Showing posts with label Perjanjian-perjanjian. Show all posts
Showing posts with label Perjanjian-perjanjian. Show all posts

Friday 30 August 2019

Perjanjian Linggarjati: Tokoh, Latar Belakang dan Dampaknya Bagi Indonesia

Perjanjian Linggarjati adalah perjanjian bersejarah antara pihak Indonesia dan Belanda dengan pihak Inggris sebagai mediator yang dilaksanakan pada tanggal 11-13 November 1946 di Linggarjati, Cirebon. Penandatanganan perjanjian baru disahkan secara resmi pada tanggal 25 Maret 1947. Isi perjanjian ini meliputi Belanda mengakui wilayah Indonesia secara de facto serta pembentukan negara Republik Indonesia Serikat (RIS).


A. Latar Belakang Perjanjian Linggarjati
Diadakannya perundingan Linggarjati dilatarbleknagi oleh masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia. Hal ini karena Jepang menetapkan ‘status quo’ di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda seperti peristiwa 10 November di Surabaya.

Pemerintah Inggris selaku penanggung jawab berupaya menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia. Pada akhirnya diplomat Inggris bernama Sir Archibald Clark Kerr mengundang Indonesia dan Belanda untuk melakukan perundingan di Hooge Veluwe.

Para pemimpin negara menyadari bahwa untuk menyelesaikan konflik dengan peperangan hanya akan menimbulkan korban dari kedua belah pihak.

Namun perundingan yang direncanakan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas pulau Jawa, pulau Sumatera dan pulau Madura, sedangkan Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.

Pada akhir Agutus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia dalam menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta, dibukalah perundingan antara Indonesia dan Belanda yang dipimpin oleh Lord Killearn.

Dalam perundingan awal ini akhirnya menghasilkan persetujuan untuk gencatan senjata pada 14 Oktober dan rencana untuk mengadakan perundingan lebih lanjut, yakni Perundingan Linggarjati yang akan dilaksanakan mulai tanggal 11 November 1946.

B. Waktu dan Tempat Perjanjian Linggarjati
Perjanjian bersejarah antara Indonesia dan Belanda ini akhirnya terlaksana. Perjanjian Linggarjati dilaksanakan mulai tanggal 11 November 1946 sampai 13 November 1946. Tempat pelaksanaan perundingan ini bertempat di Linggarjati, Cirebon.

Meski dilaksanakan pada 11-13 November 1946, namun penandatanganan perjanjian Linggarjati baru dilakukan pada tanggal 25 Maret 1947. Di waktu senggang, para delegasi melakukan perbaikan terhadap isi-isi perjanjian agar kedua belah pihak bisa menemui titik temu untuk menyetujui perjanjian ini.

C. Tokoh Perjanjian Linggarjati
Ada beberapa tokoh penting yang terlibat dalam perjanjian Linggarjati, baik dari pihak Indonesia, Belanda atau dari pihak Inggris selaku mediator atau penengah. Berikut nama-nama tokoh dalam perjanjian Linggarjati.

Pemerintah Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir (ketua), A. K. Gani, Susanto Tirtoprojo, Mohammad Roem
Pemerintah Belanda diwakili oleh Wim Schermerhorn (ketua), H. J. van Mook, Max van Pool, F. de Boer
Pemerintah Inggris selaku mediator/penengah diwakili oleh Lord Killearn

D. Isi Perjanjian Linggarjati
Penandatanganan perjanjian Linggarjati dilakukan pada 25 Maret 1947 antara kedua belah pihak. Hasil perundingan Linggarjati menghasilkan beberapa poin dan pasal sebagai berikut.
1.   Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura.
2.   Belanda harus meninggalkan wilayah Republik Indonesia paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
3.   Pihak Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri dari wilayah Indonesia, Kalimantan dan Timur Besar sebelum tanggal 1 Januari 1949.
4.   Dalam bentuk Republik Indonesia Serikat, pemerintah Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth atau Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepalanya.

E. Dampak Perjanjian Linggarjati
Terdapat beberapa dampak yang ditimbulkan akibat kesepakatan dalam perundingan Linggarjati tersebut. Dampak positif perjanjian Linggarjati bagi Indonesia adalah pemerintah Indonesia mendapat pengakuan secara de facto dari pihak Belanda.

Namun ada juga dampak negatifnya yaitu wilayah Indonesia menjadi semakin sempit karena yang diakui hanya wilayah Jawa, Madura dan Sumatera saja.

Sebelumnya juga terjadi pro-kontra terkait perundingan ini. Beberapa partai nasional mengkritik pemerintah karena mau menandatangani perundingan ini dan menuding bahwa pemerintahan Indonesia lemah untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia.

Namun pemerintah memberi alasan kenapa mau menyetujui isi perjanjian Linggarjati tersebut yaitu memilih cara damai untuk menyelesaikan konflik untuk menghindari jatuhnya korban dan menarik simpati dunia internasional. Perdamaian dengan gencatan sejata juga dapat memberi peluang bagi pasukan militer Indonesia untuk melakukan berbagai hal diantaranya dalah konsolidasi.

F. Pelanggaran Perjanjian Linggarjati
Meski sudah disepakati namun kemudian terjadi pelanggaran terhadap perjanjian ini oleh pihak Belanda. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jenderal H. J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini. Pada tanggal 21 Juli 1947, terjadi Agresi Militer Belanda I yaitu serangan dari tentara Belanda ke wilayah Indonesia.

Akibatnya konflik Indonesia-Belanda kembali memanas. Pada akhirnya konflik ini kemudian kembali diselesaikan lewat jalur perundingan yaitu Perjanjian Renville. Meski begitu banyak hasil perjanjian Renville yang merugikan pihak Indonesia.

Wednesday 3 July 2019

Perjanjian Renville: Tokoh, Latar Belakang dan Dampaknya Bagi Indonesia


Perjanjian Renville ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948, perjanjian ini merupakan perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang bertempat di atas  kapal perang Amerika Serikat USS Renville,  di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan dimoderasi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), “Committee of Good Offices for Indonesia”, yaitu perwakilan dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia.



Perjanjian ini bertujuan untuk menyelesaikan perselisihan atas Perjanjian Linggarjati tahun 1946. Perjanjian ini berisi kesepakatan batas antara wilayah Indonesia dengan Belanda yang dikenal dengan nama Garis Van Mook.

A. Latar Belakang Perjanjian Renville
Dewan Keamanan PBB memerintahkan resolusi gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia pada tanggal 1 Agustus 1947. Gubernur Jendral Van Mook dari Belanda melakukan gencatan senjata pada tanggal 5 Agustus.

Pada 25 Agustus, Dewan Keamanan mengeluarkan resolusi yang diusulkan Amerika Serikat bahwa Dewan Keamanan akan menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda secara damai dengan membentuk Komisi Tiga Negara yang terdiri dari Belgia yang dipilih oleh Belanda, Australia yang dipilih  Indonesia, dan Amerika Serikat sebagai negara yang dipilih oleh kedua pihak.

Kemudian pada 29 Agustus 1947, Belanda mencanangkan garis Van Mook yang membatasi wilayah Indonesia dan Belanda. Republik Indonesia menjadi hanya tersisa sepertiga Pulau Jawa dan kebanyakan pulau di Sumatra, tetapi Indonesia tidak mendapat wilayah utama penghasil makanan. Blokade oleh Belanda juga mencegah masuknya persenjataan, makanan dan pakaian menuju ke wilayah Indonesia.

B.  Tokoh Yang Hadir Di Perjanjian Renville
Delegasi Indonesia di wakili oleh Amir syarifudin (ketua), Ali Sastroamijoyo, H. Agus Salim, Dr.J. Leimena, Dr. Coatik Len, dan Nasrun.
Delegasi Belanda di wakili oleh R.Abdul Kadir Wijoyoatmojo (ketua), Mr. H..A.L. Van Vredenburg, Dr.P.J. Koets, dan Mr.Dr.Chr.Soumokil.
PBB sebagai mediator di wakili oleh Frank Graham (ketua), Paul Van Zeeland, dan Richard Kirby

C. Isi Perjanjian Renville
1. Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian wilayah Republik Indonesia.
2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda.
3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur.

D. Dampak Perjanjian Renville Bagi Indonesia
1. Indonesia terpaksa menyetujui RIS
Salah satu dampak perjanjian Renville bagi Indonesia adalah perubahan bentuk negara Indonesia. Pada awal pembentukan negara Indonesia, Indonesia memproklamirkan diri sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Akan tetapi, dalam perundingan Renville ini, Indonesia harus mengubah bentuk negaranya menjadi Republik Indonesia Serikat yang merupakan negara persemakmuran Belanda. Perubahan bentuk negara ini merupakan syarat yang diajukan Belanda untuk dapat mengakui kedaulatan Indonesia. akan tetapi, dengan Perbedaan Bentuk Negara Kesatuan Dengan Negara Serikat tersebut berarti Indonesia tidak sepenuhnya berdaulat karena masih memiliki keterkaitan kekuasaan dengan pemerintah Belanda.

2. Terbentuk kabinet Amir Syarifudin II
Setelah perjanjian Renville ditandatangani, tidak hanya bentuk negara Indonesia yang berubah. Indonesia juga harus mengubah sistem pemerintahan dan konstitusi negara. Perubahan sistem pemerintahan tersebut berubah dari sistem presidensial ke sistem parlementer. Dengan kata lain presiden hanya akan menjadi kepala negara, bukan lagi kepala pemerintahan. Untuk kepala pemerintahan akan dipimpin oleh seorang perdana menteri. itulah yang menjadi Perbedaan Sistem Pemerintahan Presidensial Dengan Parlementer. Oleh karena itu, maka dilakukan pemilihan untuk presiden dan perdana menteri. Presiden yang terpilih tetap Ir. Soekarno. Sedangkan untuk kepala pemerintahan, terpilihlah Mr. Amir Syarifudin sebagai perdana menteri. Setelah itu, dibentuklah kabinet baru yang merupakan bentukan Amir Syarifuddin. Sebelumnya Amir Syarifuddin juga telah mendapat mandate untuk memimpin kabinet peralihan setelah gagalnya kabinet syahrir sebagai dampak runtuhnya perjanjian linggarjati. Dan dengan ditandatanganinya perjanjian Renville ini menandai dibentuknya kabinet Amir Syarifuddin II.

3. Timbul reaksi keras pada kabinet
Kabinet yang baru dianggap memiliki kebijakan yang memberatkan rakyat dan pro Belanda. Banyak partai politik yang melancarkan aksi protes terhadap kebijakan – kebijakan pemerintah baru tersebut. Lebih jauh lagi, partai politik bahkan menarik wakilnya dari dalam kabinet. Rakyat menganggap Amir Syarifuddin menjual Indonesia kepada Belanda. Pada akhirnya, kabinet ini tidak bertahan lama dan bubar pada akhir Januari 1948. Pada tnggal 23 Januari 1948 Amir Syarifuddin menyerahkan kembali mandatnya ke Presiden. Reaksi terhadap kabinet ini juga mencerminkan Terjadinya Disintegrasi Nasional Bangsa.

4. Wilayah kekuasaan Republik Indonesia berkurang
Wilayah Indonesia berdasar perjanjian Renville lebih kecil dari yang ditetapkan pada perjanjian sebelumnya yaitu perjanjian Linggarjati. Menurut perjanjian Linggarjati, wilayah Indonesia meliputi Jawa, Sumatera, dan Madura. Sedangkan menurut perjanjian Renville, Indonesia meliputi sebagian Sumatera, Jawa Tengah, dan Madura. Dengan disetujuinya perjanjian Renville, maka Indonesia juga menyetujui wilayah Indonesia yang dibatasi oleh garis Van Mook. Garis Van Mook adalah garis yang ditetapkan sebagai batas wilayah yang dimiliki Belanda dan Indonesia. wilayah yang pada agresi militer Belanda I telah dikuasai oleh Belanda kemudian harus diakui sebagai daerah dudukan Belanda dan lepas dari wilayah Indonesia.

5. Perekonomian Indonesia diblokade oleh Belanda
Setelah mencengkeram keadaan politik Indonesia, Belanda juga mengekang perekonomian Indonesia. Pengurangan wilayah Indonesia membuat wilayah yang diduduki oleh Belanda juga bertambah. Bermukimnya belanda di beberapa wilayah seperti Jawa Barat sayangnya juga berdampak bagi kegiatan perekonomian di Indonesia. Dengan perjanjian Renville, bentuk pemerintahan negara Indonesia berubah. Dan selama masa peralihan menjadi Republik Indonesia Serikat, Belanda masih berkuasa atas Indonesia. oleh karena itu, Belanda memblokade pergerakan ekonomi Indonesia dengan tujuan pejuang Indonesia akan semakin menderita dan menyerah kepada Belanda. selain itu, beberapa asset milik Indonesia berada dibawah kekuasaan Belanda, yang tentu saja memberikan keuntungan bagi perekonomian Belanda. dampak perjanjian Renville bagi Indonesia tidak hanya dalam bidang politik, tapi juga ekonomi.

6. Pihak Indonesia harus menarik pasukan
Melemahnya kekuatan militer Indonesia merupakan salah satu dampak perjanjian Renville bagi Indonesia. Dengan perjanjian yang terkait mengenai wilayah tersebut, maka Indonesia terpaksa menarik pasukannya dari wilayah Indonesia yang menurut perjanjian Renville menjadi daerah dudukan Belanda. hal ini juga bisa dikatakan melemahkan militer Indonesia. Pasukan Indonesia harus ditarik dari daerah penduduk sipil. Akan tetapi pasukan Indonesia secara diam-diam tetap melakukan perang gerilya.

7. Meletus agresi militer II
Setelah perjanjian Renville, ditetapkanlah garis Van Mook sebagai batas wilayah yang diduduki Belanda dan wilayah yang dimiliki Indonesia. Pada masa itulah terjadi gencatan senjata antara Indonesia dengan Belanda. Akan tetapi, pada akhir tahun 1948, pasukan Indonesia menyusupkan pasukan gerulya ke daurah yang diduduki Belanda. Hal itu berarti bahwa Indonesia telah melanggar perjanjian. Sebagai akibatnya, meletuslah agresi militer Belanda II yang dilancarkan oleh Belanda pada 19 Desember 1948.

8. Terpecah belahnya bangsa Indonesia
Contoh lain dari dampak perjanjian Renville bagi Indonesia adalah terpecah belahnya bangsa Indonesia. Pencaplokan wilayah Indonesia oleh belanda membuat wilayah Indonesia semakin kecil dan justru menguntungkan pihak Belanda. Dengan perubahan wilayah dan peralihan bentuk pemerintahan, Belanda membentuk negara persemakmuran yang justru lebih seperti negara boneka Belanda yang ada di Indonesia. negara- negara tersebut tergabung dalam BFO atau Bijeenkomst voor Federaal Overlag. Beberapa anggota perserikatan tersebut antara lain Negara Madura, Negara Borneo Barat, Negara Sumatera Timur, dan Negara Jawa Timur. Negara – negara tersebut juga lebih memihak urusan Belanda daripada Indonesia.

Wednesday 24 April 2019

Konferensi Meja Bundar (KMB) : Tokoh, Latar Belakang dan Dampaknya Bagi Indonesia

A. Latar Belakang Konferensi Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar atau Perjanjian KMB merupakan merupakan sebuah pertemuan (konferensi) yang bertempat di Den Haag, Belanda, dari 23 Agustus sampai 2 November 1949 antara perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang mewakili beberapa negara yang diciptakan oleh Belanda di kepulauan Indonesia.
Hal yang melatarbelakangi terjadinya KMB adalah kegagalan Belanda untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan karena adanya kecaman dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk melakukan penyelsaian secara diplomasi. Sebelumnya terlah terjadi beberapa perundingan antara pihak Belanda dan Indonesia lewat perjanjian Linggarjati (1947) dan perjanjian Renville (1948).

Pada 28 Januari 1949, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi yang mengecam serangan militer Belanda terhadap tentara Indonesia. Dewan Keamanan PBB juga menyerukan diadakannya perundingan untuk menemukan penyelesaian damai antara dua pihak.
Usai perjanjian Roem Royen pada tanggal 6 Juli, rencananya akan diadakan lagi konferensi yang akan diikuti oleh para tokoh yang masih diasingkan di Bangka. Sebelumnya diadakan terlebih dahulu Konferensi Inter-Indonesia di Yogyakarta antara tanggal 31 Juli sampai 2 Agustus 1949.
Konferensi Inter-Indonesia dihadiri semua otoritas bagian dari Republik Indonesia Serikat yang akan dibentuk. Para partisipan setuju mengenai prinsip dan kerangka dasar untuk konstitusinya. Pada tanggal 11 Agustus 1949, dibentuk perwakilan Republik Indonesia untuk menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda.

B. Waktu dan Tempat Konferensi Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar diselenggarakan di kota Den Haag, Belanda. Waktu pelaksanaannya diadakan mulai tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949.

C. Tujuan Konferensi Meja Bundar
Ada beberapa tujuan diadakannya Konferensi Meja Bundar ini antara lain adalah :
Mengakhiri perselisihan antara Indonesia dan Belanda dengan cara melaksanakan perjanjian-perjanjian yang sudah dibuat antara Republik Indonesia dengan Belanda, khususnya mengenai pembentukan Negara Indonesia Serikat (RIS).
Dengan tercapainya kesepakatan Meja Bundar, maka Indonesia telah diakui sebagai negara yang berdaulat penuh oleh Belanda, walaupun tanpa Irian Barat.

D. Tokoh Konferensi Meja Bundar
Ada tiga pihak yang terlibat dalam konferensi Meja Bundar, yakni pihak Indonesia, pihak Belanda yang diwakili BFO dan pihak UNCI (United Nations Comissioner for Indonesia) selaku penengah.
1. Pihak Indonesia
Pihak Indonesia diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta dan terdiri dari 12 delegasi secara keseluruhan yaitu: Drs. Mohammad Hatta, Nir. Moh. Roem, Prof Dr. Mr. Supomo, Dr. J. Leitnena, Mr. Ali Sastroamicijojo, Ir. Djuanda, Dr. Sukiman, Mr. Suyono Hadinoto, Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B. Simatupang, dan Mr. Muwardi

2. Pihak Belanda
Dalam KMB, pihak Belanda diwakili oleh BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg) yang mewakili berbagai negara yang diciptakan Belanda di kepulauan Indonesia.
Perwakilan BFO ini dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Perwakilan Belanda dipimpin oleh Mr. van Maarseveen.

3. Pihak UNCI
Pihak UNCI atau United Nations Comissioner for Indonesia bertindak sebagai penengah jalannya konferensi antara Indonesia dan Belanda. Pembentukan UNCI dilakukan sebagai penengah dan mediator perdamaian perselisihan Indonesia dan Belanda. UNCI diwakili Chritchley.

E. Hasil dan Isi Konferensi Meja Bundar
Ada beberapa poin kesepakatan Konferensi Meja Bundar. Berikut merupakan isi dan hasil Konferensi Meja Bundar selengkapnya.

1.     Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai sebuah negara yang merdeka.
2.     Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
3.     Status Provinsi Irian Barat diselesaikan paling lama dalam waktu setahun setelah pengakuan kedaulatan.
4.     Dibentuknya Uni Indonesia-Belanda untuk mengadakan kerjasama antara RIS dan Belanda yang dikepalai Raja Belanda.
5.     Republik Indonesia Serikat akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak-hak konsesi serta izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
6.     Republik indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda sejak tahun 1942.
7.     Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS.
8.     Tentara Kerajaan Belanda akan ditarik mundur, sedangkan Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa anggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.

F. Dampak Konferensi Meja Bundar
Pengesahan dan penandatanganan isi Konferensi Meja Bundar dilakukan pada tanggal 29 Oktober 1949. Hasil KMB ini kemudian disampaikan kepada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Selanjutnya KNIP melakukan sidang pada tanggal 6-14 Desember 1949 untuk membahas hasil dari KMB. Pembahasan hasil keputusan KMB oleh KNIP dilakukan dengan cara pemungutan suara dari para peserta, hasil akhir yang dicapainya adalah 226 suara setuju, 62 suara menolak, dan 31 suara meninggalkan ruang sidang. Dengan demikian, KNIP resmi menerima hasil KMB. Lalu pada tanggal 15 Desember 1949 diadakan pemilihan Presiden Republik Indonesia Serikat(RIS) dengan caIon tunggal Ir. Soekarno yang akhirnya terpilih sebagai presiden. Pada 15 Desember 1949, Soekarno sebagai calon tunggal terpilih sebagai presiden Republik Indonesia Serikat.
Kemudian Ir. Soekarno dilantik dan diambil sumpahnya pada tanggal 17 Desember 1949. Indonesia Serikat dibentuk seperti republik federasi berdaulat yang terdiri dari 16 negara bagian dan merupakan persekutuan dengan Kerajaan Belanda. Kabinet RIS terbentuk di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta yang menjadi Perdana Menteri.
Drs. Moh. Hatta diangkat sebagai perdana menteri oleh Presiden Soekarno pada tanggal 20 Desember 1949. Setelahnya pada tanggal 23 Desember 1949 perwakilan RIS berangkat ke negeri Belanda untuk menandatangani akta penyerahan kedaulatan.
Penyerahan kedaulatan Belanda terhadap Indonesia akhirnya disahkan pada tanggal 27 Desember 1949. Dalam upacara penyerahan kedaulatan pihak Belanda ditandatangani oleh Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees dan Menteri Seberang Lautan Mr. AM . J.A Sassen. Sedangkan delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta.
Di waktu yang sama di Jakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tertinggi Mahkota AH. J. Lovink menandatangani naskah pengakuan kedaulatan. Dengan diakuinya kedaulatan RI oleh Belanda ini maka Indonesia berubah bentuk negaranya berubah menjadi negara serikat yakni Republik Indonesia Serikat (RIS).
Penyerahan kedaulatan menandai pengakuan Belanda atas berdirinya Republik Indonesia Serikat dan wilayahnya mencakup semua bekas wilayah jajahan Hindia-Belanda secara formal kecuali wilayah Irian Barat. Irian barat diserahkan oleh Belanda setahun kemudian.