Tuesday, 3 April 2018

Teori Belajar Jean Piaget

A.   Sekilas tentang Jean Piaget

Jean Piaget adalah seorang tokoh pendidikan yang dilahirkan di Neuchâtel, Swiss, pada tanggal 9 Agustus 1896. Ayahnya bernama Arthur Piaget sedangkan ibunya bernama Rebecca Jackson. Ayahnya adalah seorang profesor sastra sedangkan ibunya orangnya cerdas dan energik. Jean Piaget terkenal dengan teorinya tentang perkembangan psikologis manusia. Selama penelitian Piaget semakin yakin akan adanya perbedaan antara proses pemikiran anak dan orang dewasa. Ia yakin bahwa anak bukan merupakan suatu tiruan dari orang dewasa. Anak bukan hanya berpikir kurang efisien dari orang dewasa, melainkan berpikir secara berbeda dengan orang dewasa. Itulah sebabnya mengapa Piaget yakin bahwa ada tahap perkembangan kognitif yang berbeda dari anak sampai menjadi dewasa.


B.   Tahap Perkembangan Kognitif Piaget

Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetika, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis, yaitu perkembangan system syaraf. Dengan bertambahnya umur maka susunan syaraf seseorang akan semakin kompleks dan memungkinkan kemampuannya akan semakin meningkat. Jean Piaget meneliti dan menulis subjek perkembangan kognitif ini dari tahun 1927 sampai 1980. Berbeda dengan para ahli-ahli psikologi sebelumnya, Piaget menyatakan bahwa cara berpikir anak bukan hanya kurang matang dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan , tetapi juga berbeda secara kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap perkembangan individu /pribadi serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan belajar individu.

Piaget mengembangkan teori perkembangan kognitif yang cukup dominan selama beberapa dekade. Dalam teorinya Piaget membahas pandangannya tentang bagaimana anak belajar. Menurut Jean Piaget, dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya berada diantara anak dengan lingkungan fisiknya. Interaksi anak dengan orang lain memainkan peranan penting dalam mengembangkan pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang lain, seorang anak yang tadinya memiliki pandangan subyektif terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif.

Proses belajar haruslah di sesuaikan dengan perkembagan syaraf seorang anak, dengan bertambahnya umur maka susunan saraf seorang akan semakin kompleks dan memungkinkan kemampuannya semakin meningkat. Karena itu proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Perjenjangan ini bersifat hierarki, yaitu melalui tahap-tahap tertentu sesuai dengan umurnya. Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu yang diluar kemampuan kognitifnya.  Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget yaitu :

1.   Struktur, Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan (action) menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi menuju pada perkembangan struktur-struktur.
2.   Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.
3.   Fungsi, Adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mengestimasikan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan. Adaptasi, terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.

Menurut Pieget, proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu asimilasi, akomodasi dan equilibrasi.
1.   Asimilasi, adalah proses penyatuan informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa.
2.   Akomodasi, adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru.
3.   Equilibrasi, adalah proses penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.

Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Tahap perkembangan kognitif menurut Piaget dibagi menjadi 4 tahap antara lain:

1.   Tahap sensorimotor (umur 0 – 2 tahun)

Pada tahap sensorimotor, anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik yaitu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan. Karakteristik tahap ini merupakan gerakan-gerakan akibat suatu reaksi langsung dari rangsangan. Anak mengatur alamnya dengan indera(sensori) dan tindakan-tindakannya(motor), anak belum mempunyai kesadaran-kesadaran adanya konsepsi yang tetap.
Anak mulai belajar dan mengendalikan lingkungannya melalui kemampuan panca indra dan gerakannya. Perilaku bayi pada tahap ini semata-mata berdasarkan pada stimulus yang diterimanya. Sekitar usia 8 bulan, bayi memiliki pengetahuan object permanence yaitu walaupun objek pada suatu saat tak terlihat di depan matanya, tak berarti objek itu tidak ada. Sebelum usia 8 bulan bayi pada umumnya beranggapan benda yang tak mereka lihat berarti tak ada. Pada tahap ini, bayi memiliki dunianya berdasarkan pengamatannya atas dasar gerakan/aktivitas yang dilakukan orang-orang di sekelilingnya.

Contohnya: Diatas ranjang seorang bayi diletakkan mainan yang akan berbunyi bila talinya dipegang. Suatu saat, ia main-main dan menarik tali itu. Ia mendengar bunyi yang bagus dan ia senang. Maka ia akan mencoba menarik-narik tali itu agar muncul bunyi menarik yang sama.


2.   Tahap persiapan operasional (2 – 7 tahun)

Tahap persiapan operasional adalah suatu proses berpikir logis, dan merupakan aktifitas mental bukan aktifitas sensorimotor. Pada tahap ini anak belum mampu melaksanakan operasi-operasi mental. Unsur yang menonjol dalam tahap ini adalah mulai digunakannya bahasa simbolis, yang berupa gambaran dan bahasa ucapan. Dengan menggunakan bahasa, inteligensi anak semakin maju dan memacu perkembangan pemikiran anak karena ia sudah dapat menggambarkan sesuatu dengan bentuk yang lain. Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir sebelum bertindak, meskipun kemampuan berpikirnya belum sampai pada tingkat kemampuan berpikir logis. Masa 2-7 tahun, kehidupan anak juga ditandai dengan sikap egosentris, di mana mereka berpikir subyektif dan tidak mampu melihat obyektifitas pandangan orang lain, sehingga mereka sukar menerima pandangan orang lain. Ciri lain dari anak yang perkembangan kognisinya ada pada tahap preporational adalah ketidakmampuannya membedakan bahwa 2 objek yang sama memiliki masa, jumlah atau volume yang tetap walau bentuknya berubah-ubah. Karena belum berpikir abstrak, maka anak-anak di usia ini lebih mudah belajar jika guru melibatkan penggunaan benda yang konkrit daripada menggunakan hanya kata-kata.

Contohnya: anak bermain pasar-pasaran dengan uang dari daun. Kemudian dalam penggunaan bahasa, anak menirukan apa saja yang baru ia dengar. Ia menirukan orang lain tanpa sadar. Hal ini dibuat untuk kesenangannya sendiri. Tampaknya ada unsur latihan disini, yaitu suatu pengulangan untuk semakin memperlancar kemampuan berbicara meskipun tanpa disadari.


3.  Tahap operasi konkret (7 – 11 tahun)

Tahap operasi konkret dinyatakan dengan perkembangan system pemikiran yang didasarkan pada peristiwa-peristiwa yang langsung dialami. Anak masih menerapkan logika berpikir pada barang-barang yang konkret, belum bersifat abstrak maupun hipotesis. Pada umumnya, pada tahap ini anak-anak sudah memiliki kemampuan memahami konsep konservasi (concept of conservacy), yaitu meskipun suatu benda berubah bentuknya, namun massa, jumlah atau volumenya adalah tetap. Anak juga sudah mampu melakukan observasi, menilai dan mengevaluasi sehingga mereka tidak se-egosentris sebelumnya. Kemampuan berpikir anak pada tahap ini masih dalam bentuk konkrit, mereka belum mampu berpikir abstrak, sehingga mereka juga hanya mampu menyelesaikan soal-soal pelajaran yang bersifat konkrit. Aktifitas pembelajaran yang melibatkan siswa dalam pengalaman langsung sangat efektif dibandingkan penjelasan guru dalam bentuk verbal (kata-kata).

Misalnya suatu gelas diisi air. Selanjutnya dimasukkan uang logam sehingga permukaan air naik. Anak pada tahap operasi konkreat dapat mengetahui bahwa volume air tetap sama.

4.   Tahap operasi formal (11 tahun keatas)

Tahap operasi formal merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Pada tahap ini anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung. Mereka mampu mengajukan hipotesa, menghitung konsekuensi yang mungkin terjadi serta menguji hipotesa yang mereka buat. Kalau dihadapkan pada suatu persoalan, siswa pada tahap perkembangan formal operational mampu memformulasikan semua kemungkinan dan menentukan kemungkinan yang mana yang paling mungkin terjadi berdasarkan kemampuan berpikir analistis dan logis.

Dalam perkembngan formal operasional, anak yang sudah menjelang atau sudah menginjak masa remaja, yakni usia 11-15 tahun, akan dapat mengatasi masalah keterbatasan pemikiran. Dalam perkembangan kognitif akhir ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan (serentak) maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni:
a.   kapasitas menggunakan hipotesis
b.   kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak

Dalam dua macam kemampuan kognitif yang sangat berpengaruh terhadap kualiatas skema kognitif itu tentu telah dimiliki oleh orang-orang dewasa. Oleh karenanya, seorang remaja pelajar yang telah berhasil menempuh proses perkembangan formal operasional secara kognitif dapat dianggap telah mulai dewasa. Dalam perkembangan intelektual, ada tiga aspek yang diteliti oleh Piaget, yaitu struktur (merupakan organisasi mental tingkat tinggi), isi (pola perilaku yang khas tercermin pada respon), fungsi (untuk membuat kemajuan-kemajuan intelektual). Lima faktor yang mempengaruhi transisi tingkat perkembangan intelektual yaitu : kedewasaan, pengalaman, fisik, pengalaman logika matematis, transmisi sosial, proses keseimbangan. Berikut adalah Tingkat perkembangan intelektual.

Menurut Piaget paling sedikit ada empat faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak, yaitu:

1.      Perkembangan organik dan kematangan system saraf.

Unsur biologis cukup jelas mempunyai pengaruh dalam perkembangan inteligensi seseorang. Kematangan fisik seseorang juga mempunyai pengaruh pada perkembangan inteligensinya. Misalnya: Pada saat anak belum dapat berjalan, sehingga anak tersebut akan sulit dan terbatas dalam berkontak dengan alamsekitar. Sehingga pemikirannya dan skema yang ia miliki belum banyak berkembang.

2.      Peran latihan dan pengalaman

Latihan berpikir, merumuskan masalah dan memecahkannya, serta mengambil kesimpulan akan membantu seseorang untuk mengembangkan pemikiran atau inteligensinya. Seorang anak yang sudah mulai dapat berpikir deduktif dan abstrak perlu mengembangkan diri dengan pengalaman-pengalaman dalam menggunakan pemikirannya. Piaget membedakan dua macam pengalaman, yaitu:
a.       Pengalaman fisis, terdiri dari tindakan atau aksi seseorang terhadap objek yang dihadapi untuk mengabstraksi sifat – sifatnya.contohnya: pengalaman melihat dan mengamati anjing akan membantu mengabstraksi sifat – sifat anjing yang pada tahap selanjutnya membantu pemikiran orang itu tentang anjing.
b.      Pengalaman matematis-logis, terdiri dari tindakan terhadap objek untuk mempelajari akibat tindakan – tindakan terhadap objek itu. Contohnya: pengalaman menjumlahkan atau mengurangkan benda akan membantu pemikiran anak akan operasi benda itu.

3.      Interaksi sosial dan transmisi.

Dengan interaksi ini, seorang anak dapat membandingkan pemikiran dan pengetahuan yang telah dibentuknya dengan pemikiran dan pengetahuan orang lain. Ia tertantang untuk semakin memperkembangkan pemikiran dan pengetahuannya sendiri. Dalam interaksi sosial dan transmisi, pengetahuan itu datang dari orang lain baik itu dari orangtuanya maupun masyarakat sekitarnya. Namun, menurut Piaget meskipun interaksi sosial itu sangat penting dalam pengembangan pemikiran seseorang, tindakan interaksi sosial itu tidaklah efektif bila tidak ada tindakan aktif dari anak sendiri. Pemikiran dan pengetahuan anak kurang berkembang pesat apabila anak itu sendiri tidak secara aktif mengolah, mencerna, dan mengambil makna.

4.      Ekuilibrasi (kesetimbangan).

Ekuilibrasi adalah kemampuan untuk mencapai kembali kesetimbangan selama periode ketidaksetimbangan melalui asimilasi dan akomodasi. . Ekuilibrasi ini sering juga disebut dengan motivasi dasar seseorang yang memungkinnya selalu berusaha memperkembangkan pemikiran dan pengetahuannya.
Menurut Piaget (Hudojo, 1979:82), struktur kognitif terbentuk karena proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah menyaring atau mendapatkan pengalaman – pengalaman baru ke dalam skema.
Misalnya seorang anak mempunyai konsap mengenai “lembu”. Dalam pemikiran anak itu, ada skema “lembu”. Mungkin skema anak itu menyatakan bahwa lembu itu binatang yang berkaki empat. Berwarna putih dan makan rumput.
Dimana pengertian Skema yaitu struktur mental seseorang dimana ia secara intelektual beradaptasi dengan lingkungannya.
Misalnya Skema yang terjadi pada anak tersebut pertama kali melihat lembu tetangganya yang memang berwarna putih, berkaki empat, dan makan rumput. Suatu saat, anak itu bertemu dengan dengan bermacam-macam lembu yang lain, yang warnanya lain, dan tidak sedang makan rumput, tetapi sedang menarik gerobak. Berhadapan dengan pengalaman yang lain tersebut, anak memperkembangkan skema awalnya. Skemanya menjadi: lembu itu binatang berkaki empat, ada berwarna putih atau kelabu, makanannya rumput dan dapat menarik gerobak. Jelas bahwa skema lembu anak itu menjadi bertambah lengkap. Skema awalnya tidak hanya tetap dipakai, tetapi juga dikembangakan dan dilengkapi.
Akomodasi adalah proses menstrukturkan kembali pengalaman –pengalaman baru dengan jalan mengadakan modifikasi skema yang ada atau bahkan membentuk pengalaman yang benar – benar baru.
Contohnya: seorang siswa telah memahami bahwa himpunan bilangan itu tetap saja sama, walaupun urutannya diubah. Kemudian siswa tersebut mengalami pengalaman baru tentang adanya bilangan kardinal dan ordinal, bulat dan pecahan. Walaupun ada tambah pengetahuan baru, struktur kognitifnya tetap yang ada tetap saja ada dan tidak berubah, artinya bahwa sifat bilangan itu tetap sama walaupun pengaturannya diubah.

C.  Penerapan Teori Belajar Piaget Dalam Pengajaran Matematika

Penerapan dari empat tahap perkembangan intelektual anak yang dikemukakan oleh Piaget, adalah sebagai berikut:

1.      Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)

Untuk mengembangkan kemampuan matematika anak di tahap ini, kemampuan anak mungkin ditingkatkan jika dia cukup diperbolehkan untuk bertindak terhadap lingkungan. Anak – anak pada tahap sensorimotor memiliki beberapa pemahaman tentang konsep angka dan menghitung. Misalnya: Orang tua dapat membantu anak- anak mereka menghitung dengan jari, mainan dan permen. Sehingga anak dapat menghitung benda yang dia miliki dan mengingat apabila ada benda yang  ia punya hilang.

2.      Tahap persiapan operasional ( 2 -7 tahun)

Piaget membagi perkembangan kognitif tahap persiapan operasional dalam dua bagian:
a.       Umur 2 – 4 tahun
Pada umur 2 tahun, seorang anak mulai dapat menggunakan symbol atau tanda untuk mempresentasikan suatu benda yang tidak tampak dihadapannya. Penggunaan symbol itu tampak dalam 4 gejala berikut:
1)      Imitasi tidak langsung
Menurut Wadsworth (dalam Paul Suparno, 2001:51), Anak mulai dapat menggambarkan suatu hal yang sebelumnya dapat dilihat, yang sekarang sudah tidak ada. Dengan kata lain, ia mulai dapat membuat imitasi yang tidak langsung dari bendanya sendiri.
Contohnya:  Bola sesungguhnya dalam bentuk bola plastik.
2)      Permainan simbolis
Dalam permainan simbolis, seringkali terlihat bahwa seorang anak berbicara sendirian dengan mainannya. Misalnya: Jika si anak merasa senang dengan bola, maka ia akan bermain bola – bolaan. Menurut Piaget, permainan tersebut merupakan ungkapan diri anak dalam menghadapi masalah, suasana hati, ketakutan dan lain – lain
3)      Menggambar
Menggambar pada tahap pra operasional merupakan jembatan antara permainan simbolis dengan gambaran mental. Unsur permainan simbolisnya terletak pada segi “kesenangan” pada diri anak yang sedang menggambar. Unsur gambaran mentalnya terletak pada usaha anak untuk mulai meniru sesuatu yang real.
4)      Gambaran mental
Gambaran mental adalah penggambaran secara pikiran suatu objek atau pengalaman yang lampau. Pada tahap ini, anak masih mempunyai kesalahan yang sistematis dalam menggambarkan kembali gerakan atau transformasi yang ia amati.

b.      Umur 4 – 7 tahun (pemikiran intuitif)
Pada umur 4 – 7 tahun, pemikiran anak semakin berkembang pesat. Tetapi perkembangan itu belum penuh karena anak masih mengalami operasi yang tidak lengkap dengan suatu bentuk pemikiran atau penalaran yang tidak logis. Contoh: Terdapat 20 kelereng, 16 berwarna merah dan 4 putih diperlihatkan kepada seorang anak dengan pertanyaan berikut: “Manakah yang lebih banyak kelereng merah ataukah kelereng-kelereng itu?”
A usia 5 tahun menjawab: “lebih banyak kelereng merah.”
B usia 7 tahun menjawab: “Kelereng kelereng lebih banyak daripada kelereng yang berwarna merah.” Tampak bahwa A tidak mengerti pertanyaan yang diajukan, sedangkan B mampu menghimpun kelereng merah dan putih menjadi suatu himpunan kelereng atau dapat disimpulkan bahwa anak masih sulit untuk menggabungkan pemikiran keseluruhan dengan pemikiran bagiannya. Contoh lain, seorang anak dihadapkan dengan pertanyaan: “Manakah yang lebih berat 1 Kg kapas atau 1 Kg besi?”. Anak tersebut pasti menjawab 1 Kg besi tanpa berpikir terlebih dahulu.
3.      Tahap operasi konkret (7 – 11 tahun)
Tahap operasi konkret dicirikan dengan perkembangan system pemikiran yang didasarkan pada aturan – aturan tertentu yang logis. Tahap operasi konkret ditandai dengan adanya system operasi berdasarkan apa- apa yang kelihatan nyata/konkret. Anak masih mempunyai kesulitan untuk menyelesaikan persoalan yang mempunyai banyak variabel. ya. Misalnya, bila suatu benda A dikembangkan dengan cara tertentu menjadi benda B, dapat juga dibuat bahwa benda B dengan cara tertentu kembali menjadi benda A. Dalam matematika, diterapkan dalam operasi penjumlahan (+), pengurangan (-), urutan (<), dan persamaan (=).
Contohnya, 5 + 3 = 8 dan 8 – 3 = 5
Pada umur 8 tahun, anak sudah memahami konsep penjumlahanyang sterusnya berlanjut pada perkalian. Misalnya guru memberikan soal kepada siswa mengenai perkalian.
Guru: “Berapa 8 × 4, Dony?”
Dony: “ 32 Pak!”
Pada umur 9 tahun, penalaran anak masih cenderung tidak dapat menghubungkan suatu rangkaian atau gagasan yang terpisah dalam suatu keseluruhan yang masih kurang jelas.
Contohnya dalam menyelesaikan persoalan berikut:
Rambut Tina (T) kurang gelap daripada rambut Sinta (S).
Rambut Tina (Ts) lebih gelap daripada rambut Lily (L).
Rambut siapa yang lebih gelap?
4.      Tahap operasi formal (11 tahun keatas)
Pada tahap ini, anak sudah mampu berpikir abstrak bila dihadapkan kepada suatu masalah dan ia dapat mengisolasi untuk sampai kepada penyelesaian masalah tersebut. Pikirannya sudah dapat melampaui waktu dan tempat tidak hanya terikat pada hal yang sudah dialami.
Contoh: Seorang anak mengamati topi ayahnya yang berbentuk kerucut. Ia ingin mengetahui volum dari topi ayahnya tersebut. Lalu ia mengukur topi tersebut dan memperoleh tinggi kerucut 30 cm dengan jari – jari 21 cm.
Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, maka guru sudah terlebih dahulu memberikan konsep kepada siswa mengenai bangun ruang(volum limas).
Volum limas = (luas alas)(tinggi limas)
                     = × л × r­² × t²
                     = × 3,14 × 7² cm² × 3 cm
                     = 154 cm³

1 comment:
Write komentar