Munculnya
kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha di Indonesia tidak terlepas dari
pengaruh persentuhan antara kebudayaan Nusantara dengan kebudayaan India
sebagai tempat kelahiran kedua agama tersebut. Persentuhan kebudayaan ini
terjadi sebagai salah satu akibat dari hubungan yang dilakukan antara
orang-orang India dengan orang-orang yang ada di Nusantara, terutama karena
daerah Nusantara merupakan jalur perdagangan strategis yang menghubungkan
antara India dan Cina. Hubungan perdagangan yang semakin lama semakin intensif
menimbulkan pengaruh terhadap masuknya pengaruh-pengaruh kebudayaan India di
Nusantara. Dengan kata lain, terjadi proses akulturasi antara kebudayaan India
dengan kebudayaan Nusantara. Demikian juga dengan agama Hindu-Buddha menjadi
agama yang dianut oleh penduduk di Nusantara dan menjadi pendorong muncul dan
berkembangnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha di Indonesia.
A.
Masuknya Agama Hindu-Budha di Indonesia
Proses dan waktu
kapan masuknya agama Hindu dan Buddha ke Indonesia sampai sekarang masih
menjadi perdebatan di antara para sejarawan. Setidaknya terdapat empat
pendapat, yang masing-masing pendapat sesungguhnya saling menguatkan. Adapun
pendapat-pendapat tentang masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia adalah sebagai
berikut:
1. Teori
Brahmana
Teori Brahmana,
mengatakan bahwa yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah orang-orang Hindu
berkasta brahmana. Para brahmana yang datang ke Indonesia merupakan tamu
undangan dari raja-raja penganut agama tradisonal di Indonesia. Ketika tiba di
Indonesia, para brahmana ini akhirnya ikut menyebarkan agama Hindu di
Indonesia. Ilmuan yang mengusung teori ini adalah Van Leur.
2. Teori
Waisya
Teori Waisya, mengatakan bahwa yang telah berhasil
mendatangkan Hindu ke Indonesia adalah kasta waisya, terutama para pedagang.
Para pedagang banyak memiliki relasi yang kuat dengan para raja yang terdapat
di kerajaan Nusantara. Agar bisnis mereka di Indonesia lancar, mereka sebagai
pedagang asing tentunya harus membuat para penguasa pribumi senang, dengan cara
dihadiahi barang-barang dagangan. Dengan demikian, para pedagang asing ini
mendapat perlindungan dari raja setempat. Di tengah-tengah kegiatan perdagangan
itulah, para pedagang tersebut menyebarkan budaya dan agama Hindu ke
tengah-tengah masyarakat Indonesia. Ilmuwan yang mencetuskan teori ini adalah
N.J. Krom.
3. Teori
Ksatria
Teori Ksatria, mengatakan bahwa proses kedatangan
agama Hindu ke Indonesia dilangsungkan oleh para ksatria, yakni golongan
bangsawan dan prajurit perang. Menurut teori ini, kedatangan para ksatria ke
Indonesia disebabkan oleh persoalan politik yang terus berlangsung di India
sehingga mengakibatkan beberapa pihak yang kalah dalam peperangan tersebut
terdesak, dan para ksatria yang kalah akhirnya mencari tempat lain sebagai
pelarian, salah satunya ke wilayah Indonesia. Ilmuan yang mengusung teori ini
adalah C.C. Berg dan Mookerji.
4. Teori
Arus Balik
Teori Arus Balik,
mengatakan bahwa yang telah berperan dalam menyebarkan Hindu di Indonesia
adalah orang Indonesia sendiri. Mereka adalah orang yang pernah berkunjung ke
India untuk mempelajari agama Hindu dan Buddha. Di pengembaraan mereka
mendirikan sebuah organisasi yang sering disebut sanggha. Setelah kembali di Indonesia,
akhirnya mereka menyebarkan kembali ajaran yang telah mereka dapatkan di India.
Pendapat ini dikemukakan oleh F.D.K. Bosch.
B.
Perkembangan Kebudayaan Hindu–Buddha di Indonesia
Sikap aktif selektif
diterapkan bangsa Indonesia terhadap kebudayaan dari luar, artinya kebudayaan
asing yang masuk ke Indonesia diseleksi dan disesuikan dengan kepribadian
bangsa Indonesia. Oleh karena itu, setelah agama dan kebudayaan Hindu–Buddha
masuk ke Indonsia terjadilah akulturasi. Perwujudan akulturasi antara kebudayaan
Hindu–Buddha dengan kebudayaan Indonesia, antara lain sebagai berikut.
1. Seni
Bangunan
Wujud akulturasi seni
bangunan terlihat pada bangunan candi, salah satu contohnya adalah Candi
Borobudur yang merupakan perpaduan kebudayaan Buddha yang berupa patung dan
stupa dengan kebudayaan asli Indonesia, yakni punden berundak (budaya
Megalithikum). Untuk penjelasan lebih lengkap, silahkan baca artikel tentang
Candi (Pengertian, Karakteristik, Pengelompokan), di sini.
2. Seni
Rupa dan Seni Ukir
Akulturasi di bidang
seni rupa dan seni ukir terlihat pada Candi Borobudur yang berupa relief Sang
Buddha Gautama (pengaruh dari Buddha) dan relief perahu bercadik, perahu besar
tidak bercadik, perahu lesung, perahu kora-kora, dan rumah panggung yang di
atapnya ada burung bertengger (asli Indonesia). Di samping itu, ragam hias pada
candicandi Hindu–Buddha dan motif-motif batik yang merupakan perpaduan seni
India dan Indonesia.
3. Aksara
dan Seni Sastra
Pengaruh
budayaHindu–Buddha salah satunya menyebabkan bangsa Indonesia memperoleh
kepandaian membaca dan menulis aksara, yaitu huruf Pallawa dan bahasa
Sanskerta. Kepandaian baca-tulis akhirnya membawa perkembangan dalam seni
sastra. Misalnya, cerita Mahabarata dan Ramayana berakulturasi menjadi wayang
"purwa" karena wayang merupakan kebudayaan asli Indonesia. Demikian
juga kitab Mahabarata dan Ramayana digubah menjadi Hikayat Perang Pandawa Jaya
dan Hikayat Sri Rama, dan Hikayat Maharaja Rahwana. Dalam pertunjukan
pewayangan yang merupakan kebudayaan asli Indonesia, isi ceritanya dari India
yang bersumber pada kitab Mahabarata dan Ramayana. Munculnya punakawan, seperti
Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong adalah penambahan bangsa Indonesia sendiri.
Ragam hias pada wayang purwa adalah akulturasi seni India dan Indonesia.
4. Sistem
Pemerintahan
Di bidang
pemerintahan dengan masuknya pengaruh Hindu maka muncul pemerintahan yang
dipegang oleh raja. Semula pemimpinnya adalah kepala suku yang dianggap
mempunyai kelebihan dibandingkan warga lainnya(primus interpares). Raja tidak
lagi sebagai wakil dari nenek moyang, tetapi sebagai penjilmaan dewa di dunia
sehingga muncul kultus "dewa raja".
5. Sistem
Kalender
Masyarakat Indonesia
telah mengenal astronomi sebelum datangnya pengaruh Hindu–Buddha. Pada waktu
itu astronomi dipergunakan untuk kepentingan praktis. Misalnya, dengan melihat
letak rasi (kelompok) bintang tertentu dapat ditentukan arah mata angin pada
waktu berlayar dan tahu kapan mereka harus melakukan aktivitas pertanian.
Berdasaran letak bintang dapat diketahui musim-musim yang ada, antara lain
musim kemarau, musim labuh, musim hujan, dan musim mareng. Jadi di Indonesia
telah mengenal sistem kalender yang berpedoman pada pranatamangsa, misalnya
mangsa Kasa (kesatu) dan mangsa Karo (kedua). Kebudayaan Hindu–Buddha yang
masuk ke Indonesia telah memiliki perhitungan kalender, yang disebut kalender
Saka dengan perhitungan 1 tahun Saka terdiri atas 365 hari. Menurut perhitungan
tahun Saka, selisih tahun Saka dengan tahun Masehi adalah 78 tahun.
6. Sistem
Kepercayaan
Nenek moyang bangsa
Indonesia mempunyai kepercayaan menyembah roh nenek moyang (animisme) juga
dinamisme dan totemisme. Namun, setelah pengaruh Hindu – Buddha masuk terjadilah
akulturasi sistem kepercayaan sehingga muncul agama Hindu dan Buddha. Pergeseran
fungsi candi. Misalnya fungsi candi di India sebagai tempat pemujaan, sedangkan
di Indonesia candi di samping tempat pemujaan juga ada yang difungsikan sebagai
makam (biasanya raja/pembesar kerajaan).
7. Filsafat
Akulturasi filsafat
Hindu Indonesia menimbulkan filsafat Hindu Jawa. Misalnya, tempat yang makin
tinggi makin suci sebab merupakan tempat bersemayam para dewa. Itulah sebabnya
raja-raja Jawa (Surakarta dan Yogyakarta) setelah meninggal dimakamkan di
tempat-tempat yang tinggi, seperti Giri Bangun, Giri Layu (Surakarta), dan
Imogiri (Yogyakarta).
C.
Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia
Masuknya agama Hindu Budha ke Indonesia telah
membawa dampak yang signifikan di bidang politik, yaitu lahirnya kerajaan
kerajaan bercorak Hindu Budha dan berkurangnya peran kepala suku dalam mengatur
kehidupan politik. Kerajaan-kerajaan Hindu Budha di Indonesia antara lain:
5.
Kerajaan Melayu
6.
Kerajaan Tulangbawang
7.
Kerajaan Sriwijaya
8.
Kerajaan Mataram Kuno
10.
Kerajaan Majapahit
11.
Kerajaan Bali
12.
Kerajaan Sunda Atau Pasundan
13. Kerajaan Singasari
No comments:
Write komentar