Thursday, 18 October 2018

Kerajaan Tarumanegara

A. Sejarah Kerajaan Tarumanagara
Kerajaan Terumanagara merupakan kerajaan Hindu tertua ke dua setelah Kerajaan Kutai. Kerajaan Tarumanagara atau Kerajaan Tarum merupakan kerajaan yang berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 Masehi. Kata Tarumanagara berasal dari kata Tarum dan Nagara. Tarum yang merupakan nama sungai yang membelah Jawa Barat yang sekarang bernama sungai Citarum dan kata Nagara yang diartikan sebagai negara atau kerajaan. Berdirinya Kerajaan Tarumanagara masih dipertanyakan oleh para ahli sejarah. Satu-satunya sumber sejarah yang secara lengkap membahas mengenai Kerajaan Tarumanagara adalah Naskah Wangsakerta. Naskah Wangsakerta tersebut masih menjadi perdebatan diantara para sejarawan tentang keaslian isinya.


Menurut Naskah Wangsakerta, pada abad ke-4 Masehi, pulau dan beberapa wilayah Nusantara lainnya didatangi oleh sejumlah pengungsi dari India yang mencari perlindungan akibat terjadinya peperangan besar di sana. Para pengungsi itu umumnya berasal dari daerah Kerajaan Palawa dan Calankayana di India, pihak yang kalah dalam peperangan melawan Kerajaan Samudragupta (India).
Salah satu dari rombongan pengungsi Calankayana dipimpin oleh seorang Maharesi yang bernama Jayasingawarman. Setelah mendapatkan persetujuan dari raja yang berkuasa di barat Jawa (Dewawarman VIII, raja Salakanagara), maka Jayasingawarman membuka tempat pemukiman baru di dekat sungai Citarum. Pemukimannya oleh Jayasingawarman diberi nama Tarumadesya (desa Taruma).
Sepuluh tahun kemudian desa ini banyak didatangi oleh penduduk dari desa lain, sehingga Tarumadesya menjadi besar. Akhirnya dari wilayah setingkat desa berkembang menjadi setingkat kota (Nagara). Semakin hari, kota ini semakin menunjukan perkembangan yang pesat, karena itulah Jayasingawarman kemudian membentuk sebuah Kerajaan yang bernama Tarumanagara.

B. Raja-raja Kerajaan Tarumanagara
Selama berdirinya Kerajaan Tarumanagara dari abad ke-4 sampai abad ke-7 Masehi, kerajaan tersebut pernah dipimpin oleh 12 orang raja, diantaranya:
1. Jayasingawarman (358-382 M)
Pendiri kerajaan Tarumanagara, dengan gelar Rajadirajaguru Jayasingawarman Gurudharmapurusa, yang memerintah selama 24 tahun (358-382 M).
Pada awalnya ia merupakan pewaris tahta Salakanagara, menggantikan mertuanya, raja DewawarmanVIII. Tetapi setelah ia berkuasa pusat pemerintahan dipindahkan dari Rajatapura ke Tarumanagara, sehingga kemudian nama salakanagara berubah menjadi Tarumanagara. Dan Salakanagarapun secara  otomatis menjadi negara bawahan Tarumanagara.
Jayasaingawarman merupakan  seorang maharesi dari Salankayana di India, yang mengungsi ke daerah pasundan, karena daerahnya diserang dan ditaklukan  maharaja Samudragupta dari kerajaan magada, yang mengungsi ke wilayah tanah Sunda.
Tidak seperti penguasa-penguasa salakanagara, keberadaan Jayasingawarman jelas tertulis dalam prasasti Tugu, yang ditemukan di desa Cilincing Jakarta.  Pada parsasti ini ia disebut gelarnya saja, Rajadirajaguru, bersama  dua raja sesudahnya, Rajarsi dan Purnawarman.
Berdasar  keterangan prasasti Tugu, setelah wafat pad tahun 382 M, Abu jenazahnya dilarungkan (dihanyutkan)  di sungai Gomati (sekitar bekasi), maka itu kemudian dikenal sebagai Sang Lumahing Gomati. Ia lalu digantikan oleh anaknya, Rajarsi (rajaresi) Dharmayawarmanguru.

2. Dharmayawarman (382-395 M)
Dharmayawarman atau lengkapnya Rajarsi (Rajaresi) Dharmayawarmanguru yang  berkuasa di Tarumanagara dari tahun 382-395 M, menggantikan ayahnya, Jayasingawarman. Dinamakan Rajarsi  dan guru karena ia juga pemimpin agama.
Setelah meninggal ia dikenal  dengan nama Lumah  ri Chandrabaga karena dipusarakan di sungai Chandrabaga. Ia mempunyai  2 orang anak laki-laki dan seorang perempuan,. Putra pertamanya bernama  Purnawarman, yang kemudian menggantikannya.

3. Purnawarman (395-434 M)
Purnawarman merupakan raja ke-3 dan Raja terbesar Tarumanagara, yang memerintah selama 39 tahun (antara tahun 395 hungga 434 M). Ia naik tahta Tarumanagara menggantikan ayahnya, Dharmayawarman, dengan gelar Sri Maharaja Purnawarman Sang Iswara Digwijaya Bhimaarakrama Suryamahapurusa Jagatati atau Sang Pramdara Saktipurusa.
Zaman Purnawarman merupakan zaman keemasan tarumanagara. Banyak prasasti memuat kebesaran namanya. Setidaknya ada 7 prasasti yag berkaitan dengannya.
Dalam memerintah ia dibantu adiknya, Cakrawarman, yang menjadi panglima perang (didarat). Sedangkan pamanya, Nagawarman menjadi panglima angkatan laut. Dari prameswarinya, ia mempunyai beberapa anak laki-laki dan perempuan. Diantaranya Wisnuwarman, yang kemudian menggantikannya.
Setelah meninggal, ia digelari Sang Limahing  Tarumanadi, karena abu jenazahnya di larungkan di Sungai Citarum, dan tahta selalunjutnya jatuh kepada anak sulungnya, Wisnuwarman.

4. Wisnuwarman (434-455 M)
Wisnuwarman menggantikan ayahnya, Purnawarman dan berkuasa  di tarumanagara dari tahun 434 sampai dengan 455 M, dengan gelar  Sri Maharaja Wisnuwarman Iswara Digwijaya  Tunggal Jagatpati.
 Wisnuwarman dinobatkan pada tanggal 14 paro terang bulan posdya tahun 356 saka (434 M). Tiga tahun setelah penobatannya, terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh pamannya,  Cakrawarman, mahapatih di era ayahnya, (adik Purnawarman).  Cakrawarman merasa bahwa dirinya yang lebih pantas dari Wisnuwarman sehingga memberontak selama 28 hari dari tanggal 14 parogelap bulan asuji sampai dengan 11 parogelap bulan kartika 350 saka atau bertepatan dengan 21 okteober sampai 18 november 437 M, tetapi gagal, dan dapat ditumpas.
Wisnuwarman berkuasa selama 21 tahun (dari tahun 434-455 M). Prameswarinya bernama Suklawarmandewi, adik raja Bakulapura. Suklawarmandewi tidak memberinya keturunan,karena keburu meninggal akibat sakit. Yang menjadi prameswari selanjutnya adalah Suklawatidewi, putri Wiryabanyu yang terkenal kecantikaannya. Dari Suklawatidewi ini, Wisnuwarman  memiliki beberapa putra. Putra sulungnya, yang bernaa Indrawarman kemudian menggantikannya.

5. Indrawarman (455-515 M)
6. Candrawarman (515-535 M)
7. Suryawarman (535-561 M)
8. Kertawarman (561-628 M)
9. Sudhawarman (628-639 M)
10. Hariwangsawarman (639-640 M)
11. Nagajayawarman (640-666 M)
12. Linggawarman (666-669 M)
Linggawarman  dinobatkan sebagai raja Traumanagara ke-12, menggantikan Nagajayawarman, dengan gelar Srimaharaja Linggawarman Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi. Ia merupakan raja terakhir Tarumanagara, yang memerintah hanya 3 tahun  dari tahun 666 hingga 669 M.
Ia menikah dengan Dewi Ganggasari dari Indraprahasta, suatu kerajaan otonom di daerah Cirebon sekarang. Dari Ganggasari, ia memiliki  2 anak, yang keduanya perempuan. Yang pertama, Dewi Manasih, menikah dengan Tarusbawa dari Sundasambawa. Sedang yang kedua, Sobakancana menikah dengan Dapuntahyang Sri Jayanasa, yang selanjutnya mendirikan kerajaan Sriwijaya.
Setelah ia meninggal dunia, kekuasaan jatuh ke tangan  menantunya, tarusbawa. Dan tarausbawa ini kemudian memidahkan ibukotanya, di sekitar sungai Pakancilan.

Transisi Tarumanagara ke Kerajan Sunda
Tarumanagara hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Raja terakhir Linggawarman tidak mempunyai  anak laki-laki. Ia mempunyai 2 anak laki-laki. Ia mempunyai 2 anak perempuan, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dan yang kedua, Subakancana menjadi istri Depuntahyang Srijayanasa, pendiri kerajaan Sriwijaya.
Tarusbawa (669-723 M), yang berasal dari kerajaan Sunda Sumbawa menggantikan mertuanya menjadi penguasa  tarumanagara ke-13. Karena pamor Tarumanagara, ia ingin mengembalikan keharuman zaman Purnawarman yang berkedudukan di purasaba (ibukota) Sundapura. Dengan demikian sejak tahun 670 M, nama kerajaan Tarumanagara berubah menjadi kerajaan Sunda.

C. Sumber Sejarah Kerajaan Tarumanagara
Kerajaan Tarumanagara banyak meninggalkan bukti sejarah, diantaranya ditemukannya 7 buah prasati yaitu:
1. Prasasti Ciareteun yang ditemukan di Ciampea, Bogor. Pada prasasti tersebut terdapat ukiran laba-laba dan tapak kaki serta puisi beraksara Palawa dan berbahasa Sanskerta. Puisi tersebut berbuyi "Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara."
2. Prasasti Pasri Koleangkak yang ditemukan di perkebunan Jambu. Parsasti ini juga sering disebut sebagai Prasasti Jambu. Prasasti Jambu berisi "Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya."
3. Prasasti Kebonkopi yang ditemukan di kampung Muara Hilir, Cibungbulang. Isi prasasti Kebon Kopi : yakni adanya dua kaki gajah yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airawati (gajah kendaran Dewa Wisnu). Sedangkan Prasasti Jambu berisi tentang kegagahan raja Purnawarman. Bunyi prasasti itu antara lain :"gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin manusia yang tiada taranya, yang termasyhur Sri Purnawarman, yang memerintah di taruma dan yang baju zirahnya tak dapat ditembus oleh musuh ..."
4. Prasasti Tugu yang ditemukan di dareah Tugu, Jakarta.
5. Prasasti Pasir Awi yang ditemukan di daerah Pasir Awi, Bogor.
6. Prasasti Muara Cianten yang juga ditemukan di Bogor.
7. Prasasti Cidanghiang atau Lebak yang ditemukan di kampung Lebak, pinggir Sungai Cidanghiang, Pandeglang-Banten. Prasasti Didanghiang berisi “Inilah tanda keperwiraan, keagungan dan keberanian yang sesungguh-sungguhnya dari raja dunia, yang mulia Purnawarman, yang menjadi panji sekalian raja”.
Selain dari prasasti, terdapat juga suber-sumber lain yang berasal dari Cina, diantarnya:
1. Berita dari Fa-Hien, seorang musafir Cina (pendeta Budha) yang terdampar di Yepoti (Yawadhipa/Jawa) tepatnya Tolomo (Taruma) pada tahun 414. Dalam catatannya di sebutkan rakyat Tolomo sedikit sekali memeluk Budha yang banyak di jumpainya adalah Brahmana dan Animisme.
2. Berita dari Dinasti Soui yang menyatakan bahwa pada tahun 528 dan 535 datang utusan dari negeri Tolomo (Taruma) yang terletak disebelah selatan.
3. Berita dari Dinasti Tang Muda yang menyebutkan tahun 666 dan tahun 669 M datang utusan dari Tolomo.

D. Kehidupan Sosial-Ekonomi dan Kebudayaan Kerajaan Tarumanagara
Kehidupan perekonomian masyarakat Tarumanegara adalah pertanian dan peternakan. Hal ini dapat diketahui dari isi Prasasti Tugu yakni tentang pembangunan atau penggalian saluran Gomati yang panjangnya 6112 tombak (12 km) selesai dikerjakan dalam waktu 21 hari. Masyarakat Kerajaan Tarumanagara juga berprofesi sebagai pedagang mengingat letaknya yang strategis berada di dekat selat sunda.
Pembangunan/penggalian itu mempunyai arti ekonomis bagi rakyat, karena dapat digunakan sebagai sarana pengairan dan pencegahan banjir. Selain penggalian saluran Gomati dalam prasasti Tugu juga disebutkan penggalian saluran Candrabhaga. Dengan demikian rakyat akan hidup makmur, aman, dan sejahtera.
Dari segi kebudayaan sendiri, Kerajaan Tarumanagara bisa dikatakan kebudayaan mereka sudah tinggi. Terbukti dengan penggalian sungai untuk mencegah banjir dan sebagai saluran irigasi untuk kepentingan pertanian. Terlihat pula dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf pada prasasti yang ditemukan, menjadi bukti kebudayaan masyarakat pada saat itu tergolong sudah maju.

E. Masa Kejayaan Kerajaan Tarumanegara
Tak butuh waktu lama, Kerajaan Tarumanegara mengalami masa kejayaan atau masa keemasan hanya sekitar 3 generasi dari awal pembentukannya. Ya, Kerajaan Tarumanegara berhasil mencapai masa kejayaan pada kepemimpinan raja ketiga, Purnawarman, cucu dari Rajadirajaguru Jayasingawarman.
Pada masa kejayaannya itu, Tarumanegara mengalami perkembangan pesat. Selain dengan memperluas wilayah kerajaan melalui ekspansi ke kerajaan-kerajaan kecil di sekitar kekuasaannya, Raja Purnawarman juga membangun berbagai infrastruktur yang mendukung perekonomian kerajaan. Adapun salah satunya adalah sungai Gomati dan Candrabaga. Kedua sungai ini selain untuk mencegah terjadinya banjir saat musim hujan, juga berperan penting dalam pengairan lahan pertanian sawah yang dulu menjadi salah satu penggerak kehidupan ekonomi masyarakat Kerajaan Tarumanegara. Masa kepemimpinan Raja Purnawarman dianggap sebagai masa kejayaan Kerajaan Tarumanegara selain itu juga karena kemampuan kerajaan yang mampu berkurban 1000 ekor sapi saat pembangunan ke dua sungai itu.

F. Masa Keruntuhan Kerajaan Tarumanegara
Masa keruntuhan kerajaan Tarumanegara dialami setelah kerajaan ini dipimpin oleh raja generasi ke 13, Raja Tarusbawa namanya. Keruntuhan kerajaan Hindu pertama  di Pulau Jawa ini dilatarbelakangi oleh kekosongan kepemimpinan karena Raja Tarusbawa lebih menginginkan untuk memimpin kerajaan kecilnya di hilir sungai Gomati. Selain itu, gempuran beberapa kerajaan lain di nusantara pada masa itu, terutama kerajaan Majapahit juga memegang andil penting dalam keruntuhan Kerajaan Tarumanegara itu.

No comments:
Write komentar