Showing posts with label Matematika. Show all posts
Showing posts with label Matematika. Show all posts

Monday 4 November 2019

PELUANG KEJADIAN BERSYARAT

Misalkan A dan B adalah dua kejadian dalam ruang sampel S. Kejadian A dengan syarat B adalah kejadian munculnya A yang ditentukan oleh persyaratan kejadian B telah muncul. Kejadian munculnya A dengan syarat B ditulis A|B. Demikian juga sebaliknya, kejadian B dengan syarat A, ditulis B|A adalah kejadian munculnya B dengan syarat kejadian A telah muncul.
Adapun peluang kejadian bersyarat dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Peluang munculnya kejadian A dengan syarat kejadian B telah muncul adalah
2. Peluang munculnya kejadian B dengan syarat kejadian A telah muncul adalah
Contoh:
Misalkan ada dua dadu dilempar secara bersama-sama. Jika jumlah angka yang muncul dalam kedua dadu adalah 6, tentukan peluangnya bahwa salah satu dadu muncul angka 2.
Penyelesaian:
Misalkan A adalah kejadian jumlah angka yang muncul dalam kedua dadu adalah 6 dan B adalah kejadian salah satu dadu muncul angka 2. Maka, anggota-anggota A, B dan A  B adalah sebagai berikut:
A = {(1,5), (2,4), (3,3), (4,2), (5,1)}
B = {(2,1), (2,2), (2,3), (2,4), (2,5), (2,6), (1,2), (3,2), (4,2), (5,2), (6,2)}
A ∩ B = {(2,4), (4,2)}
Sedangkan untuk ruang sampelnya yaitu S sebagai berikut:
Jadi,  
n(S) = 36
n(A) = 5
n(B) = 11
n(A B) = 2
P (A ∩ B) = 2/36
P(A) = 5/36
Berarti, 








a. Kejadian Bebas
Peluang bersyarat dapat mengubah peluang suatu kejadian karena adanya keterangan tambahan yang biasa disebut kejadian bebas. Dalam hal ini, terjadinya A atau B tidak mempengaruhi terjadinya B atau A, atau terjadinya A bebas dari terjadinya B atau terjadinya B bebas dari terjadinya A.
Sehingga, dua kejadian A dan B bebas jika dan hanya jika:
P(B|A) = P(B)
dan
P(A|B) = P(A)
Contoh:
Suatu percobaan yang menyangkut pengambilan kartu berturutan dari sekotak kartu dengan pengembalian. Kejadian ditentukan sebagai:
A : kartu pertama yang terambil as,
B : kartu kedua sebuah skop
Penyelesaian:
Karena kartu pertama dikembalikan, ruang sampel untuk kedua pengambilan terdiri atas 52 kartu, berisi 4 as dan 13 skop.
n(S) = 52
n(A) = 4
n(B) = 13
Maka, 

b. Aturan Perkalian
Misalkan terdapat sembarang bilangan a,b dan c dengan c  0. Kita masih ingat jika a = b/c, berlaku b = a x c. Di samping itu, di dalam operasi irisan dua himpunan A dan B berlaku A ∩ B = B ∩ A. Dengan demikian, rumus peluang kejadian bersyarat di atas dapat ditulis sebagai berikut:



dengan P(B) > 0 maka P (A ∩ B) = P(B) x P(A|B)



dengan P(A) > 0 dan B ∩ A = A ∩ B maka P(A B) = P(A) x P(B|A)

Aturan tersebut dikenal dengan aturan perkalian untuk kejadian bersyarat. Secara lebih lengkap aturan itu berbunyi sebagai berikut:
Jika kejadian A dan kejadian B adalah dua kejadian bersyarat, peluang terjadinya A dan B adalah:
P(AB) = P(B) x P(A|B)
P(AB) = P(A) x P(B|A)
Misalkan kejadian A dan B dua kejadian yang saling bebas stokastik, artinya terjadi atau tidaknya kejadian A tidak bergantung pada terjadi atau tidaknya kejadian B dan sebaliknya, berlaku P(A|B) = P(A) dan P(B|A) = P(B). Jadi, untuk dua kejadian saling bebas stokastik, aturan perkalian di atas berubah menjadi berikut ini:
Jika A dan B dua kejadian yang saling bebas stokastik, berlaku
P(B∩A) = P(B) x P(A|B) = P(B) x P(A)
P(A∩B) = P(A) x P(B|A) = P(A) x P(B)

Contoh:
Misalkanlah kita mempunyai kotak berisi 20 sekering, lima diantaranya cacat. Bila dua sekering dikeluarkan dari kotak satu demi satu secara acak (tanpa mengembalikan yang pertama ke dalam kotak), berapakah peluang kedua sekering itu cacat?
Penyelesaian:
Misalkan,
A = kejadian bahwa sekering pertama cacat = 5
B = kejadian bahwa sekering kedua cacat = 4
A ∩ B = kejadian kedua sekering itu cacat (bahwa A terjadi dan kemudian B terjadi setelah A terjadi)
Maka,
P(A) = 5/20 = 1/4
P(B) = 4/19
Sehingga,
P (A∩B) = (1/4)Ñ…(4/19) = 1/19

Peluang Kejadian Marginal
Misalkan A1, A2 dan A3 adalah tiga kejadian saling lepas dalam ruang sampel S dan B adalah kejadian sembarang lainnya dalam S. Berikut ini menunjukkan kejadian-kejadian tersebut dalam S.


Pada gambar tersebut tampak bahwa kejadian B dapat dinyatakan sebagai:
B=(B∩A1) U (B∩A2) U (B∩A3)
Akan tetapi, kejadian (BA1), (BA2) dan (BA3) adalah saling lepas, sehingga peluang kejadian B menjadi:
P(B) = P(BA1) + P(B∩A2) + P(B∩A3)
Sedangkan,
P(BA1) = P(B|A1) . P(A1),
P(BA2) = P(B|A2) . P(A2), dan
P(BA3) = P(B|A3). P(A3)
sehingga P(B) menjadi sebagai berikut:




Dari rumus tersebut kita dapat menentukan peluang kejadian bersyarat A1|B, A2|B dan A3|B yaitu:










Secara umum, bila A1, A2, A3, ........, An kejadian saling lepas dalam ruang sampel S dan B kejadian lain yang sembarang dalam S, maka peluang kejadian bersyarat Ai | B dirumuskan sebagai berikut:




Rumus ini disebut rumus Bayes.
Contoh:
Misalkan ada tiga kotak masing-masing berisi 2 bola. Kotak 1 berisi 2 bola merah, kotak 2 berisi 1 bola merah dan 1 bola putih dan kotak 3 berisi 2 bola putih. Dengan mata tertutup, Anda diminta mengambil satu kotak secara acak dan kemudian mengambil 1 bola secara acak dari kotak yang terambil itu. Anda diberitahu bahwa bola yang terambil ternyata berwarna merah. Berapakah peluangnya bola tersebut terambil dari kota 1, kotak 2 dan kotak 3?
Penyelesaian:

Misalkan,
A1 = kejadian terambilnya kotak 1
A2 = kejadian terambilnya kotak 2
A3 = kejadian terambilnya kotak 3
B  = kejadian terambilnya bola merah
Yang ditanya: P(A1|B), P(A2|B), P(A3|B)
Karena pengambilan secara acak, maka P(A1) = P(A2) = P(A3) = 1/3
Peluang terambilnya bola merah dari kotak 1 adalah P(B|A1) = 1, selain kotak 1 hanya berisi 2 bola merah. Peluang terambilnya bola merah dari kotak 2 adalah P(B|A2) = ½ , sebab hanya ada 1 bola merah dari 2 bola yang ada.
Peluang terambilnya bola merah dari kotak 3 adalah P(B|A3) = 0, sebab kotak 3 tidak berisi bola merah. Maka diperoleh:







Jadi,

Sunday 27 October 2019

FUNGSI PEMBANGKIT MOMEN

A. Momen
1. Momen
Jika X adlah peubah acak, baik diskrit maupun kontinu, maka momen ke-k (dinotasikan dengan μk) didefinisikan sebagai:
μk = E(Xk­­­­­), k=1,2,3, ...
2. Momen Diskrit
Jika X adalah peubah acak diskrit dan p(x) adalah nilai fungsi peluang dari X di x, maka momen ke-k ( dinotasikan dengan μk) didefinisikan sebagai:
Contoh:
Berikut ini diberikan distribusi peluang dari peubah acak X.
Hitung nilai μ3
Penyelesaian :
Berdasarkan definisi momen diskrit, maka:

3. Momen Kontinu
Jika X adalah peubah acak kontinu dan f(x) adalah nilai fungsi densitas dari X di x, maka momen ke-k ( dinotasikan dengan μk) didefinisikan sebagai :
Contoh :
Misalnya fungsi dnsitas dari X berbentuk:
Hitung μ3
Penyelesaian :

B.  Fungsi Pembangkit Momen
Pada bagian sebelumnya, kita membahas momen ke-k yang dinotasikan dengan μk. Momen ini bisa juga diperoleh melalui besaran lainnya, yang dinamakan fungsi pembangkit momen. Sehingga fungsi pembangkit momen merupakan sebuah fungsi yang dapat menghasilkan momen-momen. Selain itu, penentuan distribusi baru dari peubah acak yang baru merupakan kegunaan lain fungsi pembangkit momen.
1. Fungsi pembangkit Momen
Definisi 1
Jika X adalah peubah acak , baik dari diskrit maupun kontinu, maka fungsi pembangkit momen dari X (dinotasikan dengan (Mx(t)) didefinisikan sebagai:
Mx(t) = E(etX)
Untuk –h < t 0

2. Fungsi Pembangkit Momen Diskrit
Definisi 2
Jika  adalah peubah acak diskrit dan p(x) adalah nilai fungsi peluang dari X di x, maka fungsi pembangkit momen dari X didefinisikan sebagai :
3. Fungsi Pembangkit Momen Kontinu
Definisi 3
Jika X adalah peubah acak kontinu dan f(x) adalah nilai fungsi densitas dari X di x, maka fungsi pembangkit momen dari x didefinisikan sebagai :
Berikut ini akan dijelaskan dua cara dalam pembuktian bahwa fungsi pembangkit momen itu bisa menghasilkan momen – momen.
1. Jika definisi 1, etX diuraikan dengan menggunakan perluasan deret MacLaurin, maka dapat diperoleh :
Jika Mx(t) diturumkan terhadap t, kemudian harga t sama dengan nol, maka akan diperoleh :
Demikian seterusnya, sehinga apabila Mx(t) diturunkan terhadap t sebanyak r kali, kemudian harga t sama dengan nol, maka akan diperoleh:
1. Dalam hal ini, kita akan menurunkan terhadap t dari perumusan pada definisi 1.
Demikian seterusnya, sehingga apabila Mx(t) diturunkan terhadap t sebanyak r kali, kemudian harga t sama dengan nol, maka akan diperoleh :

C. Penurunan Momen Dari Fungsi Pembangkit Momen
Jika X adalah peubah acak, baik diskrit maupun kontinu dan Mx(t) adalh fungsi pembangkit momennya, maka :
Jika kita memperhatikna uraian diatas, maka syarat fungsi pembangkit momen akan menghasilkan momen–momen adalah –h < t < h dan  h > 0. Apa artinya? Coba kita subsitusikan beberapa nilai h ke dalam –h < t < h.
Untuk h = ½, akan diperoleh -½ < t < ½  
Untuk t =1 ,akan diperoleh -1 < t <  1
Untuk t = 10, akan diperoleh -10 < t 10
Untuk t = 25, akan diperoleh -25 < t < 25
Untuk t = 100, akan diperoleh -100 < t < 100
Untuk t=200, akan diperoleh -200 < t < 200
Maka kita dapat menyimpulkan bahwa nilai t itu harus mencakup 0 (nol). Akibatnya, apabila fungsi pembangkit momen menghasilkan sebuah fungsi t dengan harga t-nya tidak sama dengan nol, maka kita harus menentukan fungsi pembangkit momen yang berlaku untuk harga t sama dengan nol.
Pemahaman penentuan fungsi pembangkit momen dari sebuah peubah acak, baik diskri maupun kontinu diperjelas melalui contoh berikut:

Contoh:
Misalnya fungsi peluang dari X berbentuk:
a. Tentukam fumgsi pembangkit momen dari X.
b. Hitung μ1 dan μ2 berdasarkan hasil fungsi pembangkit momen.
Penyelesaian:
Berdasarkan definisi fungsi pembangkit momen diskrit, maka: