A. Sejarah Kerajaan Kanjuruhan
Kanjuruhan adalah sebuah kerajaan
bercorak Hindu di Jawa Timur, yang pusatnya berada di dekat Kota Malang
sekarang. Kanjuruhan diduga telah berdiri pada abad ke-8 Masehi (masih sezaman
dengan Kerajaan Taruma di sekitar Bekasi dan Bogor sekarang). Bukti tertulis
mengenai kerajaan ini adalah Prasasti Dinoyo. Rajanya yang terkenal adalah
Gajayana. Peninggalan lainnya adalah Candi Badut dan Candi Wurung.
Letak kerajaan kanjuruhan ialah di Jawa
Timur dekat dengan kota Malang sekarang, kerajaan Kanjuruhan ini tertulis dalam
prasasti Dinaya, yang ditemukan di sebelah barat laut Malang. Jawa Timur, angka
tahunnya tertulis dengan Candrasengkala yang berbunyi yaitu: Nayama Vayu Rasa =
682 Caka = 760 M. Isinya menceritakan bahwa pada abad 8 ada kerajaan yang
berpusat di Kanjuruhan dengan rajanya yang bernama Dewa Simha. Ia memiliki seorang
putra yang bernama Liswa setelah naik tahta dan melalui upacara abhiseka Liswa
bernama Gajayana. Liswa ini memiliki putri yang bernama Utteyana yang kawin
dengan Janania.
Selama pemerinatahan Gajayana, dikatala
beliau beragama Hindu Siwa, Gajayana mendirikan tempat pemujaan untuk Dewa
Agastya, bangunan tersebut sekarang bernama candi badut. Disebutkan pula,
semula arca yang terbuat dari kayu cendana, kemudian diganti dengan batu hitam.
Peresmiannya dilakukan pada tahun 760, Raja Gajayana hanya mempunyai seorang
putri bernama Uttejana ia parktis menjadi pewari tahta Kerajaan Kaling. Kelak
bersama suaminya Pangeran Jaananiya, Uttejana akan memimpin Kerajaan Kanjuruhan
setelah Gajayana Wafat.
Jaman dahulu, ketika Pulau Jawa
diperintah oleh raja-raja yang tersebar di daerah-daerah, seperti Raja
Purnawarman memerintah di Kerajaan Tarumanegara; Maharani Shima memerintah di
Kerajaan Kalingga (atau “Holing”); dan Raja Sanjaya memerintah di Kerajaan
Mataram Kuno, di Jawa Timur terdapat pula sebuah kerajaan yang aman dan makmur.
Kerajaan itu berada di daerah Malang
sekarang, di antara Sungai Brantas dan Sungai Metro, di dataran yang sekarang
bernama Dinoyo, Merjosari, Tlogomas, dan Ketawanggede di Kecamatan Lowokwaru,
Malang. Kerajaan itu bernama Kanjuruhan.
Bagaimana Kerajaan Kanjuruhan itu bisa
berada dan berdiri di lembah antara Sungai Brantas dan Kali Metro di lereng
sebelah timur Gunung Kawi, yang jauh dari jalur perdagangan pantai atau laut?
Kita tentunya ingat bahwa pedalaman Pulau Jawa terkenal dengan daerah agraris,
dan di daerah agraris semacam itulah muncul pusat-pusat aktivitas kelompok
masyarakat yang berkembang menjadi pusat pemerintahan.
Rupa-rupanya sejak awal abad masehi,
agama Hindu dan Buddha yang menyebar di seluruh kepulauan Indonesia bagian
barat dan tengah, pada sekitar abad ke VI dan VII M sampai pula di daerah
pedalaman Jawa bagian timur, antara lain Malang. Karena Malang-lah kita
mendapati bukti-bukti tertua tentang adanya aktivitas pemerintahan kerajaan
yang bercorak Hindu di Jawa bagian timur.
Bukti itu adalah prasasti Dinoyo yang
ditulis pada tahun Saka 682 (atau kalau dijadikan tahun masehi ditambah 78
tahun, sehingga bertepatan dengan tahun 760 M). Disebutkan seorang raja yang
bernama Dewa Singha, memerintah keratonnya yang amat besar yang disucikan oleh
api Sang Siwa. Raja Dewa Singha mempunyai putra bernama Liswa, yang setelah
memerintah menggantikan ayahnya menjadi raja bergelar Gajayana.
Pada masa pemerintahan Raja Gajayana,
Kerajaan Kanjuruhan berkembang pesat, baik pemerintahan, sosial, ekonomi maupun
seni budayanya. Dengan sekalian para pembesar negeri dan segenap rakyatnya,
Raja Gajayana membuat tempat suci pemujaan yang sangat bagus guna memuliakan
Resi Agastya. Sang raja juga menyuruh membuat arca sang Resi Agastya dari batu
hitam yang sangat elok, sebagai pengganti arca Resi Agastya yang dibuat dari
kayu oleh nenek Raja Gajayana.
Dibawah pemerintahan Raja Gajayana,
rakyat merasa aman dan terlindungi. Kekuasaan kerajaan meliputi daerah lereng
timur dan barat Gunung Kawi. Ke utara hingga pesisir laut Jawa. Keamanan negeri
terjamin. Tidak ada peperangan. Jarang terjadi pencurian dan perampokan, karena
raja selalu bertindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku. Dengan demikian
rakyat hidup aman, tenteram, dan terhindar dari malapetaka.
Raja Gajayana hanya mempunyai seorang
putri, bernama Uttejana, seorang putri pewaris tahta Kerajaan Kanjuruhan.
Ketika dewasa, ia dijodohkan dengan seorang pangeran dari Paradeh bernama
Pangeran Jananiya. Akhirnya Pangeran Jananiya bersama Permaisuri Uttejana,
memerintah kerajaan warisan ayahnya ketika sang Raja Gajayana mangkat.
Seperti para leluhurnya, mereka berdua
memerintah dengan penuh keadilan. Rakyat Kanjuruhan semakin mencintai rajanya.
Demikianlah, secara turun-temurun Kerajaan Kanjuruhan diperintah oleh raja-raja
keturunan Raja Dewa Singha. Semua raja itu terkenal akan kebijaksanaannya,
keadilan, serta kemurahan hatinya.
Pada sekitar tahun 847 Masehi, Kerajaan
Mataram Kuno di Jawa Tengah diperintah oleh Sri Maharaja Rakai Pikatan Dyah Saladu,
yang terkenal adil dan bijaksana. Dibawah pemerintahannya, Kerajaan Mataram
berkembang pesat. Ia disegani oleh raja-raja lain di seluruh Pulau Jawa.
Keinginan untuk memperluas wilayah
Kerajaan Mataram Kuno selalu terlaksana, baik melalui penaklukan maupun
persahabatan. Kerajaan Mataram Kuno terkenal di seluruh Nusantara, bahkan
sampai ke mancanegara. Wilayahnya luas, kekuasaannya besar, tentaranya kuat,
dan penduduknya sangat banyak.
Perluasan Kerajaan Mataram Kuno itu
sampai pula ke Pulau Jawa bagian timur. Tidak ada bukti atau tanda bahwa
terjadi penaklukan dengan peperangan antara Kerajaan Mataram Kuno dengan
Kerajaan Kanjuruhan. Ketika Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Sri Maharaja
Rakai Watukura Dyah Balitung, raja Kanjuruhan menyumbangkan sebuah bangunan
candi perwara (pengiring) di komplek Candi Prambanan yang dibangun oleh Sri
Maharaja Rakai Pikatan tahun 856 M (dulu bernama “Siwa Greha”).
Candi pengiring (perwara) itu
ditempatkan pada deretan sebelah timur, tepatnya di sudut tenggara. Kegiatan
pembangunan semacam itu merupakan suatu kebiasaan bagi raja-raja daerah kepada
pemerintah pusat. Maksudnya agar hubungan kerajaan pusat dan kerajaan di daerah
selalu terjalin dan bertambah erat.
Kerajaan Kanjuruhan saat itu praktis di
bawah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno. Walaupun demikian Kerajaan Kanjuruhan
tetap memerintah di daerahnya. Hanya setiap tahun harus melapor ke pemerintahan
pusat. Di dalam struktur pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno zaman Dyah
Balitung, raja Kanjuruhan lebih dikenal dengan sebutan Rakryan Kanuruhan,
artinya “Penguasa daerah” di Kanuruhan.
Kanuruhan sendiri rupa-rupanya perubahan
bunyi dari Kanjuruhan. Karena sebagai raja daerah, maka kekuasaan seorang raja
daerah tidak seluas ketika menjadi kerajaan yang berdiri sendiri seperti ketika
didirikan oleh nenek moyangnya dulu. Kekuasaaan raja daerah di Kanuruhan yang
dapat diketahui waktu itu adalah daerah di lereng timur Gunung Kawi.
B.
Kekuasaan kerajaan Kanjuruhan
Daerah kekuasaan Rakryan Kanuruhan
meliputi watak Kanuruhan. Watak adalah suatu wilayah yang luas, yang membawahi
berpuluh-puluh wanua (desa). Jadi kemungkinan daerah Watak itu dapat ditentukan
hampir sama atau setingkat dengan kabupaten saat ini. Dengan demikian Watak
Kanuruhan membawahi wanua-wanua (desa-desa) yang terhampar seluas lereng sebelah
timur Gunung Kawi sampai lereng barat Pegunungan Tengger-Semeru ke selatan
hingga pantai selatan Pulau Jawa.
Menurut sumber tertulis berupa prasasti
yang ditemukan di sekitar Malang, nama-nama desa (wanua) yang berada di wilayah
(watak) Kanuruhan adalah sebagai berikut:
1. Daerah Balingawan (sekarang Desa
Mangliawan,Kecamatan Pakis),
2. Daerah Turryan (sekarang Desa Turen,
Kecamatan Turen),
3. Daerah Tugaran (sekarang Dukuh
Tegaron, Kelurahan Lesanpuro),
4. Daerah Kabalon (sekarang Dukuh
Kabalon Cemarakandang),
5. Daerah Panawijyan (sekarang Kelurahan
Palowijen, Kecamatan Blimbing),
6. Daerah Bunulrejo (yang dulu bukan
bernama Desa Bunulrejo pada zaman Kerajaan Kanuruhan), dan
7. Daerah-daerah di sekitar Malang Barat
seperti: Wurandungan (sekarang Dukuh Kelandungan – Landungsari), Karuman,
Merjosari, Dinoyo, Ketawanggede, yang di dalam beberapa prasasti disebut-sebut
sebagai daerah tempat gugusan kahyangan (bangunan candi) di dalam Watak
Kanuruhan.
Jadi wilayah kekuasaan Rakryan Kanuruhan
dapat dikatakan mulai dari daerah Landungsari (barat), Palowijen (utara), Pakis
(timur), dan Turen (selatan). Istimewanya, selain berkuasa di daerahnya
sendiri, pejabat Rakryan Kanuruhan ini juga menduduki jabatan penting dalam
pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno sejak zaman Raja Balitung, yaitu sebagai
pejabat yang mengurusi urusan administrasi kerajaan.
Begitulah sekilas tentang jabatan
Rakryan Kanuruhan yang memiliki keistimewaan dapat berperan di dalam struktur
pemerintahan kerajaan pusat, yang tidak pernah dilakukan oleh pejabat (Rakryan)
yang lainnya, dalam sejarah Kerajaan Mataram Kuno sampai dengan zaman Kerajaan
Majapahit.
C.
Pemerintahan kerajaan Kanjuruhan
Puncak
Kejayaan
Kerajaan pertama kanjuruhan bernama Dewa
Simhadan setelah wafat, tahta kerajaan digantikan oleh putranya yang bernama Liswa
dengan gelar Gajayana,yang memerintah dengan adil. ia mendirikan tempat
pemujaan untuk dewa Agastya 760 M dan menyerahkan hadiah berupa tanah dan
lembu.
Di bawah pemerintahan Raja Gajayana,
Kekuasaan kerajaan meliputi daerah lereng timur dan baray Gunung Kawi. Ke utara
hingga pesisir laut Jawa. Keamanan negeri terjamin, tidak ada peperangan,
jarang terjadi pencurian dan perampokan, karena raja selalu bertindaj tegas
sesuai dengan hukum yang berlaku. Secara turun-temurun Kerajaan Kanjuruhan
diperintah oleh raja-raja keturunan raja Dewa Singha, semua raja itu terkenal
akan kebijaksanaannya keadilan serta kemurahan hatinya.
D.
Keruntuhan Kerajaan Kanjuruhan,
Pada sekitar tahun 847 Masehi, Kerajaan
Mataram Kuno berkembang pesat kekuasaannya sangat besar. Perluasan wilayah
Kerajaan Mataram Kuno pun dilaksanakan melalui penaklukan maupun persahabatan.
Perluasan Kerajaan Mataram Kuno itu sampai pula ke Pulau Jawa bagian timur,
walau tidak ada bukti atau tanda bahwa terjadi penaklukan dengan peperangan
antara Kerajaan Mataram Kuno dengan Kerajaan Kanjuruhan.
Kerajaan Kanjuruhan saat itu menjadi
dibawah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno. Walaupun demikian Kerajaan Kanjuruhan
tetap memerintah di daerahnya. Adapun raja Kerajaan Kanjuruhan dianggap sebagai
raja bawahan dengan gelar Rakai Kanjuruhan.
E.
Keadaan Sosial – Budaya
Rakyatnya sudah kenal tulis menulis dan
ilmu perbintangan, menandakan bahwa rakyatnya sudah berkebudayaan maju,
rakyatnya pun sangat patuh terhadap peraturan dan ratunya.
F.
Keadaan Ekonomi
Kerajaan Kaling Mata pencaharian
penduduknya sebagai besar bertanai, karena wilayah Kaling dikatakan subur untuk
segi pertanian. Perekonomian sudah banyak penduduk yang melakukan perdagangan
apalagi disebutkan ada hubungan dengan Cina. Berita cina juga menyebutkan bahwa
barang yang banyak diperdagangkan ialah emas, perak, cula badak, dan gading
gajah.
G.
Peninggalan kerajaan kanjuruhan
Prasasti dinoyo yang ditemukan di desa merjosari di kawasan kampus III universitas muhammadiyah. berisi tentang masa keemasan dari kerajaan kanjuruhan.
Prasasti sangguran(batu mito) dari ngandat, Malang, Jawa timur. Berisi tentang peresmian desa sangguran menjadi sima (tanah yang dicagarkan).
No comments:
Write komentar