A.
Sejarah Group Investigation (GI)
Salah satu model pembelajaran yang
mendukung keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar adalah model pembelajaran
GI (Krismanto, 2003:6).
Sudjana (Mudrika, 2007:15) mengemukakan
bahwa GI dikembangkan oleh Herbert Thelen sebagai upaya untuk mengkombinasikan
strategi mengajar yang berorientasi pada pengembangan proses pengkajian
akademis. Kemudian Joyce dan Weil (1980:230) menambahkan bahwa model
pembelajaran GI yang dikembangkan oleh Thelen yang bertolak dari pandangan John
Dewey dan Michaelis yang memberikan pernyataan bahwa pendidikan dalam
masyarakat demokrasi seyogyanya mengajarkan demokrasi langsung.
Selanjutnya Aisyah (2006:15) mengutarakan
bahwa model pembelajaran GI kemudian dikembangkan oleh Sharan dan sharen pada
tahun 1970 di Israel. Sementara itu Tsoi, Goh, dan Chia (Aisyah, 2006:11)
menambahkan bahwa model pembelajaran GI secara filosofis beranjak dari
faradigma konstruktivis. Dimana belajar menurut pandangan konstruktivis
merupakan hasil konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Pandangan
penekanan bahwa pengetahuan kita adalah hasil pembentukan kita sendiri
(Suparno, dalam Trianto, 2007:28)
B.Model
Pembelajaran Group Investigation (GI)
Arifin dan Afandi (2015: 13)
mengungkapkan bahwa Group Investigation (GI) merupakan, pembelajaran dimana
siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik/ sub topik
maupun cara untuk pembelajaran secara investigasi dan model ini menuntut para
siswa memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik dalam arti bahwa
pembelajaran investigasi kelompok itu metode yang menekankan pada partisipasi
dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informan) pelajaran yang akan
di pelajari melalui bahan-bahan yang tersedia misalnya dari buku pelajaran,
masyarakat, internet. Group investigation (GI) dapat melatih siswa untuk
menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat
terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Menurut Anwar (Aisyah, 2006:14) secara
harfiah investigasi diartikan sebagai penyelidikan dengan mencatat atau merekam
fakta-fakta, melakukan peninjauan dengan tujuan memperoleh jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan tentang suatu peristiwa atau sifat. Selanjutnya Krismanto
(2003:7) mendefinisikan investigasi atau penyelidikan sebagai kegiatan
pembelajaran yang memberikan kemungkinan siswa untuk mengembangkan pemahaman
siswa melalui berbagai kegiatan dan hasil yang benar sesuai pengembangan yang dilalui
siswa.
Height (Krismanto, 2003:7) menyatakan to
investigation berkaitan dengan kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai
secara sistematis. Jadi investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan
seseorang, dan selanjutnya orang tersebut mengkomunikasikan hasil perolehannya,
dapat membandingkannya dengan perolehan orang lain, karena dalam suatu
investigasi dapat diperoleh satu atau lebih hasil. Dengan demikian akan dapat
dibiasakan untuk lebih mengembangkan rasa ingin tahu. Hal ini akan membuat
siswa untuk lebih aktif berpikir dan mencetuskan ide-ide atau gagasan, serta
dapat menarik kesimpulan berdasarkan hasil diskusinya di kelas.
Model investigasi kelompok merupakan
model pembelajaran yang melatih para siswa berpartisipasi dalam pengembangan
sistem sosial dan melalui pengalaman, secara bertahap belajar bagaimana
menerapkan metode ilmiah untuk meningkatkan kualitas masyarakat. model ini
merupakan bentuk pembelajaran yang mengkombinasikan dinamika proses demokrasi
dengan proses inquiry akademik. melalui negosiasi siswa-siswa belajar
pengetahuan akademik dan mereka terlibat dalam pemecahan masalah sosial. dengan
demikian kelas harus menjadi sebuah miniatur demokrasi yang menghadapi
masalah-masalah dan melalui pemecahan masalah, memperoleh pengetahuan dan
menjadi sebuah kelompok sosial yang lebih efektif.
Selanjutnya Thelen (Joyce dan Weil,
1980:332) mengemukakan tiga konsep utama dalam pembelajaran GI, yaitu:
1. Inquiry
2. Knowledge
3. The dynamics of the learning group
Sementara itu Setiawan (2006:10)
mendeskripsikan fase-fase dalam pembelajaran GI yaitu sebagai berikut:
1. Fase membaca, menerjemahkan, dan
memahami masalah
Pada fase ini siswa harus memahami
permasalahnnya dengan jelas. Apabila dipandang perlu membuat rencana apa yang
harus dikerjakan, mengartikan persoalan menurut bahasa mereka sendiri dengan
jalan berdiskusi dalam kelompoknya, yang kemudian didiskusikan dengan kelompok
lain. Jadi pada fase ini siswa memperlihatkan kecakapan bagaimana ia memulai
pemecahan suatu masalah, dengan:
a. Menginterpretasikan soal berdasarkan
pengertiannya
b. Membuat suatu kesimpulan tentang apa
yang harus dikerjakannya.
2. Fase pemecahan masalah
Pada fase ini mungkin siswa menjadi
bingung apa yang harus dikerjakan pertama kali, maka peran guru sangat diperlukan,
misalnya memberikan saran untuk memulai dengan suatu cara, hal ini dimaksudkan
untuk memberikan tantangan atau menggali pengetahuan siswa, sehingga mereka
terangsang untuk mecoba mencari cara-cara yang mungkin untuk digunakan dalam
pemecahan soal tersebut, misalnya dengan membuat gambar, mengamati pola atau
membuat catatan-catatan penting. Pada fase ini siswa diharapkan melakukan
hal-hal sebagai berikut:
a. Mendiskusikan dan memilih cara atau
strategi untuk menangani permasalahan
b. Memilih dengan tepat materi yang
diperlukan
c. Menggunakan berbagai macam strategi
yang mungkin
d. Mencoba ide-ide yang mereka dapatkan
pada fase a.
e. Memilih cara-cara yang sistematis
f. Mencatat hal-hal penting
g. Bekerja secara bebas atau bekerja
bersama-sama (atau kedua-duanya)
h. Bertanya kepada guru untuk
mendapatkan gambaran strategi untuk penyelesaian
i. Membuat kesimpulan sementara
j. Mengecek kesimpulan sementara yang
didapat sehingga yakin akan kebenarannya
3. Fase menjawab dan mengkomunikasikan
jawaban
Setelah memecahkan masalah, siswa harus
diberikan pengertian untuk mengecek kembali hasilnya, apakah jawaban yang
diperoleh itu cukup komunikatif atau dapat dipahami oleh orang lain, baik
tulisan, gambar, ataupun penjelasannya. Pada intinya fase ini siswa diharapkan
berhasil:
a. Mengecek hasil yang diperoleh
b. Mengevaluasi pekerjannya
c. Mencatat dan menginterpretasikan
hasil yang diperoleh dengan berbagai cara
d. Mentransfer keterampilan untuk
diterapkan pada persoalan yang lebih kompleks
Sejalan dengan pendapat Setiawan di
atas, Sharen et al (Krismanto, 2003:8) mendisain model pembelajaran GI menjadi
enam tahapan, yaitu:
a. Tahap mengidentifikasi topik dan
pengelompokan
Para Siswa menelaah sumber-sumber
informasi, memilih topik, dan mengategorisasi saran-saram; para siswa bergabung
ke dalam kelompok belajar dengan pilihan topik yang sama; komposisi kelompok
didasarkan atas ketertarikan topik yang sama dan heterogen; mengusulkan sejumlah topik, dan
mengkategorikan saran-saran. Guru membantu atau memfasilitasi dalam memperoleh
informasi.
b. Tahap merencakan penyelidikan
kelompok
Direncanakan secara bersama-sama oleh
para siswa dalam kelompoknya masing-masing, yang meliputi: apa yang kita
selidiki; bagaimana kita melakukannya, siapa sebagai apa-pembagian kerja; untuk
tujuan apa topik ini diinvestigasi.
c. Tahap melaksakan penyelidikan
Siswa mencari informasi, menganalisis
data, dan membuat kesimpulan kelompok; Setiap kelompok-kelompok berkontribusi kepada
usaha kelompok; para siswa bertukar pikiran, mendiskusikan, mengklarifikasi,
dan mensintesis ide-ide.
d. Tahap menyiapkan laporan akhir
Anggota kelompok menentukan pesan-pesan
esensial proyeknya; merencanakan apa yang akan dilaporkan dan bagaimana membuat
presentasinnya; membentuk panitia acara untuk mengoordinasikan rencana
presentasi.
e. Tahap menyajikan laporan
Presentasi dibuat untuk keseluruhan
kelas dalam berbagai macam bentuk; bagian-bagian presentasi harus secara aktif
dapat melibatkan pendengar (kelompok lainnya); pendengar mengevaluasi kejelasan
presentasi menurut kriteria yang telah ditentukan keseluruhan kelas.
f. Tahap evaluasi
Para siswa berbagi mengenai balikan
terhadap topik yang dikerjakan, kerja yang telah dilakukan, dan
pengalaman-pengalaman afektifnya; guru dan siswa berkolaborasi untuk
mengevaluasi pembelajaran; asesmen diarahkan untuk mengevaluasi pemahaman
konsep dan keterampilan berpikir kritis.
C.
Peran guru dalam model pembelajaran GI
Setiawan (2006:12) mendeskripsikan
peranan guru dalam pembelajaran GI sebagai berikut:
a. Memberikan informasi dan instruksi
yang jelas
b. Memberikan bimbingan seperlunya
dengan menggali pengetahuan siswa yang menunjang pada pemecahan masalah (bukan
menunjukan cara penyelesaianya)
c. Memberikan dorongan sehingga siswa
lebih termotivasi
d. Menyiapkan fasilitas-fasilitas yang
dibutuhkan oleh siswa
e. Memimpin diskusi pada pengambilan
kesimpulan akhir
D.
Kelebihan Pembelajaran GI
Setiawan (2006:9) mendeskripsikan
beberapa kelebihan dari pembelajaran GI, yaitu sebagai berikut:
1. Secara Pribadi
a. dalam proses belajarnya dapat bekerja
secara bebas
b. memberi semangat untuk berinisiatif,
kreatif, dan aktif
c. rasa percaya diri dapat lebih
meningkat
d. dapat belajar untuk memecahkan,
menangani suatu masalah
2. Secara Sosial / Kelompok
a. meningkatkan belajar bekerja sama
b. belajar berkomunikasi baik dengan
teman sendiri maupun guru
c. belajar berkomunikasi yang baik
secara sistematis
d. belajar menghargai pendapat orang
lain
e. meningkatkan partisipasi dalam
membuat suatu keputusan
E.Kekurangan
model belajar GI
1.Sedikitnya materi yang tersampaikan
pada satu kali pertemuan
2.Sulitnya memberikan penilaian secara
personal
3.Tidak semua topik cocok dengan model
pembelajaran GI, meodel pembelajran GI cocok untuk diterapkan pada suatu topik
yang menuntut siswa untuk memahami suatu bahasan dari pengalaman yang dialami
sendiri
4.Diskusi kelompok biasanya berjalan
kurang efektif
Berdasarkan pemaparan mengenai model
pembelajaran GI tersebut, jelas bahwa model pembelajaran GI mendorong siswa
untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna. Artinya siswa dituntut selalu
berfikir tentang suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara
penyelesaiannya. Dengan demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu
menggunakan keterampilan pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman
belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama (Setiawan,
2006:9).
Hal ini sesuai dengan pendapat Pieget
(Sagala, 2007:24) bahwa dalam proses perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak
terjadi proses asimilasi dan akomodasi. Proses asimilasi merupakan penyesuaian
atau mencocokan informasi yang baru dengan apa yang telah ia ketahui. Sedangkan
proses akomodasi adalah anak menyusun dan membangun kembali atau mengubah apa
yang telah diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru itu dapat
disesuaikan dengan lebih baik. Sementara itu menurut Suherman (2003:36) bahwa
proses asimilasi dan akomodasi merupakan perkembangan skemata. Skemata tersebut
membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran anak.
Kemudian jika dilihat dari fase-fse
pembelajaran GI, terlihat adanya proses interaksi antara siswa dalam
pembelajaran, memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara
berkelompok dalam menyelidiki, menemukan, dan memecahkan masalah. Dengan
demikian diharapkan kompetensi penalaran siswa dapat lebih baik. Hal ini sesuai
dengan pendapat Pieget (Sagala, 2007:190) bahwa pertukaran gagasan-gagasan
tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. walaupun penalaran tidak
dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat distimulasi oleh
konfrontasi kritis, khususnya dengan teman-teman setingkat. Oleh karena itu
diharapkan dengan menggunakan model pembelajaran GI ini, kompetensi penalaran
siswa dapat lebih baik daripada pembelajaran secara ekspositori.
No comments:
Write komentar