jawaban berikutnya lebih jelas, akurat serta beralasan (Suherman dkk, 2001:160). Probing question ini dapat memotivasi siswa untuk memahami lebih mendalam suatu masalah hingga mencapai suatu jawaban yang dituju. Proses pencarian dan penemuan jawaban atas masalah tersebut peserta didik berusaha menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimilikinya dengan pertanyaan yang akan dijawabnya.
Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari proses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi suasana tegang, namun demikian bisa dibiasakan untuk mengurangi kondisi tersebut, guru hendaknya memberi serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, dan nada yang lembut. Ada canda, senyum dan tertawa sehingga menjadi nyaman, menyenangkan dan ceria. Perlu diingat bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah ciri siswa sedang belajar dan telah berpartisipasi.
Terdapat dua aktivitas siswa yang saling berhubungan dalam pembelajaran probing prompting, yaitu aktivitas siswa yang meliputi aktivitas berpikir dan aktivitas fisik yang berusaha membangun pengetahuannya, serta aktivitas guru yang berusaha membimbing siswa dengan menggunakan sejumlah pertanyaan yang memerlukan pemikiran tingkat rendah sampai pemikiran tingkat tinggi (Suherman, 2001:55).

B. Probing

Penjelasan mengenai probing telah disajikan oleh Jacobsen pada bukunya yang berjudul Methods for Teaching (1989: 149):
The former involves increased numbers of students, and the latter deals with incorrect responses. An additional situation arises when the student’s reply is correct but insufficient because it lacks depth. In such a case, it is important for the teacher to have the student supply additional information in order to have better, more inclusive answers. This technique is called probing.
Proses pembelajaran akan melibatkan guru, siswa dan lingkungan sebagai tempat belajar. Setiap pembelajaran mencoba mengaktifkan siswa dengan memberikan tawaran pertanyaan hingga muncul jawaban salah pada diri siswa. Situasi tersebut akan terus berlangsung sampai konsep jawaban benar menjadi simpulan dari pertanyaan yang diajukan oleh guru. Namun jawaban yang benar dari siswa tersebut tidak cukup sehingga membutuhkan jawaban yang lebih mendalam dari guru. Dalam kasus ini penting bagi guru untuk memiliki pengetahuan yang lebih sehingga tercipta jawaban inklusif untuk disajikan kepada siswa. Teknik seperti ini yang disebut probing (Jacobsen. 1989: 149).
Probing (Question) secara bahasa kata “probing” memiliki arti menggali atau melacak, sedangkan menurut istilah probing berarti berusaha memperoleh keterangan yang lebih jelas atau lebih mendalam. Pengertian probing dalam pembelajaran di kelas didefinisikan sebagai suatu teknik membimbing siswa menggunakan pengetahuan yang telah ada pada dirinya guna memahami gejala atau keadaan yang sedang diamati sehingga terbentuk pengetahuan baru (Wijaya, 197). Teknik menggali (probing) ini dapat digunakan sebagai teknik untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas jawaban murid. Pertanyaan itu bermaksud untuk menuntun murid agar isinya dapat menemukan jawaban yang lebih benar. Teknik probing diawali dengan menghadapkan siswa pada situasi baru yang mengandung teka-teki atau benda-benda nyata. Situasi baru itu membuat siswa mengalami pertentangan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya sehingga memberikan peluang kepada siswa untuk mengadakan asimilasi, disinilah probing mulai diperlukan.

C. Prompting

Prompting merupakan kondisi ketika siswa tidak dapat menjawab pertanyaan guru tidak langsung melemparkan pertanyaan kepada siswa lain namun memberi kesempatan kepada siswa yang salah untuk menjawab pertanyaan sederhana sebagai bentuk bantuan dari guru (Jacobsen. 1989: 146).
The effectiveness of prompting is supported by research. Anderson, Everson, and Brophy (1979) and Stallings, Needels, and Stayrook (1979) found that students benefited most, after giving an incorrect response, when teacher asked a series of simple questions and gave clues to help them arrive at the correct answer.
Keefektifan prompting didukung dengan beberapa penelitian. Anderson, dkk (dalam Jacobsen. 1989: 146) adalah ketika siswa menjawab pertanyaan dengan jawaban yang salah, guru memberikan pertanyaan sederhana dan memberi petunjuk untuk menemukan jawaban yang benar.

Prompting (Question) secara bahasa “prompting” berarti “mengarahkan, menuntut”, sedangkan menurut istilah adalah pertanyaan yang diajukan untuk memberi arah kepada murid dalam proses berfikirnya.
Bentuk pertanyaan prompting dibedakan menjadi 3:
Mengubah susunan pertanyaan dengan kata-kata yang lebih sederhana yang membawa mereka kembali pada pertanyaan semula.
Menanyakan pertanyaan-pertanyaan dengan kata-kata berbeda atau lebih sederhana yang disesuaikan dengan pengetahuan murid-muridnya saja.
Memberikan suatu review informasi yang diberikan dan pertanyaan yang membantu murid untuk mengingat atau melihat jawabannya (E.C.Wrag dan George Brown, 1997: 43).

D. Langkah-Langkah Pembelajaran Probing Prompting

Langkah-langkah pembelajaran probing prompting dijabarkan melalui tujuh tahapan teknik probing (Sudarti, 2008:14) yang dikembangkan dengan prompting adalah sebagai berikut:
Langkah 1
Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan dengan memperhatikan gambar, rumus, atau situasi lainnya yang mengandung permasalahan.
Langkah 2
Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskannya.
Langkah 3
Guru mengajukan persoalan kepada siswa yang sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus (TPK) atau indikator kepada seluruh siswa.
Langkah 4
Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskannya.
Langkah 5
Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.
Langkah 6
Jika jawabannya tepat maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Namun jika siswa tersebut mengalami kemacetan jawab dalam hal ini jawaban yang diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaian jawab. Lalu dilanjutkan dengan pertanyaan yang menuntut siswa berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, sampai dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan kompetensi dasar atau indikator. Pertanyaan yang dilakukan pada langkah keenam ini sebaiknya diajukan pada beberapa siswa yang berbeda agar seluruh siswa terlibat dalam seluruh kegiatan probing prompting.
Langkah 7
Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih menekankan bahwa TPK/indikator tersebut benar-benar telah dipahami oleh seluruh siswa.
Pola umum dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan teknik probing melalui tiga tahapan (Rosnawati, 2008:24), yaitu sebagai berikut:

Kegiatan awal : Guru menggali pengetahuan prasyarat yang sudah dimiliki siswa dengan menggunakan teknik probing. Hal ini berfungsi untuk introduksi, revisi dan motivasi. Apabila prasyarat telah dikuasi siswa maka langkah yang keenam dari tahapan teknik probing tidak perlu dilaksanakan. Untuk memotivasi siswa, pola probing cukup tiga langkah saja yaitu langkah 1, 2, dan 3.
Kegiatan inti : pengembangan materi maupun penerapan materi dilakukan dengan menggunakan teknik probing.
Kegiatan akhir : teknik probing digunakan untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam belajarnya setelah siswa selesai melakukan kegiatan inti yang telah ditetapkan sebelumnya. Pola meliputi ketujuh langkah itu dan diterapkan terutama untuk ketercapaian indikator.

E. Kelebihan dan Kelemahan Probing Prompting

Kelebihan model probing prompting(Nurjanah, 2013:22-23):
Mendorong siswa aktif berpikir
Memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal – hal yang kurang jelas sehingga guru dapat menjelaskan kembali.
Perbedaan pendapat antara siswa dapat dikompromikan atau diarahkan pada suatu diskusi.
Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa, sekalipun ketika itu siswa sedang ribut, yang mengantuk, kembali tegar dan hilang kantuknya.
Sebagai cara meninjau kembali (review) bahan pelajaran yang lampau.
Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukakan pendapat.
Kelemahan model probing prompting(Nurjanah, 2013:22-23):
Siswa merasa takut, apalagi bila guru kurang dapat mendorong siswa untuk berani, dengan menciptakan suasana yang tidak tegang, melainkan akrab.
Tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkatan berpikir dan mudah dipahami siswa.
Waktu sering banyak terbuang apabila siswa tidak dapat menjawab pertanyaan sampai dua atau tiga orang.
Dalam jumlah siswa yang banyak, tidak mungkin cukup waktu untuk memberikan pertanyaan kepada tiap siswa.
Dapat menghambat cara berpikir anak bila tidak/kurang pandai membawakan, misalnya guru meminta siswanya menjawab persi seperti yang dia kehendaki, kalau tidak dinilai salah.

Sunday 31 July 2016

Misteri Bilangan Nol


Angka nol merupakan angka yang kita kenal sebagai angka netral, yang letaknya berada di antara bilangan positif dan bilangan negatif. Namun bagaimana angka nol bisa ditemukan?
Ratusan tahun yang lalu, manusia hanya mengenal 9 buah bilangan, yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9. Pada awalnya, Bangsa Babilonia mempergunakan konsep nol sebagai ruang pembatas antara bilangan-bilangan, namun mereka tidak memiliki simbol untuk konsep tersebut dikarenakan cukup sebagai pembatas, namun konsep nol tersebut sering disalah tafsirkan sehingga mereka membuat simbol nol yang menyerupai nol yang kita kenal sekarang.
Hingga kemudian pada abad ke 7 Masehi, matematikawan bernama Brahmagupta memperkenalkan sifat angka nol seperti yang kita kenal sekarang. Namun Brahmagupta memiliki kesulitan dan kekeliruan ketika sebuah angka dibagi dengan nol, dia menyatakan bahwa “sebuah bilangan bila dibagi nol adalah tetap”. Namun kesalahan tersebut diperbaiki oleh Bhaskara yang menyatakan bahwa “pembagian sebuah angka oleh nol adalah jumlah yang tak hingga”. Kemudian Al-Khawarizmi, seorang matematikawan dari Arab yang kemudian meneliti dan mempopulerkan penggunaan bilangan nol sebagai nilai tempat basis sepuluh, yang kemudian disebut bilangan desimal.

Namun, apa saja misteri yang terdapat pada angka nol?

1. Angka nol, pembuat komputer error

Pelajaran tentang bilangan nol, dari sejak zaman dahulu sampai sekarang selalu menimbulkan kebingungan bagi para pelajar dan mahasiswa, bahkan masyarakat pengguna pada umumnya. Mengapa? Bukankah bilangan nol itu mewakili sesuatu yang tidak ada dan yang tidak ada itu ada, yakni nol. Siapa yang tidak bingung? Tiap kali bilangan nol muncul dalam pelajaran Matematika selalu ada ide yang aneh. Seperti ide jika sesuatu yang ada dikalikan dengan 0 maka menjadi tidak ada. Apakah mungkin 5×0 menjadi tidak ada?. Ide ini membuat orang- orang frustrasi. Apakah nol ahli sulap?
Aturan lain tentang nol yang juga misterius adalah bahwa suatu bilangan jika dibagi nol tidak didefinisikan. Maksudnya, bilangan berapa pun tidak bisa dibagi dengan nol. Komputer yang canggih bagaimana pun akan error mendadak jika tiba-tiba bertemu dengan pembagi angka nol. Komputer memang diperintahkan berhenti berpikir jika bertemu sang divisor nol.

2. Bergerak tapi diam

Bilangan tidak hanya terdiri atas bilangan bulat, tetapi juga ada bilangan desimal antara lain dari 0,1; 0,01; 0,001; dan seterusnya hingga sekecil- kecilnya. Karena sangat kecil tidak bisa lagi disebut atau tidak terhingga kecilnya dan pada akhirnya dianggap nol saja. Tetapi, ide ini ternyata sempat membingungkan karena jika bilangan tidak terhingga kecilnya dianggap nol maka berarti nol adalah bilangan terkecil. Padahal, nol mewakili sesuatu yang tidak ada.
Berdasarkan konsep bilangan desimal dan kontinu, maka garis bilangan yang kita pakai ternyata tidak sesederhana itu karena antara dua bilangan selalu ada bilangan ke tiga. Jika seseorang melompat dari bilangan 1 ke bilangan 2, tetapi dengan syarat harus melompat terlebih dahulu ke bilangan desimal yang terdekat, bisakah? Berapakah bilangan desimal terdekat sebelum sampai ke bilangan 2? Bisa saja angka 1/2. Tetapi, kita tidak boleh melompat ke angka 1/2 karena masih ada bilangan yang lebih kecil, yakni 1/4. Begitu seterusnya, selalu ada bilangan yang lebih dekat, yakni 0,1 lalu ada 0,01, 0,001, ..., 0,000001. Demikian seterusnya, sehingga pada akhirnya bilangan yang paling dekat dengan angka 1 adalah bilangan yang sedemikian kecilnya sehingga dianggap nol saja. Karena bilangan terdekat adalah nol alias tidak ada, maka Anda tidak pernah bisa melompat ke bilangan 2. Iyakan?

3. Tunawisma

Bilangan disusun berdasarkan hierarki menurut satu garis lurus. Pada titik awal adalah bilangan nol, kemudian bilangan 1, 2, dan seterusnya. Bilangan yang lebih besar di sebelah kanan dan bilangan yang lebih kecil di sebelah kiri. Semakin jauh ke kanan akan semakin besar bilangan itu. Berdasarkan derajat hierarki dan birokrasi bilangan, seseorang jika berjalan dari titik 0 terus-menerus menuju angka yang lebih besar ke kanan akan sampai pada bilangan yang tidak terhingga. Tetapi, mungkin juga orang itu sampai pada titik 0 kembali. Bukankah dunia ini bulat? Mungkinkah? Bukankah Columbus mengatakan bahwa kalau ia berlayar terus-menerus ia akan sampai kembali ke Eropa?
Lain lagi. Jika seseorang berangkat dari nol, ia tidak mungkin sampai ke bilangan 4 tanpa melewati terlebih dahulu bilangan 1, 2, dan 3. Tetapi, yang lebih aneh adalah pertanyaan mungkinkan seseorang bisa berangkat dari titik nol? Jelas tidak bisa, karena bukankah titik nol suatu titik yang tidak ada? Aneh dan sulit dipercayakan? Mari kita lihat lebih jauh.
Jika di antara dua bilangan atau antara dua buah titik terdapat sebuah ruas. Setiap bilangan mempunyai sebuah ruas. Jika ruas ini dipotong-potong kemudian titik lingkaran hitam dipindahkan ke tengah-tengah ruas, ternyata bilangan 0 tidak mempunyai ruas. Jadi, bilangan nol berada di awang-awang. Bilangan nol tidak mempunyai tempat tinggal alias tunawisma. Itulah sebabnya, mengapa bilangan nol harus menempel pada bilangan lain, misalnya, pada angka 1 membentuk bilangan 10, 100, 109, 10.403 dan sebagainya. Jadi, seseorang tidak pernah bisa berangkat dariMisteri Bilangan Nol
Angka nol merupakan angka yang kita kenal sebagai angka netral, yang letaknya berada di antara bilangan positif dan bilangan negatif. Namun bagaimana angka nol bisa ditemukan?
Ratusan tahun yang lalu, manusia hanya mengenal 9 buah bilangan, yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9. Pada awalnya, Bangsa Babilonia mempergunakan konsep nol sebagai ruang pembatas antara bilangan-bilangan, namun mereka tidak memiliki simbol untuk konsep tersebut dikarenakan cukup sebagai pembatas, namun konsep nol tersebut sering disalah tafsirkan sehingga mereka membuat simbol nol yang menyerupai nol yang kita kenal sekarang.
Hingga kemudian pada abad ke 7 Masehi, matematikawan bernama Brahmagupta memperkenalkan sifat angka nol seperti yang kita kenal sekarang. Namun Brahmagupta memiliki kesulitan dan kekeliruan ketika sebuah angka dibagi dengan nol, dia menyatakan bahwa “sebuah bilangan bila dibagi nol adalah tetap”. Namun kesalahan tersebut diperbaiki oleh Bhaskara yang menyatakan bahwa “pembagian sebuah angka oleh nol adalah jumlah yang tak hingga”. Kemudian Al-Khawarizmi, seorang matematikawan dari Arab yang kemudian meneliti dan mempopulerkan penggunaan bilangan nol sebagai nilai tempat basis sepuluh, yang kemudian disebut bilangan desimal.
Namun, apa saja misteri yang terdapat pada angka nol?
1. Angka nol, pembuat komputer error
Pelajaran tentang bilangan nol, dari sejak zaman dahulu sampai sekarang selalu menimbulkan kebingungan bagi para pelajar dan mahasiswa, bahkan masyarakat pengguna pada umumnya. Mengapa? Bukankah bilangan nol itu mewakili sesuatu yang tidak ada dan yang tidak ada itu ada, yakni nol. Siapa yang tidak bingung? Tiap kali bilangan nol muncul dalam pelajaran Matematika selalu ada ide yang aneh. Seperti ide jika sesuatu yang ada dikalikan dengan 0 maka menjadi tidak ada. Apakah mungkin 5×0 menjadi tidak ada?. Ide ini membuat orang- orang frustrasi. Apakah nol ahli sulap?
Aturan lain tentang nol yang juga misterius adalah bahwa suatu bilangan jika dibagi nol tidak didefinisikan. Maksudnya, bilangan berapa pun tidak bisa dibagi dengan nol. Komputer yang canggih bagaimana pun akan error mendadak jika tiba-tiba bertemu dengan pembagi angka nol. Komputer memang diperintahkan berhenti berpikir jika bertemu sang divisor nol.
2. Bergerak tapi diam
Bilangan tidak hanya terdiri atas bilangan bulat, tetapi juga ada bilangan desimal antara lain dari 0,1; 0,01; 0,001; dan seterusnya hingga sekecil- kecilnya. Karena sangat kecil tidak bisa lagi disebut atau tidak terhingga kecilnya dan pada akhirnya dianggap nol saja. Tetapi, ide ini ternyata sempat membingungkan karena jika bilangan tidak terhingga kecilnya dianggap nol maka berarti nol adalah bilangan terkecil. Padahal, nol mewakili sesuatu yang tidak ada.
Berdasarkan konsep bilangan desimal dan kontinu, maka garis bilangan yang kita pakai ternyata tidak sesederhana itu karena antara dua bilangan selalu ada bilangan ke tiga. Jika seseorang melompat dari bilangan 1 ke bilangan 2, tetapi dengan syarat harus melompat terlebih dahulu ke bilangan desimal yang terdekat, bisakah? Berapakah bilangan desimal terdekat sebelum sampai ke bilangan 2? Bisa saja angka 1/2. Tetapi, kita tidak boleh melompat ke angka 1/2 karena masih ada bilangan yang lebih kecil, yakni 1/4. Begitu seterusnya, selalu ada bilangan yang lebih dekat, yakni 0,1 lalu ada 0,01, 0,001, ..., 0,000001. Demikian seterusnya, sehingga pada akhirnya bilangan yang paling dekat dengan angka 1 adalah bilangan yang sedemikian kecilnya sehingga dianggap nol saja. Karena bilangan terdekat adalah nol alias tidak ada, maka Anda tidak pernah bisa melompat ke bilangan 2. Iyakan?
3. Tunawisma
Bilangan disusun berdasarkan hierarki menurut satu garis lurus. Pada titik awal adalah bilangan nol, kemudian bilangan 1, 2, dan seterusnya. Bilangan yang lebih besar di sebelah kanan dan bilangan yang lebih kecil di sebelah kiri. Semakin jauh ke kanan akan semakin besar bilangan itu. Berdasarkan derajat hierarki dan birokrasi bilangan, seseorang jika berjalan dari titik 0 terus-menerus menuju angka yang lebih besar ke kanan akan sampai pada bilangan yang tidak terhingga. Tetapi, mungkin juga orang itu sampai pada titik 0 kembali. Bukankah dunia ini bulat? Mungkinkah? Bukankah Columbus mengatakan bahwa kalau ia berlayar terus-menerus ia akan sampai kembali ke Eropa?
Lain lagi. Jika seseorang berangkat dari nol, ia tidak mungkin sampai ke bilangan 4 tanpa melewati terlebih dahulu bilangan 1, 2, dan 3. Tetapi, yang lebih aneh adalah pertanyaan mungkinkan seseorang bisa berangkat dari titik nol? Jelas tidak bisa, karena bukankah titik nol suatu titik yang tidak ada? Aneh dan sulit dipercayakan? Mari kita lihat lebih jauh.
Jika di antara dua bilangan atau antara dua buah titik terdapat sebuah ruas. Setiap bilangan mempunyai sebuah ruas. Jika ruas ini dipotong-potong kemudian titik lingkaran hitam dipindahkan ke tengah-tengah ruas, ternyata bilangan 0 tidak mempunyai ruas. Jadi, bilangan nol berada di awang-awang. Bilangan nol tidak mempunyai tempat tinggal alias tunawisma. Itulah sebabnya, mengapa bilangan nol harus menempel pada bilangan lain, misalnya, pada angka 1 membentuk bilangan 10, 100, 109, 10.403 dan sebagainya. Jadi, seseorang tidak pernah bisa berangkat dari angka nol menuju angka 4. Kita harus berangkat dari angka 1.
4. Mudah, tetapi salah
Guru meminta Ani menggambarkan sebuah garis geometrik dari persamaan 3x+7y = 25. Ani berpikir bahwa untuk mendapatkan garis itu diperlukan dua buah titik dari ujung ke ujung. Tetapi, setelah berhitung-hitung, ternyata cuma ada satu titik yang dilewati garis itu, yakni titik A(6, 1), untuk x=6 dan y=1. Sehingga Ani tidak bisa membuat garis itu. Sang guru mengingatkan supaya menggunakan bilangan nol. Ya, itulah jalan keluarnya. Pertama, berikan y=0 diperoleh x=(25-7×0)/3=8 (dibulatkan), merupakan titik pertama, B(8,0). Selanjutnya berikan x=0 diperoleh y=(25-3×0)/7=4 (dibulatkan), merupakan titik kedua C(0,4). Garis BC, adalah garis yang dicari. Namun, betapa kecewanya sang guru, karena garis itu tidak melalui titik A. Jadi, garis BC itu salah.
Ani membela diri bahwa kesalahan itu sangat kecil dan bisa diabaikan. Guru menyatakan bahwa bukan kecil besarnya kesalahan, tetapi manakah yang benar? Bukankah garis BC itu dapat dibuat melalui titik A? Kata guru, gunakan bilangan nol dengan cara yang benar. Bagaimana kita harus membantu Ani membuat garis yang benar itu? Mudah, kata konsultan Matematika. Mula-mula nilai 25 dalam 3x+7y harus diganti dengan hasil perkalian 3 dan 7 sehingga diperoleh 3x+7y=21.
Selanjutnya, dalam persamaan yang baru, berikan y=0 diperoleh x=21/3=7 (tanpa pembulatan) itulah titik pertama P(6,1). Kemudian berikan nilai x=0 diperoleh y=21/7 = 3 (tanpa pembulatan), itulah titik kedua Q(0, 3). Garis PQ adalah garis yang sejajar dengan garis yang dicari, yakni 3x+7y=25. Melalui titik A tarik garis sejajar dengan PQ diperoleh garis P1Q1. Nah, begitulah. Sang murid telah menemukan garis yang benar berkat bantuan bilangan nol.
Akan tetapi, sang guru masih sangat kecewa karena sebenarnya tidak ada satu garis pun yang benar. Bukankah dalam persamaan 3x1+7x2=25 hanya ada satu titik penyelesaian yakni titik A, yang berarti persamaan 3x1+7x2 itu hanya berbentuk sebuah titik? Bahkan pada persamaan 3x1+7x2=21 tidak ada sebuah titik pun yang berada dalam garis PQ. Oleh karena itu, garis PQ dalam sistem bilangan bulat, sebenarnya tidak ada. Aneh, bilangan nol telah menipu kita. Begitulah kenyataannya, sebuah persamaan tidak selalu berbentuk sebuah garis.
 angka nol menuju angka 4. Kita harus berangkat dari angka 1.

4. Mudah, tetapi salah

Guru meminta Ani menggambarkan sebuah garis geometrik dari persamaan 3x+7y = 25. Ani berpikir bahwa untuk mendapatkan garis itu diperlukan dua buah titik dari ujung ke ujung. Tetapi, setelah berhitung-hitung, ternyata cuma ada satu titik yang dilewati garis itu, yakni titik A(6, 1), untuk x=6 dan y=1. Sehingga Ani tidak bisa membuat garis itu. Sang guru mengingatkan supaya menggunakan bilangan nol. Ya, itulah jalan keluarnya. Pertama, berikan y=0 diperoleh x=(25-7×0)/3=8 (dibulatkan), merupakan titik pertama, B(8,0). Selanjutnya berikan x=0 diperoleh y=(25-3×0)/7=4 (dibulatkan), merupakan titik kedua C(0,4). Garis BC, adalah garis yang dicari. Namun, betapa kecewanya sang guru, karena garis itu tidak melalui titik A. Jadi, garis BC itu salah.
Ani membela diri bahwa kesalahan itu sangat kecil dan bisa diabaikan. Guru menyatakan bahwa bukan kecil besarnya kesalahan, tetapi manakah yang benar? Bukankah garis BC itu dapat dibuat melalui titik A? Kata guru, gunakan bilangan nol dengan cara yang benar. Bagaimana kita harus membantu Ani membuat garis yang benar itu? Mudah, kata konsultan Matematika. Mula-mula nilai 25 dalam 3x+7y harus diganti dengan hasil perkalian 3 dan 7 sehingga diperoleh 3x+7y=21.
Selanjutnya, dalam persamaan yang baru, berikan y=0 diperoleh x=21/3=7 (tanpa pembulatan) itulah titik pertama P(6,1). Kemudian berikan nilai x=0 diperoleh y=21/7 = 3 (tanpa pembulatan), itulah titik kedua Q(0, 3). Garis PQ adalah garis yang sejajar dengan garis yang dicari, yakni 3x+7y=25. Melalui titik A tarik garis sejajar dengan PQ diperoleh garis P1Q1. Nah, begitulah. Sang murid telah menemukan garis yang benar berkat bantuan bilangan nol.
Akan tetapi, sang guru masih sangat kecewa karena sebenarnya tidak ada satu garis pun yang benar. Bukankah dalam persamaan 3x1+7x2=25 hanya ada satu titik penyelesaian yakni titik A, yang berarti persamaan 3x1+7x2 itu hanya berbentuk sebuah titik? Bahkan pada persamaan 3x1+7x2=21 tidak ada sebuah titik pun yang berada dalam garis PQ. Oleh karena itu, garis PQ dalam sistem bilangan bulat, sebenarnya tidak ada. Aneh, bilangan nol telah menipu kita. Begitulah kenyataannya, sebuah persamaan tidak selalu berbentuk sebuah garis.

Saturday 25 June 2016

Metode Drill

A. Pengertian Metode Drill


Sebelum mendefinisikan tentang metode drill terlebih dahulu mengetahui tentang metode mengajar itu sendiri. Abu Ahmad mengatakan “Metode mengajar adalah cara guru memberikan pelajaran dan cara murid menerima pelajaran pada waktu pelajaran berlangsung, baik dalam bentuk memberitahukan atau membangkitkan”. Oleh karena itu peranan metode pengajaran ialah sebagai alat untuk menciptakan proses belajar mengajar yang kondusif. Dengan metode ini diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan mengajar guru, dengan kata lain terciptalah interaksi edukatif antara guru dengan siswa. Dalam interaksi ini guru berperan sebagai penggerak atau pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai penerima atau yang dibimbing. Proses interaksi ini akan berjalan dengan baik jika siswa lebih aktif di bandingkan dengan gurunya. Oleh karenanya metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa dan sesuai dengan kondisi pembelajaran.
Salah satu usaha yang tidak boleh ditinggalkan oleh guru adalah bagaimana guru memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang mempengaruhi dalam proses belajar mengajar. Kerangka berpikir yang demikian bukanlah suatu hal yang aneh tetapi nyata dan memang betul-betul dipikirkan oleh guru. Abu Ahmad mengatakan, ”metode drill adalah suatu
cara mengajar dimana siswa melaksanakan kegiatan- kegiatan latihan, agar siswa memiliki ketangkasan atau ketrampilan yang lebih tinggi dari apa yang dipelajari”.
Sedangkan Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain berpandapat, Metode latihan yang disebut juga dengan metode training yaitu merupakan suatu cara kebiasaan-kebiasaan tertentu. Juga sarana untuk memelihara kebiasaan-kebiasaan yang baik. Selain itu, metode ini dapat juga digunakan untuk ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan ketrampilan.
Dalam buku Nana Sudjana, Metode drill adalah satu kegiatan melakukan hal yang sama, berulang-ulang secara sungguh-sungguh dengan tujuan untuk memperkuat suatu asosiasi atau menyempurnakan suatu ketrampilan agar menjadi bersifat permanen. Ciri yang khas dari metode ini adalah kegiatan berupa pengulangan yang berkali-kali dari suatu hal yang sama.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa drill adalah latihan dengan praktek yang dilakukan berulang kali atau kontinyu/untuk mendapatkan keterampilan dan ketangkasan praktis tentang pengetahuan yang dipelajari. Lebih dari itu diharapkan agar pengetahuan atau keterampilan yang telah dipelajari itu menjadi permanen, mantap dan dapat dipergunakan setiap saat oleh yang bersangkutan. Harus disadari sepenuhnya bahwa apabila penggunaan metodc tersebut tidak/kurang tepat akan menimbulkan hal-hal yang negatif; anak kurang kreatif dan kurang dinamis.
B. Macam-macam Metode Drill
Bentuk- bentuk Metode drill menurut Muhaimin dan Abdul Mujib, dapat direalisasikan dalam berbagai bentuk teknik, yaitu sebagai berikut:
1. Teknik Inquiry (kerja kelompok)
Teknik ini dilakukan dengan cara mengajar sekelompok anak didik untuk bekerja sama dan memecahakan masalah dengan cara mengerjakan tugas yang diberikan.
2. Teknik Discovery (penemuan)
Dilakukan dengan melibatkan anak didik dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, diskusi.
3. Teknik Micro Teaching
Digunakan untuk mempersiapkan diri anak didik sebagai calon guru untuk menghadapi pekerjaan mengajar di depan kelas dengan memperoleh nilai tambah atau pengetahuan, kecakapan dan sikap sebagai guru.
4. Teknik Modul Belajar
Digunakan dengan cara mengajar anak didik melalui paket belajar berdasarkan performan (kompetensi).
5. Teknik Belajar Mandiri
Dilakukan dengan cara menyuruh anak didik agar belajar sendiri, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
Tidak disangka ternyata di dalam metode drill itu sendiri juga terdapat beberapa teknik yang bisa dipakai untuk melaksanakan metode drill tersebut. Yang mana semua metode tersebut bagus untuk pembelajaran tetapi semua itu tidak terlepas dari pemilihan materi yang cocok dengan teknik metode tersebut.
C. Tujuan Penggunaan Metode Drill
Metode drill biasanya digunakan untuk tujuan agar siswa:

  1. Memiliki kemampuan motoris/gerak, seperti menghafalakan kata-kata, menulis, mempergunakan alat,
  2. Mengembangkan kecakapan intelek, seperti mengalikan, membagi,menjumlahkan, 
  3. Memiliki kemampuan menghubungkan antara sesuatu keadaan dengan yang lain.

Dengan adanya tujuan tersebut, kita bisa mengetahui berbagai kemampuan yang dimiliki oleh setiap peserta didik.

D. Syarat-Syarat Dalam Metode Drill

  1. Masa latihan harus menarik dan menyenangkan.
  2. Agar hasil latihan memuaskan, minat instrinsik diperlukan.
  3. Tiap-tiap langkah kemajuan yang dicapai harus jelas.
  4. Hasil latihan terbaik yang sedikit menggunakan emosi
  5. Latihan-latihan hanyalah untuk ketrampilan tindakan yang bersifat otomatik.
  6. Latihan diberikan dengan memperhitungkan kemampuan/daya tahan murid, baik segi jiwa maupun jasmani.
  7. Adanya pengerahan dan koreksi dari guru yang melatih sehingga murid tidak perlu mengulang suatu respons yang salah.
  8. Latihan diberikan secara sistematis.
  9. Latihan lebih baik diberikan kepada perorangan karena memudahkan pengarahan dan koreksi.
  10. Latihan-latihan harus diberikan terpisah menurut bidang ilmunya.

E. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan
Dalam penggunaan teknik latihan agar bila berhasil guna dan berdaya guna perlu ditanamkan pengertian bagi instruktur maupun siswa ialah:

  1. Tujuan harus dijelaskan kepada siswa sehingga selesai latihan mereka diharapkan dapat mengerjakan dengan tepat sesuai apa yang diharapkan.
  2. Tentukan dengan jelas kebiasaan yang dilatihkan sehingga siswa mengetahui apa yang harus dikerjakan.
  3. Lama latihan harus disesuaikan dengan kemampuan siswa.
  4. Selingilah latihan agar tidak membosankan.
  5. Perhatikan kesalahan-kesalahan umum yang dilakukan siswa untuk perbaikan secara klasikal sedangkan kesalahan perorangan dibetulkan secara perorangan pula.

Guru perlu memperhatikan dan memahami nilai dari latihan itu sendiri serta kaitannya dengan keseluruhan pelajaran di sekolah. Dalam persiapan sebelum memasuki latihan, guru harus memberikan pengertian dan perumusan tujuan yang jelas bagi siswa, sehingga mereka mengerti dan memahami apa tujuan latihan dan bagaimana kaitannya dengan pelajaranpelajaran lain yang diterimanya. Persiapan yang baik sebelum Iatihan mendorong/mernotivasi siswa agar responsif yang fungsional, berarti dan bermakna bagi penerima pengetahuan dan akan lama tinggal dalam jiwanya karena sifatnya permanen, serta siap untuk digunakan/dimanfaatkan oleh siswa dalam kehidupan.
E. Prinsip Dan Petunjuk Menggunakan Metode Drill

  1. Siswa harus diberi pengertian yang mendalam sebelum diadakan latihan tertentu.
  2. Latihan untuk pertama kalinya hendaknya bersifat diagnosis, mula-mula kurang berhasil, lalu diadakan perbaikan untuk kemudian bisa lebih sempurna.
  3. Latihan tidak perlu lama asal sering dilaksanakan.
  4. Harus disesuaikan dengan taraf kemampuan siswa.
  5. Proses latihan hendaknya mendahulukan hal-hal yang esensial dan berguna.
  6. Drill hanyalah untuk bahan atau perbuatan yang bersifat otomatis.
  7. Latihan untuk pertama kalinya hendaknya bersikap diagnostik: a. Pada taraf permulaan jangan diharapkan reproduksi yang sempurna. b. Dalam percobaan kembali harus diteliti kesulitan yang timbul. c. Respon yang benar harus diperkuat. d. Baru kemudian diadakan variasi, perkembangan arti dan kontrol
  8. Masa latihan secara relatif singkat, tetapi harus sering dilakukan.
  9. Pada waktu latihan harus dilakukan proses essensial.
  10. Di dalam latihan yang pertama-tama adalah ketepatan, kecepatan dan pada akhirnya kedua-duanya harus dapat tercapai sebagai kesatuan.
  11. Latihan harus memiliki arti dalam rangka tingkah laku yang lebih luas.
  12. Sebelum melaksanakan, pelajar perlu mengetahui terlebih dahulu arti latihan itu.
  13. Ia perlu menyadari bahwa latihan-latihan itu berguna untuk kehidupan selanjutnya.
  14. Ia perlu mempunyai sikap bahwa latihan-latihan itu diperlukan untuk melengkapi belajar.
Latihan itu pada umumnya digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan atau ketrampilan dari apa yang telah dipelajari. Tapi juga tidak lepas dari seberapa jauh kemampuan siswa tersebut. Selain itu, metode ini tidak usah terlalu lama digunakan, asalkan sering dipakai. Sehingga murid lama-kelamaan akan terbiasa dengan penggunaan metode tersebut. Jadi
metode ini tidak boleh terlalu dipaksakan ketika siswa sudah dirasa tidak mampu menerima materi tersebut dengan metode ini. Mengingat latihan ini kurang mengembangkan bakat/inisiatif siswa untuk berfikir, maka hendaknya guru/pengajar memperhatikan tingkat
kewajaran dari metode ini:

  1. Latihan, wajar digunakan untuk hal-hal yang bersifat motorik seperti menulis, permainan, pembuatan dan lain-lain.
  2. Untuk melatih kecakapan mental, misalnya perhitungan penggunaan rumus-rumus dan lain-lain.
  3. Untuk melatih hubungan, tanggapan seperti penggunaan bahasa, grafik, simbul peta dan lain-lain.
F. Langkah-Langkah penerapan Drill
Untuk kesuksesan pelaksanaan teknik latihan itu perlu instruktur/guru memperhatikan langkah-langkah/prosedur yang disusun demikian:

  1. Gunakanlah latihan ini hanya untuk pelajaran atau tindakan yang dilakukan secara otomatis, ialah yang dilakukan siswa tanpa menggunakan pemikiran dan pertimbangan yang mendalam. Tetapi dapat dilakukan dengan cepat seperti gerak refleks saja, seperti: menghafal, menghitung, lari dan sebagainya.
  2. Guru harus memilih latihan yang mempunyai arti luas ialah yang dapat menanamkan pengertian pemahaman akan makna dan tujuan latihan sebelum mereka melakukan. Latihan itu juga mampu menyadarkan siswa akan kegunaan bagi kehidupannya saat sekarang ataupun dimasa yang akan datang. Juga dengan latihan itu siswa merasa perlunya untuk melengkapi pelajaran yang diterimanya.
  3. Di dalam latihan pendahuluan instruktur harus lebih menekankan pada diagnosa, karena latihan permulaan itu kita belum bisa mengharapkan siswa dapat menghasilkan ketrampilan yang sempurna. Pada latihan berikutnya guru perlu meneliti kesukaran atau hambatan yang timbul dan dialami siswa, sehingga dapat memilih/menentukan latihan mana yang perlu diperbaiki. Kemudian instruktur menunjukkan kepada siswa respons/tanggapan yang telah benar dan memperbaiki respons-respons yang salah. Kalau perlu guru mengadakan variasi latihan dengan mengubah situasi dan kondisi latihan, sehingga timbul response yang berbeda untuk peningkatan dan penyempurnaan kecakapan atau ketrampilannya.
  4. Perlu mengutamakan ketepatan, agar siswa melakukan latihan secara tepat, kemudian diperhatikan kecepatan; agar siswa dapat melakukan kecepatan atau ketrampilan menurut waktu yang telah ditentukan; juga perlu diperhatikan pula apakah respons siswa telah dilakukan dengan tepat dan cepat.
  5. Guru memperhitungkan waktu/masa latihan yang singkat saja agar tidak meletihkan dan membosankan, tetapi sering dilakukan puda kesempatan yang lain. Masa latihan itu harus menyenangkan dan menarik, bila perlu dengan mengubah situasi dan kondisi sehingga menimbulkan optimisme pada siswa dan kemungkinan rasa gembira itu bisa menghasilkan ketrampilan yang baik.
  6. Guru dan siswa perlu memikirkan dan mengutamakan proses yang esensial/yang pokok atau inti; sehingga tidak tenggelam pada hal-hal yang rendah/tidak perlu kurang diperlukan.
  7. Instruktur perlu memperhatikan perbedaan individual siswa. Sehingga kemampuan dan kebutuhan siswa masing-masing tersalurkan/dikembangkan. Maka dalam pelaksanaan latihan guru perlu mengawasi dan memperhatikan latihan perseorangan. Dengan langkahlangkah itu diharapkan bahwa latihan akan betul-betul bermanfaat bagi siswa untuk menguasai kecakapan itu. Serta dapat menumbuhkan pemahaman untuk melengkapi penguasaan pelajaran yang diterima secara teori dan praktek di sekolah.

G. Keuntungan atau Kelebihan Metode Drill

  1. Bahan pelajaran yang diberikan dalam suasana yang sungguh-sungguh akan lebih kokoh tertanam dalam daya ingatan murid, karena seluruh pikiran, perasaan, kemauan dikonsentrasikan pada pelajaran yang dilatihkan.
  2. Anak didik akan dapat mempergunakan daya fikirannya dengan bertambah baik, karena dengan pengajaran yang baik maka anak didik akan menjadi lebih teratur, teliti dan mendorong daya ingatnya.
  3. Adanya pengawasan, bimbingan dan koreksi yang segera serta langsung dari guru, memungkinkan murid untuk melakukan perbaikan kesalahan saat itu juga. Hal ini dapat menghemat waktu belajar disamping itu juga murid langsung mengetahui prestasinya.
  4. Siswa akan memperoleh ketangkasan dan kemahiran dalam melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipelajarinya.
  5. Dapat menimbulkan rasa percaya diri bahwa para siswa yang berhasil dalam belajarnya telah memiliki suatu keterampilan khusus yang berguna kelak di kemudian hari.
  6. Guru bisa lebih mudah mengontrol dan dapat membedakan mana siswa yang disiplin dalam belajarnya dan mana yang kurang dengan memperhatikan tindakan dan perbuatan siswa disaat berlangsungnya pengajaran.
  7. Untuk memperoleh kecakapan motoris, seperti menulis, melafalkan huruf, kata-kata atau kalimat, membuat alat-alat, menggunakan alat-alat (mesin permainan dan atletik) dan terampil menggunakan peralatan olah raga.
  8. Untuk memperoleh kecakapan mental dan memperoleh kecakapan dalam bentuk asosiasi yang dibuat serta pembentukan kebiasaan yang dilakukan dan menambah ketepatan serta kecepatan pelaksanaan.
  9. Pemanfaatan kebiasaan-kebiasaan yang tidak memerlukan konsentrasi dalam pelaksanaannya serta pembentukan kebiasaan-kebiasaan tersebut.

Pengertian siswa lebih luas melalui latihan berulang-ulang.
Dengan adanya berbagai keuntungan dari penggunaan metode drill ini maka diharapkan bahwa latihan akan benar-benar bermanfaat bagi siswa untuk menguasai materi tersebut. Serta dapat menumbuhkan pemahaman untuk melengkapi penguasaan pelajaran yang diterima secara teori dan praktek di sekolah.
H. Kelemahan Metode Drill dan Petunjuk Untuk Mengurangi Kelemahan- Kelemahan Tersebut
1. Kelemahan Metode Drill
a. Latihan Yang dilakukan di bawah pengawasan yang ketat dan suasana serius mudah sekali menimbulkan kebosanan.
b. Tekanan yang lebih berat, yang diberikan setelah murid merasa bosan atau jengkel tidak akan menambah gairah belajar dan menimbulkan keadaan psikis berupa mogok belajar/latihan.
c. Latihan yang terlampau berat dapat menimbulkan perasaan benci dalam diri murid, baik terhadap pelajaran maupun terhadap guru.
d. Latihan yangs selalu diberikan di bawah bimbingan guru, perintah guru dapat melemahkan inisiatif maupun kreatifitas siswa.
e. Karena tujuan latihan adalah untuk mengkokohkan asosiasi tertentu, maka murid akan merasa asing terhadap semua struktur-struktur baru dan menimbulkan perasan tidak berdaya.
f. Menghambat bakat dan inisiatif siswa, karena siswa lebih banyak dibawa kepada penyesuaian dan diarahkan jauh dari pengertian.
g. Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan. Dan kadang-kadang latihan yang dilaksanakan secara berulang-ulang merupakan hal yang monoton, mudah membosankan.
h. Membentuk kebiasaan yang kaku, artinya seolah- olah siswa melakukan sesuatu secara mekanis dan dalam memberikan stimulus siswa dibiasakan bertindak secara otomatis.
i. Dapat menimbulkan Verbalisme, terutama pengajaran yang bersifat menghafal dimana siswa dilatih untuk dapat menguasai bahan pelajaran secara hafalan dan secara otomatis mengingatkannyabila ada pertanyaan- pertanyaan yang berkenaan dengan hafalan tersebut tanpa suatu proses berfikir secara logis.
Sebagai suatu metode yang diakui banyak mempunyai kelebihan, juga tidak dapat disangkal bahwa metode drill ini juga mempunyai beberapa kelemahan. Maka dari itu, guru yang ingin mempergunakan metode drill ini kiranya tidak salah bila memahami karakteristik metode ini terlebih dahulu.
2. Petunjuk Untuk Mengurangi Kelemahan-Kelemahan di Atas
a. Janganlah seorang guru menuntut dari murid suatu respons yang sempurna, reaksi yang tepat.
b. Jika terdapat kesulitan pada murid pada saat merespon, mereaksi, hendaknya guru segera meneliti sebab-sebab yang menimbulkan kesulitan tersebut.
c. Berikanlah segera penjelasan-penjelasan, baik bagi reaksi atau respon yang betul maupun yang salah. Hal ini perlu dilakukan agar murid dapat mengevaluasi kemajuan dari latihannya.
d. Usahakan murid memiliki ketepatan merespon kemudian kecepatan merespon.
e. Istilah-istilah baik berupa kata-kata maupun kalimat-kalimat yang digunakan dalam latihan hendaknya dimengerti oleh murid. Sebelum kita memulai metode tersebut hendaknya kita mengetahui tentang kelemahan-kelemahan yang akan kita hadapi nantinya. Sehingga guru bisa memprediksi apa-apa yang akan terjadi ketika metode ini tidak berhasil. Tetapi kelemahan tersebut bisa diatasi apabila guru mengetahui petunjuk supaya kekurangan tersebut bisa sedikit teratasi.
I. Latihan Siap (Drill) Cocok Digunakan Bilamana untuk Memperoleh:

  1. Kecakapan motorik, seperti mengulas, menulis, menghafal, membuat alatalat, menggunakan alat/ mesin, permainan dan atletik.
  2. Kecakapan mental, seperti melakukan perkalian, menjumlah, mengenal tanda-tanda simbol dan sebaginya.
  3. Asosiasi yang dibuat, seperti hubungan huruf-huruf dalam ejaan, penggunaan simbol, membaca peta dan sebagainya.
  4. Dalam mengajarkan kecakapan dengan metode latihan siap guru harus mengetahui sifat kecakapan itu sendiri.
  5. Kecakapan sebagai penyempurnaan dari pada suatu arti dan bukan sebagai hasil proses mekanis semata-mata.
  6. Kecakapan tersebut dikatakan tidak benar, bila hanya menentukan suatu hal yang rutin yang dapat dicapai dengan pergaulan yang tidak menggunakan pikiran, sebab kenyataan bertindak atau berbuat harus sesuai dengan situasi dan kondisi.

Untuk mendapatkan kecakapan dengan metode drill ini, ada dua fase
yaitu:

  1. Fase integratif, dimana persepsi dari arti dan proses dikembangkan. Pada fase ini belajar kecakapan dikembangkan menurut praktek yang berarti sering melakukan hubungan fungsional dan aktifitas penyelidikan.
  2. Fase penyempurnaan atau fase menyelesaikan di mana ketelitian dikembangkan. Dalam fase ini diperlukan ketelitian dapat dikembangkan menurut praktek yang derulang kali. Jadi variasi praktek di sini ditujukkan untuk mendalami arti bukan ketangkasan. Sedangkan praktek yang sering ditunjukkan untuk mempertinggi efensiensi, bukan untuk mendalami arti.

Friday 24 June 2016

Metode Penugasan (Resitasi)

A. Pengertian Metode Penugasan (Resitasi)
Yang dimaksud dengan metode tugas (resitasi) menurut Sayiful Sagala adalah “cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas tertentu agar murid melakukan kegiatan belajar, kemudian harus dipertanggung jawabkannya.” Misalnya tugas ayang dilaksanakan oleh siswa dapat dilakukan dalam kelas, halaman sekolah, perpustakaan, masjid atau dimana saja asalkan tugas tersebut dikerjakan, kemudian tugas tersebut dipertanggung jawabkan kepada guru. Dalam percakapan sehari-hari metode ini dikenal dengan sebutan pekerjaan rumah tetapi sebenarnya metode ini lebih luas dari pada pekerjaan rumah saja, karena dalam metode ini terdiri dari tiga fase antara lain: pertama pendidik memberikan tugas, kedua anak didik melaksanakan tugas belajar, dan ketiga siswa mempertanggung jawabkan apa yang telah dipelajari.
Dengan cara ini diharapkan agar siswa belajar bebas tetapi bertanggung jawab dan murid-murid akan berpengalaman mengetahui berbagai kesulitan dan mengatasi kesulitan ini, karena dengan tugas ini siswa memiliki kesempatan untuk saling membandingkan dengan hasil siswa yang lain. Merangsang anak didik agar lebih giat belajar lagi, memupuk inisiatif bertanggung jawab dan berdiri sendiri, memperkaya kegiatan luar, memperkuat hasil belajar. Selain itu menyadarkan siswa untuk selalu memanfaatkan waktu senggangnya untuk hal-hal yang menunjang belajar dengan mengisi kegiatan-kegiatan yang kurang berguna dan konstruktif.
Metode ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran terlalu banyak sementar waktu sedikit. Artinya, banyaknya bahan yang tersedia dengan waktu kurang seimbang. Agar bahan pelajaran selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh kurikulum maka metode ini dapat digunakan. Dalam hal ini tugas dapat diberikan dalam bentuk daftar pertanyaan atau satu perintah membaca suatu bahan pelajaran kemudian didiskusikan di dalam kelas, atau mencari uraian yang belum jelas disebutkan dalam buku pelajaran. Dapat juga tugas secara lisan, mengumpulkan sesuatu, membuat sesuatu dan lain sebagainya. Hanya diharapkan bila guru memberikan tugas kepada siswa, hari berikutnya agar dicek, dikerjakan apa tidak. Kemudian dievaluasi untuk memotvasi siswa agar mengetahui hasil kerja siswa. Tugas dapat berupa perintah kemudian siswa mempelajari bersama secara kelompok atau sendiri, kemuadian mereka disuruh menyusun laporan atau didiskusikan dengan seluruh siswa. Dengan demikian siswa dapat bertanggung jawab dengan tugasnya, selain itu siswa menjadi terhasil untuk mempelajari mata pelajaran bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
B. Fase Memberikan Tugas (Resitasi)
Yakni guru memberikan tugas-tugas yang baik secara perorangan yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan:

  1. Tujuan yang akan dicapai.
  2. Jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan tersebut.
  3. Sesuai dengan kemampuan siswa.
  4. Ada petunjuk atau sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa.
  5. Disediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas tersebut.

C. Pelaksanaan Tugas (resitasi)

  1. Memberikan atau pengawasan oleh guru. 
  2. Di berikan dorongan sehingga siswa mau bekerja.
  3. Diusahakan atau dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain.
  4. Dianjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang dia peroleh dan sistematis.

D. Fase Mempertanggung Jawabkan Tugas
Hal yang harus dikerjakan dalam fase ini:

  1. Laporan siswa baik lisan maupun tertulis dari apa yang dikerjakan.
  2. Ada tanya jawab atau diskusi kelompok.
  3. Penilaian dari para siswa baik dengan tes maupun non tes atau cara lainnya. Dan fase mempertanggung jawabkan inilah yang disebut dengan resitasi.

Adapun menurut Zakiyyah Darajat Pemberian tugas dapat dilakukan dalam beberapa hal, yaitu:

  1. Murid diberi tugas mempelajari bagian dari suatu buku teks baik secara kelompok maupun secara perorangan. Diberi waktu tertentu untuk mengerjakannya, kemudian murid yang bersangkutan mempertanggungjawabkan.
  2. Murid diberi tugas untuk melaksanakan sesuatu yang tujuannya melatih mereka dalam hal yang bersifat kecakapan mental dan motorik.
  3. Murid diberi tugas untuk mengatasi masalah tertentu atau problem tertentu dengan cara mencoba untuk mengucapkannya. Dengan tujuan agar murid biasa berfikir ilimiah (logis dan sistematis) dalam memecahkan suatu masalah.
  4. Murid diberi tugas untuk melaksanakan proyek dengan tujuan agar murid-murid membiasakan diri untuk brtanggungjawab terhadap penyelesaian suatu masalah, yang telah disediakan dana bagaimana mengolah selanjutnya.

Dalam metode pemberian tugas atau resitasi ini syarat yang harus diketahui oleh pendidik dan siswa yang diberi tugas yaitu:

  1. Tugas yang diberikan harus berkaitan dengan pelajaran yang telah mereka pelajari, sehingga muri disamping sanggup mengerjakannya juga sanggup menghubungkannya dengan pelajaran-pelajaran tertentu.
  2. Guru harus dapat mengukur dan memperkirakan bahwa tugas yang diberikan kepada murid akan dapat dilaksanakannya karena sesuai kesanggupan dan kecerdasan yang dimilikinya.
  3. Guru harus menanamkan kepada murid bahwa tugas yang diberikan kepada mereka akan dikerjakan atas kesadaran sendiri yang ditimbul dari hati sanubarinya.
  4. Jenis tugas diberikan kepada murid harus dimengerti benar-benar sehingga murid tidak ada keraguan dalam melaksanakannya.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Penugasan (Resitasi)
Dalam penggunaan suatu metode pasti ada kelebihan dan kekurangannya, begitu juga dengan metode ini.
1. Kelebihan Metode Tugas (Resitasi)

  • Karena siswa memahami sendiri pengetahuan yang dicari sehingga pengetahuan itu akan tinggal lama dalam ingatan jiwanya.
  • Mengembangkan daya berfikir sendiri, daya inisiatif, tanggung jawab dan melatih berdiri sendiri.
  • Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas individual maupun kelompok.

2. Kekurangan Metode Tugas (Resitasi)

  • Siswa sulit dikontrol, apakah benar ia yang mengerjakan atau hanya meniru pekerjaan temannya.
  • Khusus tugas kelompok, tidak jarang yang aktif mengerjakan dan menyelesaikannya adalah anggota tertentu saja, sedangkan anggota yang lain tidak ikut berpartisipasi dengan baik.
  • Tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu siswa. Sering memberikan tugas yang monoton dapat menimbulkan kebosanan siswa.