Adapun peristiwa kedua yang terjadi menjelang
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah:
Peristiwa
Rengasdengklok
Sutan Sjahrir, Chaerul Saleh, Darwis dan
Wikana mendengar kabar menyerahnya jepang kepada sekutu melalui radio BBC.
Setelah mendengar berita Jepang bertekuk lutut kepada sekutu, golongan muda
mendesak golongan tua untuk secepatnya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Namun tokoh golongan tua seperti Soekarno dan Hatta tidak ingin terburu-buru
mereka tetap menginginkan proklamasi dilaksanakan sesuai mekanisme PPKI.
Alasannya kekuasaan Jepang di Indonesia belum diambil alih hal tersebut membuat
mereka khawatir akan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi.
Tetapi, golongan muda, seperti Sukarni dan
Tan Malaka menginginkan proklamasi kemerdekaan dilaksanakan secepat cepatnya.
Para pemuda mendesak agar Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan
secepatnya. Alasan mereka adalah Indonesia dalam keadaan kekosongan kekuasaan
(vakum). Negosiasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. namun Golongan muda
tidak menyetujui rapat tersebut, mengingat PPKI merupakan sebuah badan yang
dibentuk oleh Jepang. Dan mereka lebih menginginkan kemerdekaan atas usaha
bangsa indonesia sendiri, bukan pemberian dari Jepang. Perbedaan pendapat
antara golongan muda dan golongan tua inilah yang menjadi latar belakang
terjadinya peristiwa Rengasdengklok.
a. Golongan
Muda
Menanggapi sikap konservatif golongan tua,
golongan muda yang diwakili oleh para anggota PETA dan mahasiswa merasa kecewa.
Mereka tidak setuju terhadap sikap golongan tua dan menganggap bahwa PPKI
merupakan bentukan Jepang. Sehingga mereka menolak seandainya proklamasi
dilaksanakan melalui mekanisme PPKI. Sebaliknya, mereka menghendaki
terlaksananya proklamasi kemerdekaan dengan kekuatan sendiri, tanpa pengaruh
dari Jepang. Sutan Syahrir termasuk tokoh pertama yang mendesak Soekarno dan
Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Sikap golongan muda secara resmi diputuskan
dalam rapat yang diselenggarakan di Pegangsaan Timur Jakarta pada 15 Agustus
1945. Hadir dalam rapat ini Djohar Nur, Chairul Saleh, Kusnandar, Subadio,
Subianto, Margono, Wikana dan Armansyah. Rapat yang diketuai Chairul Saleh ini
menyepakati bahwa kemerdekaan Indonesia merupakan hak dan masalah rakyat
Indonesia sendiri, bukan menggantungkan kepada pihak lain.
Keputusan rapat kemudian disampaikan oleh
Darwis dan Wikana pada Soekarno dan Hatta di Pegangsaan Timur No.56 Jakarta.
Mereka mendesak agar Proklamasi Kemerdekaan segera dikumandangkan pada 16
Agustus 1945. Jika tidak diumumkan pada tanggal tersebut, golongan pemuda
menyatakan bahwa akan terjadi pertumpahan darah. Namun, Soekarno tetap bersikap
keras pada pendiriannya bahwa proklamasi harus dilaksanakan melalui PPKI. Oleh
sebab itu, PPKI harus segera menyelenggarakan rapat. Pro kontra yang mencapai
titik puncak inilah yang telah mengantarkan terjadinya peristiwa
Rengasdengklok.
b. Golongan
Tua
Mereka yang dicap sebagai golongan tua adalah
para anggota PPKI yang diwakili oleh Soekarno dan Hatta. Mereka adalah kelompok
konservatif yang menghendaki pelaksanaan proklamasi harus melalui PPKI sesuai
dengan prosedur maklumat Jepang pada 24 Agustus 1945. Alasan mereka adalah
meskipun Jepang telah kalah, kekuatan militernya di Indonesia harus
diperhitungkan demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Kembalinya Tentara
Belanda ke Indonesia dianggap lebih berbahaya daripada sekedar masalah waktu
pelaksanaan proklamasi itu sendiri.
c. Golongan
Muda Membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok
Pada tanggal 15 Agustus sekitar pukul 22.30
malam, utusan golongan muda yang terdiri dari Wikana, Darwis telah menghadap
Karno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Wikana pun penyampaikan
tuntutan agar Bung Karno segera mengumumkan Proklamasi kemerdekaan Indonesia
pad esok hari, yakni pada tanggal 16 Agustus 1945. Bung Karno pun menolak
tuntutan itu, dan lebih menginginkan betemu dan bermusyawarah terlebih dahulu
dengan anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) lainnya. karena
bung karno menginginkan kemerdekaan Indonesia harus di capai tanap pertumpahan
darah.
Mendengar penolakan Bung Karno itu, maka
Wikana pun mengancam bahwa pada esok hari akan terjadi pertumpahan darah yang
dahsyat dan pembunuhan secara besar-besaran. Hal tersebut pun membuat suasana
menjadi tegang antara Bung Karno dan Pemuda, yang di saksikan langsung oleh
Bung Hatta, Mr. Ahmad Subardjo, Dr. Buntara, dan Mr. Iwa Kusumasumantri.
Di tengah suasana pro dan kontra, golongan muda
memutuskan untuk membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok . Pilihan ini
diambil berdasarkan kesepakatan rapat terakhir golongan pemuda pada 16 Agustus
1945 di Asrama Baperpi, Cikini, Jakarta. Maksudan dan tujuan para pemuda
membawa kedua pemimpin tersebut adalah agar Bung Karno dan Bung Hatta segera
mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan secepatnya serta menjauhkan
Bung Karno dan Bung Hatta dari pengaruh Jepang.
Sementara itu di Jakarta, terjadi dialog
antara golongan tua yang diwakili Ahmad Subardjo dan golongan muda yang
diwakili oleh Wikana, setelah terjadi dialog dan ditemui kata sepakat agar
Proklamasi Kemerdekaan harus dilakukan di Jakarta dan diumumkan pada 17 Agustus
1945. Golongan muda kemudian mengutus Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad
Subardjo ke Rengasdengklok dalam rangka menjemput kembali Bung Karno dan Bung
Hatta.
Hal tersebut berjalan mulus lantaran Ahmad
Subardjo memberi jaminan pada golongan muda bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan
diumumkan pada 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan jaminan
itu, Cudanco Subeno (Komandan Kompi PETA Rengasdengklok) mau melepaskan
Soekarno dan Hatta untuk kembali ke Jakarta dalam rangka mempersiapkan
kelengkapan untuk melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan.
Dan sekitar pukul 23.00 rombongan tiba di
rumah kediaman Bung Karno di jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, untuk
menurunkan Ibu Fasmawati (istri Bung Karno), yang kala itu ikut di bawa ke
Rengasdengklok. Dan pada malam itu juga, sekitar pukul 02.00 pagi, Bung Karno
memimpin rapat PPKI di rumah Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1
Jakarta. Rapat itu terutama membahas tentang Persiapan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia.