Tuesday 5 February 2019

Teori Belajar Kognitif

A.  Teori Belajar Kognitif
Belajar menurut teori kognitif, suatu aktivitas pembelajaran yang berkaitan dengan penerimaan informasi, re-organisasi perseptual dan proses internal.Teori belajar kognitif sudah banyak digunakan pada kegiatan pembelajaran yaitu dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi, dan tujuan pembelajaran. Kebebasan, keaktifan, kemandirian,dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa.

Menurut C. Asri Budininngsih (Belajar dan Pembelajaran:48-49) kegiatan belajar mengikuti prinsip-prinsip berikut:
1.  Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap tertentu.
2.  Anak usia play group dan awal sekolah dasar akan belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda yang nyata.
3.  Keaktifan siswa dalam proses belajar amat penting, karena hanya dengan keaktifan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4.  Agar dapat menarik minat dan meningkatkan prestasi belajar perlu mengaitkan pengalaman/ masa lalu, informasi baru dengan struktur kognitif yang dimiliki.
5.  Pemahaman akan meningkat jika materi pembelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana menuju komplek.
6.  Perbedaan individu pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut contohnya motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dsb.
Teori belajar kognitif dianggap teori yang paling baik untuk mengembangkan potensi belajar anak, hal ini disebabkan teori ini menekankan keaktifan anak. Teori ini merubah pandangan anak yang dulu hanya berpandangan subyektif terhadap apa yang diamatinya akan berubah menjadi pandangan objektif melalui pertukaran ide-ide dengan orang lain, karena anak diberikan kebebasan dalam berpikir dan mengutamakan perkembangan kognitif melalui tahapan-tahapan tertentu

B.  Teori Belajar Kognitif Menurut Para Ahli
1.  Teori Kognitif  Jean Piaget (1896-1980)
Perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang didasari mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Piaget mengembangkan teori perkembangan kognitif yang cukup dominan selama beberapa abad.  Dalam teorinya, Piaget membahas tentang bagaimana anak belajar,  menurutnya dasar belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial.Interaksi anak dengan masyarakat merupakan peran penting dalam mengembangkan pandangannya terhadap alam. Semakin bertambahnya usia seseorang maka susunan sel syaraf mereka akan semakin kompleks dan kemampuannya akan meningkat
Menurut Piaget, masyarakat menyesuaikan diri dengan dua cara:
a.       Asimilasi
Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada.
b.      Akomodasi
Akomodasi terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
c.    Disequilibrium dan Equilibrium
Penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Disequilibrium terjadi apabila proses akomodasi dimulai ketika pengetahuan baru yang dikenalkan tidak cocok dengan struktur kognitif ada. Sedangkan equilibrium terjadi apabila struktur kognitif ditata kembali dan disesuaikan dengan pengetahuan baru.Sehingga pengetahuan baru dapat diakomodasi dan selanjutnya diasimilasi menjadi urutan dari umum kerinci yang baru.
Menurut Piaget, anak secara aktif membangun pengetahuan dengan cara berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Berdasarkan hasil interaksi anak, Piaget mengembangkan empat skemayaitu:
a.       Sensory Motor Stage (0-2 tahun)
Pada tahap ini, perkembangan mental ditandai dengan kemajuan besar dalam kemampuan bayi untuk mengatur eskpresi (melihat dan mendengar) dan memanipulasi serta memindahkan objek pada tempat yang ia kehendaki melalui gerakan dan tindakan fisik.
b. Pra-Operational Stage (2-7 tahun)
Pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar. Pada tahap ini anak sudah mampu mengetahui objek beserta isinya, akan tetapi anak lebih cenderung memusatkan perhatiannya melalui objek tersebut.
c. Concrete Operational Stage (7-11 tahun)
Pada tahap ini anak melakukan penalaran logika menggantikan pemikiran intuisi sejauh pemikiran yang dapat diterapkan ke dalam contoh-contohnya yang spesifik dan nyata. Anak sudah menggunakan konsep kemungkinan
d.      FormalOperationalStage (11-15 tahun)
Pada tahap ini individu melampui dunia nyata, pengalaman-pengalaman nyata dan berpikir secara abstrak dan logis.
Perlu diingat selalu bahwa setiap tahap tidak bisa berpindah ke tahap berikutnya apabila tahap sebelumnya belum bisa diselesaikan, di setiap selesainya tahapan, umur tidak bisa menjadi patokan utama seseorang berada pada tahap tertentu, hal ini disebabkan perbedaan perkembangan individu satu dengan yang lain.

2.   Teori Kognitif Jerome Bruner (1966)
Bruner melihat perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan kebudayaan, terutama bahasa. Dalam bukunya Toward Theory of Instruction, menyatakan anak belajar melalui tiga tahap:
a.      Enactive
Tahap dimana individu melakukan aktivitas yang berhubungan dengan usahanya memahami lingkungan dengan menggunakan pengetahuan motorik atau gerak
b.      Iconic
Tahap dimana individu memahami lingkungannya melalui gambar dan visualisasi verbal atau berbicara.
c.       Symbolic
Tahap individu memahami lingkungannya melalui gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika.
Dalam konteks lain Teori Burner juga menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar. Menurut “DiscoveryLearning” yaitu siswa mengorganisasi metode penyajian bahwa dengan cara dimana anak dapat mempelajari bahan, sesuai tingkat kemampuan anak.
The Act of Discovery (Bruner)
a.       Adanya suatu kenaikan dari dalam potensi intelektual
b.      Ganjaran intrinsik lebih ditekankan daripada ekstrensik
c.       Murid mempelajari ‘Bagaiman menemukan sistem belajar baru?”
d.      Murid lebih senang mengingat informasi

3. Teori Kognitif David Ausubel
Teori belajar dari David Ausubel dikenal dengan “Belajar Bermakna” atau MeaningfullLearning, Artinya, bahwa yang dipelajari anak memiliki fungsi bagi kehidupannya. Menurut Ausubell, seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam bayangan yang telah dimiliki. Dalam proses itu seseorang dapat mengembangkan bayangannya yang ada atau mengubahnya. Dalam proses belajar, siswa membangun apa yang dia pelajari sendiri.
a.       Langkah – langkah pembelajaran menurut Ausubel:
1)      Menentukan tujuan pembelajaran
2)      Melakukan indentifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, motivasi,
gaya belajar)
3)      Memilih materi pelajaran yang sesuia dengan karateristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk konsep
4)      Menentukan topic-topik dan menampilkannya dalam bentuk AdvanceOrganizer yang akan dipelajari siswa
5)      Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
b.      Dua hal yang perlu diperhatikan agar belajar menjadi lebih bermakna:
1)      Materi yang dipelajari haruslah merupakan materi yang bermakna, sesuai dengan struktur kognitif siswa
2)      Aktivitas belajar semestinya berlangsung dalam kondisi belajar yang bermakna
Dalam konteks demikian aspek motivasional menjadi sangat penting, sebab tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru jika siswa tidak memiliki pengetahuan bagaimana melakukannya? Meskipun kedua syarat tersebut telah terpenuhi, namun dalam belajar belum bermakna, karena masih diperlukan adanya advanceorginizer, yaitu kerangka abstraksi atau ringkasan konseptual dari apa yang dipelajari.
Bagi Ausubel advanceorganizer dapat memberikan tiga manfaat penting:
a.       Dapat menyediakan suatu kerangka konsep untuk materi yang akan dipelajari
b.      Berfungsi sebagai mnemonic (jembatan penghubung) anatara apa yang sedang dipelajari saat ini dengan apa yang akan dipelajari siswa
c.      Mampu membahas siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah

C.   Aplikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran
Metode belajar yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran yaitu SQ3R, rumus ini bersifat praktis dan dapat diaplikasikan dalam berbagai pendekatan belajar. SQ3R diartikan sebagai berikut:
1.      Survey diartikan meneliti atau mengidentifikasi seluruh teks
2.      Question diartikan menyusun daftar pertanyaan
3.      Read diartikan membaca berbagai referensi untuk mencari jawaban
4.      Recite diartikan menghafal setiap jawaban
5.      Review diarikan sebagai mengulang kembali seluruh jawaban
Proses belajar akan berjalan baik bila materi – materi belajar yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang dimiliki oleh siswa. Materi pembelajaran sangat penting dan harus dipersiapkan agar pelakasanaan pembelajaran saaat mencapai sasaran.Mulai dari materi fakta, konsep, prinsip, prosedur dan sikap.
Komponen yang diperlukan yakni sumber belajar yang dapat dimanfaatkan oleh guru maupun murid dalam mempelajari materi pelajaran sehingga memudahkan murid dalam memahami materi.
Secara umum sumber belajar dapat berupa media cetak berupa buku, majalah, koran yang sesuai dengan materi yang sedang dibahas di kelas. Media elektronik seperti komputer, TV, radio yang berhubungan dengan dunia pendidikan. Prakteknya adalah sebagai berikut
a)    Guru menyusun materi dengan menggunakan pola dn logika tertentu dari sederhana ke kompleks
b)   Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada hanya sekadar menghafal.
c)    Memperhatikan perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa

D.   Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kognitif
1.  Kelebihan Teori Belajar Kognitif :
a.  Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah (problem solving).
b.  Dapat meningkatkan motivasi.
2.  Kekurangan Teori Belajar Kognitif:
Karena guru bukan sumber belajar utama dan bukan kepatuhan siswa yang dituntut dalam refleksi atas apa yang telah di perintahkan dan dilakukan oleh guru. Maka dalam hal ini kewibawaan guru akan berkurang yang berdampak pada penghormatan seorang siswa kepada seorang guru juga akan berkurang.

Tuesday 8 January 2019

Perbedaan Penelitian Tindakan (PTK) dengan Eksperimen



A.  Penelitian Tindakan (PTK)
Penelitian tindakan adalah suatu penyelidikan atau penelitian dalam konteks usaha yang berfokus pada peningkatan kualitas organisasi serta kinerjanya. Biasanya didesain serta dilakukan oleh praktisi yang menganalisa data untuk mengingkakan mutu praktek mereka. Penelitian tindakan dapat dilakukan dalam suatu tim atau oleh perorangan. Pendekatan penelitian dengan tim disebut sebagai Penelitian Kolaborativ.

Penelitian tindakan memiliki potensi untuk menciptakan peningkatan yang relatif stabil disekolah. Hal ini memberikan kemungkinan baru kepada pendidik untuk melakukan refleksi terhadap cara mengajar mereka, mencari dan menguji ide, metoda, material baru, serta melihat seberapa efektifnya suatu pendekatan baru, berbagi upan balik dengan anggota tim lainnya, membuat keputusan mengenai pendekatan yang akan digunakan dalam satu tim mengenai evaluasi terhadap kurikulum, instruksi serta sistem evaluasi.

Penelitian tindakan kelas pada umumnya dilakukan beberapa kali siklus, karena dalam penelitian tindakan fokus pada sisi perbaikan. Artinya, penelitian tindakan ini memberikan beberapa kali perlakuan sampai ditemukan hasil yang maksimal. Jika dalam satu kali perlakuan sudah didapatkan hasil yang optimal, maka penelitian tindakan hanya cukup pada satu siklus saja, namun hal ini ini jarang terjadi.

B.  Penelitian Eksperimen
Penelitian eksperimental dapat diartikan sebagai sebuah studi yang objektif, sistematis, dan terkontrol untuk memprediksi atau mengontrol fenomena. Penelitian eksperimen bertujuan untuk menyelidiki hubungan sebab akibat (cause and effect relationship), dengan cara mengekspos satu atau lebih kelompok eksperimental dan satu atau lebih kondisi eksperimen. Hasilnya dibandingkan dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan. Oleh karenanya, penelitian eksperimen bertujuan untuk pengajuan hipotesis penelitian, memprediksi kejadian atau peristiwa di alam latar eksperimental, untuk menarik generalisasi hubungan-hubungan antar variabel.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan desain atau uji coba dengan mengajukan stimuli baru atau perlakuan pada sampel penelitian. Selanjutnya peneliti menganalisis hasil penelitian dengan menguji hipotesis yang diajukan sebagai simpulan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti juga dituntut untuk kritis dalam memahami faktor-faktor pengaruh yang mungkin mendasari obyek eksperimen. Dengan demikian, maka hasil penelitian benar-benar diperoleh dari stimuli atau perlakuan yang dieksperimenkan.

C.  Kesimpulan
Dari wacana di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai perbedaan penelitian tindakan dengan penelitian eksperimen seperti di bawah ini:

Penelitian eksperimen pada umumnya dilakukan satu kali, karena dalam penelitian eksperimen hanya sekedar menguji hipotesis. Sedangkan penelitian tindakan kelas (PTK) dilakukan beberapa kali siklus, karena penelitian berahir jika hasil yang diperoleh sudah maksimal atau sesuai dengan ukuran yang diberikan.

Penelitian eksperimen menekankan hasil, karena hasil pengujian hipotesis yang diperoleh pasti diterima meskipun nihil. Sedangkan penelitian tindakan kelas (PTK) menekankan pada proses, karena selama hasil belum dicapai dimungkinkan terjadi kekurang tepatan proses yang dilakukan.

Penelitian eksperimen dapat digunakan dalam prosedur penelitian tindakan, misalnya dengan bereksperimen berbagai metode sampai hasilnya sesuai. Sedangkan penelitian tindakan tidak termasuk dalam prosedur penelitian eksperimen. 

Perbedaan Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif



Berikut ini perbedaan penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif ditinjau dari beberapa hal:
1.  Teori
Penelitian kuantitatif merupakan penganut aliran positivisme, yang perhatiannya ditujukan pada fakta-fakta tersebut. Artinya, pendekatan ini berpijak pada apa yang disebut dengan fungsionalisme struktural, realisme, positivisme, behaviourisme dan empirisme yang intinya menekankan pada hal-hal yang bersifat kongkrit, uji empiris dan fakta-fakta yang nyata.
Adapun penelitian kualitatif menganut aliran femnomenologis, yang menitik beratkan kegiatan penelitian ilmiah dengan jalan penguraian dan pemahaman atas gejala sosial yang diamatinya. Artinya, jika kita menggunakan pendekatan kualitatif, maka dasar teori sebagai pijakan ialah adanya interaksi simbolik dari suatu gejala dengan gejala lain yang ditafsir berdasarkan pada budaya yang bersangkutan dengan cara mencari makna semantis universal dari gejala yang sedang diteliti.

2.  Pendekatan
Pendekatan kualitatif menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan  kehidupan sehari-hari. Pendekatan kualitatif, lebih lanjut, mementingkan pada proses dibandingkan dengan hasil akhir; oleh karena itu urut-urutan kegiatan dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang ditemukan. Tujuan penelitian biasanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat praktis.
Pendekatan kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel sebagai obyek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus didefenisikan dalam bentuk operasionalisasi variable masing-masing.  Reliabilitas dan validitas merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menggunakan pendekatan ini karena kedua elemen tersebut akan menentukan kualitas hasil penelitian dan kemampuan replikasi serta generalisasi penggunaan model penelitian sejenis. Selanjutnya, penelitian kuantitatif memerlukan adanya hipotesa dan pengujiannya yang kemudian akan menentukan tahapan-tahapan berikutnya, seperti penentuan teknik analisa dan formula statistik yang akan digunakan. Juga, pendekatan ini lebih memberikan makna dalam hubungannya dengan penafsiran angka statistik bukan makna secara kebahasaan dan kulturalnya.

3.  Tujuan
Tujuan utama penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif ialah mengembangkan pengertian, konsep-konsep, yang pada akhirnya menjadi teori, tahap ini dikenal sebagai “grounded theory research”. Maksudnya, penelitian ini betujuan untuk menemukan ciri-ciri sifat dari fenomena, kemudian dicari hubungan yang mendasarinya hingga menjadi sebuah teori yang terbentuk.
Sebaliknya pendekatan kuantitatif bertujuan untuk menguji teori, membangun fakta, menunjukkan hubungan antar variable, memberikan deskripsi statistik, menaksir dan meramalkan  hasilnya. Artinya, penelitian ini betujuan untuk verifikasi teori dengan cara perantara pengujian hipotesis dengan teknik statistik,

4.  Desain
Melihat sifatnya, pendekatan kualitatif desainnya bersifat umum, dan berubah-ubah/ berkembang sesuai dengan situasi di lapangan. Kesimpulannya, desain hanya digunakan sebagai asumsi untuk melakukan penelitan, oleh karena itu  desain harus bersifat fleksibel dan terbuka.
Adapun penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif, desainnya harus terstruktur, baku, formal dan dirancang sematang mungkin sebelumnya. Desainnya bersifat spesifik dan detil karena desain merupakan suatu rancangan penelitian yang akan dilaksanakan sebenarnya. Oleh karena itu, jika desainnya salah, hasilnya akan menyesatkan. Contoh desain kuantitatif: ex post facto dan desain experimental yang mencakup diantaranya one short case study, one group pretest, posttest design, Solomon four group design dan lain-lain.

5.  Analisis Data
Analisa data dalam penelitian kualitatif bersifat induktif dan berkelanjutan yang tujuan akhirnya menghasilkan pengertian-pengertian, konsep-konsep dan pembangunan suatu teori baru, contoh dari model analisa kualitatif ialah analisa domain, analisa taksonomi, analisa komponensial, analisa tema kultural, dan analisa komparasi konstan (grounded theory research).
Analisa dalam penelitian kuantitatif bersifat deduktif, uji empiris teori yang dipakai dan dilakukan setelah selesai pengumpulan data secara tuntas dengan menggunakan sarana statistik, seperti korelasi, uji t, analisa varian dan covarian, analisa faktor, regresi linear dll.nya.

6.  Data
Pada pendekatan kualitatif, data bersifat deskriptif, maksudnya data dapat berupa gejala-gejala yang dikategorikan ataupun dalam bentuk lainnya, seperti foto, dokumen, artefak dan catatan-catatan lapangan pada saat penelitian dilakukan.
Sebaliknya penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif datanya bersifat kuantitatif/ angka-angka statistik ataupun koding-koding yang dapat dikuantifikasi. Data tersebut berbentuk variable-variabel dan operasionalisasinya dengan skala ukuran tertentu, misalnya skala nominal, ordinal, interval dan ratio.

7.  Sampel
Sampel kecil merupakan ciri pendekatan kualitatif karena pada pendekatan kualitatif penekanan pemilihan sample didasarkan pada kualitasnya bukan jumlahnya. Oleh karena itu, ketepatan dalam memilih sample merupakan salah satu kunci keberhasilan utama untuk menghasilkan penelitian yang baik. Sampel juga dipandang sebagai sample  teoritis dan tidak representatif.
Sedang pada pendekatan kuantitatif, jumlah sample  besar, karena aturan statistik mengatakan bahwa semakin sample besar akan semakin merepresentasikan kondisi riil. Karena pada umumnya pendekatan kuantitatif membutuhkan sample yang besar, maka stratafikasi sample diperlukan . Sampel biasanya diseleksi secara random. Dalam melakukan penelitian, bila perlu diadakan kelompok pengontrol untuk pembanding sample yang sedang diteliti. Ciri lain ialah penentuan jenis variable yang akan diteliti, contoh, penentuan variable yang mana yang ditentukan sebagai variable bebas, variable tergantung, varaibel moderat, variable antara, dan variabel kontrol. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat melakukan pengontrolan  terhadap variable pengganggu.

8.  Teknik
Jika peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, maka yang bersangkutan akan menggunakan teknik observasi atau dengan melakukan observasi terlibat langsung, seperti yang dilakukan oleh para peneliti bidang antropologi dan etnologi sehingga peneliti terlibat langsung dengan yang diteliti. Dalam praktiknya, peneliti akan melakukan review terhadap berbagai dokumen, foto-foto dan artefak yang ada. Interview yang digunakan ialah interview tertutup.
Jika pendekatan kuantitatif digunakan maka teknik yang dipakai akan berbentuk observasi terstruktur, survei dengan menggunakan kuesioner, eksperimen dan eksperimen semu. Dalam melakukan interview, biasanya diberlakukan interview terstruktur untuk mendapatkan seperangkat data yang dibutuhkan. Teknik mengacu pada tujuan penelitian dan jenis data yang diperlukan.

9.  Hubungan Peneliti
Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti tidak mengambil jarak dengan yang diteliti. Hubungan yang dibangun didasarkan pada saling kepercayaan. Dalam praktiknya, peneliti melakukan hubungan dengan yang diteliti secara intensif. Apabila sample itu manusia, maka yang menjadi responden diperlakukan sebagai partner bukan obyek penelitian.
Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif peneliti mengambil jarak dengan yang diteliti. Hubungan ini seperti hubungan antara subyek dan obyek. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan tingkat objektivitas yang tinggi. Pada umumnya penelitiannya  berjangka waktu pendek.

10.  Kelebihan Dan Kekurangan
Pendekatan kualitatif banyak memakan waktu, reliabiltasnya dipertanyakan, prosedurnya tidak baku, desainnya tidak terstruktur dan tidak dapat dipakai untuk penelitian yang berskala besar dan pada akhirnya hasil penelitian dapat terkontaminasi dengan subyektifitas peneliti.
Pendekatan kuantitatif memunculkan kesulitan dalam mengontrol variable-variabel lain yang dapat berpengaruh terhadap proses penelitian baik secara langsung ataupun tidak langsung. Untuk menciptakan validitas yang tinggi juga diperlukan kecermatan dalam proses penentuan sample, pengambilan data dan penentuan alat analisanya.

Model Pembelajaran Role Playing

A.  Pengertian Model Pembelajaran Role Playing
Menurut Uno (2007:   26) Role Playing adalah   suatu   model pembelajaran   yang   bertujuan   untuk   membantu siswa menemukan   makna   diri (jati diri) di dunia      sosial     dan     memecahkan masalah  dilema dengan bantuan  kelompok. Artinya melalui  bermain peran     siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang lain”.
Sedangkan menurut Jill Hadfield (Agus, 2012), Role Playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang di dalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang.
Esensi role playing adalah keterlibatan partisipan dan peneliti dalam situasi permasalahan dan adanya keinginan untuk memunculkan resolusi damai serta memahami apa yang dihasilkan dari keterlibatan langsung ini. Role playing berfungsi untuk (1) mengeksplorasi perasaan siswa, (2) mentransfer dan mewujudkan pandangan mengenai perilaku, nilai, dan persepsi siswa, (3) mengembangkan skill pemecahan masalah dan tingkah laku, dan (4) mengeksplorasi materi pelajaran dengan cara yang berbeda (Miftahul Huda, 2013: 115-116).


Uno (2007: 26) menyatakan bahwa keberhasilan model pembelajaran melalui role playing tergantung pada kualitas permainan peran (enactment) yang diikuti dengan analisis terhadapnya”. Di samping itu, tergantung pula pada persepsi siswa tentang peran yang dimainkan terhadap situasi yang nyata (real life situation). Sedangkan Santoso (Agus, 2012) mengatakan bahwa “model role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa.
Hamalik (2004: 214) mengemukakan bahwa model bermain peran (role playing) adalah model pembelajaran dengan cara memberikan peran-peran tertentu kepada siswa dan mendramatisasikan peran tersebut ke dalam sebuah pentas. Bermain peran (role playing) adalah salah satu model pembelajaran interaksi sosial yang menyediakan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif dengan personalisasi. Oleh karena itu, lebih lanjut Hamalik (2004: 214) mengemukakan bahwa bentuk pengajaran role playing memberikan pada siswa seperangkat/serangkaian situasi-situasi belajar dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru.

B.  Sintaks Model Pembelajaran Role Playing
Sintaks model pembelajaran role playing ada sembilan sebagai berikut:
Tahap 1: Pemanasan Suasana Kelompok
1. Guru mengidentifikasi dan memaparkan masalah
2. Guru menjelaskan masalah
3. Guru menafsirkan masalah
4. Guru menjelaskan role playing
Tahap 2: Seleksi Partisipan
1. Guru menganilisis peran
2. Guru memilih pemain (siswa) yang akan melakukan peran
Tahap 3: Pengaturan Setting
1. Guru mengatur sesi-sesi peran
2. Guru menegaskan kembali tentang peran
3. Guru dan siswa mendekati situasi yang bermasalah.
Tahap 4: Persiapkan Pemilihan Siswa sebagai Pengamat
1. Guru dan siswa memutuskan apa yang akan dibahas.
2. Guru memberikan tugas pengamatan terhadap seorang siswa.
Tahap 5: Pemeranan
1. Guru dan siswa memulai role playing
2. Guru mengukuhkan role playing
3. Guru menyudahi role playing.
Tahap 6: Diskusi dan Evaluasi
1. Guru dan siswa mereview pemeranan (kejadian, posisi kenyataan)
2. Guru mendiskusikan fokus-fokus utama
3. Guru mengembangkan pemeranan selanjutnya.
Tahap 7: Pemeranan Kembali
1. Guru dan siswa memainkan peran yang berbeda.
2. Guru memberi masukan atau alternatif perilaku dalam langkah selanjutnya.
Tahap 8: Diskusi dan Evaluasi
1. Dilakukan sebagaimana pada tahap 6
Tahap 9: Sharing dan Generalisasi Pengalaman
1. Guru menghubungkan situasi yang diperankan dengan kehidupan di dunia nyata masalah-masalah lain yang mungkin muncul.
2. Guru menjelaskan prinsip umum dalam tingkah laku

Langkah-langkah model pembelajaran role playing yaitu:
1. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan;
2. Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum KBM;
3. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya lima orang;
4. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai;
5. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan;
6. Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan mengamati skenario yang sedang di peragakan;
7. Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk membahas;
8. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya;
9. Guru memberikan kesimpulan secara umum;
10. Evaluasi;
11. Penutup.

C.  Kelebihan dan kekurangan Model Pembelajaran Role Playing
Kelebihan Model Pembelajaran role playing adalah:
1. Menarik perhatian siswa karena masalah-masalah sosial berguna bagi mereka;
2. Bagi siswa berperan seperti orang lain, ia dapat merasakan perasaan orang lain, mengakui pendapat orang lain itu, saling pengertian, tenggang rasa, dan toleransi;
3. Melatih siswa untuk mendesain penemuan;
4. Berpikir dan bertindak kreatif;
5. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis karena siswa dapat menghayatinya;
6. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan;
7. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan;
8. Merangsang perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat;
9. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia;
10. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh;
11. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengalaman yang menyenangkan yang sulit untuk dilupakan;
12. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias;
13. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi.

Kekurangan-kekurangan tersebut di antaranya:
1. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan model ini;
2. Guru harus memahami betul langkah-langkah pelaksanaannya, jika tidak dapat mengacaukan pembelajaran;
3. Memerlukan alokasi waktu yang lebih lama;
4. Kebanyakan  siswa  yang   ditunjuk   sebagai   pemeran   merasa   malu  untuk memerankan suatu adegan tertentu