Benih-benih paham Marxis dibawa masuk ke
Indonesia oleh seorang Belanda yang bernama H.J.F.M. Sneevliet. Atas dasar
Marxisme inilah kemudian pada tanggal 9 Mei 1914 di Semarang, Sneevliet
bersama-sama dengan P. Bersgma, H.W. Dekker dan J.A. Brandsteder berhasil
mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV). Ternyata ISDV
tidak mampu berkembang sehingga Sneevliet melakukan infiltrasi (penyusupan)
kader-kadernya ke dalam tubuh Sarekat Islam (SI) dengan menjadikan
anggota-anggota ISDV sebagai anggota SI, dan sebaliknya anggota-anggota SI
dijadikan anggota ISDV.
Dengan cara itu Sneevliet dan ISDV mempunyai
pengaruh yang kuat di kalangan Sarekat Islam, lebih-lebih setelah berhasil
mengambil alih beberapa pemimpin SI, seperti Semaun dan Darsono. Mereka inilah
yang dididik secara khusus untuk menjadi tokoh-tokoh Marxisme tulen. Akibatnya
SI Cabang Semarang yang sudah berada di bawah pengaruh ISDV semakin jelas warna
Marxisnya dan selanjutnya terjadilah perpecahan dalam Sarekat Islam.
Pada tanggal 23 Mei 1923 ISDV berubah nama
menjadi Partai Komunis Hindia dan selanjutnya pada bulan Desember 1924 menjadi
Partai Komunis Indonesia (PKI). Susunan pengurus PKI, antara lain Semaun
(ketua), Darsono (wakil ketua), Dekker (bendahara) dan Bersgma (sekretaris).
PKI semakin aktif dalam kancah politik dan
untuk menarik massa PKI menghalalkan secara cara dalam propagandanya.
Sampai-sampai tidak segan-segan untuk mempergunakan kepercayaan rakyat seperti
Ramalan Jayabaya dan Ratu Adil.
Kemajuan yang diperolehnya ternyata membuat
PKI lupa diri sehingga merencanakan suatu petualangan politik. Pada tanggal 13
November 1926 PKI melancarkan pemberontakan di Batavia dan disusul di
daerah-daerah lain, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Di Sumatra
Barat pemberontakan PKI dilancarkan pada tanggal 1 Januari 1927. Dalam waktu
yang singkat semua pemberontakan PKI tersebut dapat ditumpas. Akhirnya, ribuan
rakyat ditangkap, dipenjara, dan dibuang ke Tanah Merah dan Digul Atas (Papua).
No comments:
Write komentar