Sunday 30 June 2019

Strategi Pembelajaran Active Knowledge Sharing

A.  Pengertian Strategi Pembelajaran Active Knowledge Sharing
Pembelajaran aktif (active learning) adalah suatu proses pembelajaran dengan maksud untuk memberdayakan peserta didik agar belajar dengan menggunakan berbagai cara/ strategi secara aktif. Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/ anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa perhatian anak didik berkurang bersamaan dengan berlalunya waktu. Penelitian Pollio (1984) menunjukkan bahwa siswa dalam ruang kelas hanya memperhatikan pelajaran sekitar 40% dari waktu pembelajaran yang tersedia. Sementara penelitian McKeachie (1986) menyebutkan bahwa dalam sepuluh menit pertama perthatian siswa dapat mencapai 70%, dan berkurang sampai menjadi 20% pada waktu 20 menit terakhir.

Otak manusia selalu mempertanyakan setiap informasi yang masuk ke dalamnya, dan otak juga memproses setiap informasi yang ia terima, sehingga perhatian tidak dapat tertuju pada stimulus secara menyeluruh. Hal ini menyebabkan tidak semua yang dipelajari dapat diingat dengan baik.
Secara bahasa active knowledge sharing berarti saling tukar pengetahuan. Strategi active knowledge sharing merupakan sebuah strategi pembelajaran dengan memberikan penekanan kepada siswa untuk saling membantu menjawab pertanyaan yang tidak diketahui teman lainnya. Artinya bahwa siswa yang tidak dapat menjawab pertanyaan disilahkan untuk mencari jawaban dari teman yang mengetahui jawaban tersebut dan siswa yang mengetahui jawabannya ditekankan untuk membantu teman yang kesulitan.
Konsep strategi active knowledge sharing ini hampir sama dengan strategi every one is teacher. Bahwa ilmu pengetahuan yang didapat tidak selamanya hanya berasal dari seorang guru saja akan tetapi setiap siswa juga bisa memberikan ilmu atau informasi kepada teman-teman yang lainnya. Strategi pembelajan active knowledge sharing merupakan salah satu bagian dari strategi pembelajaran aktif yang biasa dikenal dengan istilah active learning.
Konsep active learning dapat diartikan sebagai anutan pembelajaran yang mengarah kepada pengoptimalisasian pelibatan intelektual-emosional siswa dalam proses pembelajaran dengan pelibatan fisik apabila diperlukan. Pelibatan emosional-intelektual / fisik siswa serta optimalisasi dalam pembelajaran, diarahkan untuk membelajarkan siswa bagaimana belajar memperoleh dan memproses perolehan belajarnya tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai.
Anak didik perlu belajar aktif karena otak tidak hanya akan menerima informasi tetapi juga meresponnya. Dalam banyak cara, otak seperti komputer. Otak kita perlu mempertanyakan informasi, merumuskan atau menjelaskannya pada orang lain agar dapat menyimpannya dalam memori. Ketika belajar pasif, otak tidak menyimpan apa yang dipresentasikan.
Belajar aktif merupakan variasi gaya mengajar untuk mengatasi kelesuan otak dan kebosanan siswa. Selain itu proses belajar mengajar juga merupakan proses bersosialisasi dan belajar aktif adalah salah satu sisi sosial belajar.
Keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses pengajaran yang diharapkan adalah kererlibatkan secara mental (intelektual dan emosional) yang dalam beberapa hal diikuti dengan sebuah keaktifan fisik. Sehingga peserta didik benar-benar berperan serta dan berpartisipasi aktif dalam proses pengajaran dengan menempatkan kedudukan peserta didik sebagai subyek dan sebagai pihak yang penting dan merupakan inti dalam kegiatan belajar mengajar.
Pada hakikatnya, konsep ini adalah untuk mengembangkan keaktifan proses belajar mengajar baik dilakukan guru atau siswa. Dalam strategi ini tampak jelas adanya guru aktif mengajar di satu pihak dan siswa aktif di pihak yang lain. Konsep berasal dari teori kurikulum yang berpusat pada anak (Child Centered Curiculum).
Dalam kurikulum yang berpusat pada anak, siswa mempunyai peran sangat penting dalam proses pembelajaran. Sehingga siswa berperan lebih aktif dalam mengembangkan cara-cara belajar mandiri, siswa berperan dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses belajar, pengalaman siswa lebih ditutamakan dalam memutuskan titik tolak kegiatan.
Pengaruh active learning sendiri berdasarkan pada teori Gestalt yang menekankan pentingnya belajar melalui proses untuk memperoleh pemahaman. Belajar yang terpenting bukan mengulangi hal-hal yang harus dipelajari akan tetapi mengerti atau memperoleh insight.
Belajar tidak hanya semata-mata sebagai suatu upaya dalam merespon suatu stimulus akan tetapi lebih dari itu, belajar dilakukan melalui kegiatan seperti mengalami, mengerjakan dan memahami belajar melalui proses. Oleh karena itu hasil belajar akan dapat diperoleh dengan baik bila siswa aktif. Inilah yang diharapkan dari proses belajar mengajar dengan menggunakan strategi active knowledge sharing.
Adapun kegunaan yang dapat diperoleh dari strategi pembelajaran active knowledge sharing antara lain adalah untuk menarik para peserta didik dengan segera kepada materi pelajaran dan dapat digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan para peserta didik.

1.  Menarik peserta didik dengan segera kepada materi pelajaran
Dalam banyak cara, otak seperti komputer dan kita sebagai penggunanya. Sebuah komputer tentu saja perlu dihidupkan agar supaya dapat bekerja. Otak kita juga perlu dihidupkan. Otak kita perlu dihubungkan dengan apa yang diajarkan pada kita dengan apa yang telah kita ketahui dan bagaimana kita berfikir.
Apa yang terjadi ketika guru menumpahkan pada peserta didik dengan pikiran mereka sendiri atau ketika guru terlalu sering mencurahkan fakta dan konsep pada kepala peserta didik dan menguasai penampilan dan prosedur yang sebenarnya adalah terkait dengan belajar. Presentasi barangkali dapat membuat kesan langsung pada otak, namun tanpa memori fotografik, peserta didik tidak dapat mengingat terlalu banyak untuk jangka waktu tertentu.
Strategi active knowledge sharing dirancang untuk melibatkan peserta didik secara langsung ke dalam mata pelajaran untuk membangun perhatian dan minat mereka, membangun keingin tahuan mereka dan merangsang berfikir.
Para peserta didik tidak dapat melakukan sesuatu jika otak-otak mereka tidak hidup. Banyak guru membuat kesalahan mengajar terlalu awal sebelum para peserta didik diajak dan secara mental siap. Dengan menggunakan strategi ini akan membetulkan kecenderungan ini.

2.  Mengukur tingkat pengetahuan para peserta didik
Selain hal yang telah penulis kemukakan sebelumnya, strategi active knowledge sharing juga berfungsi sebagai alat untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan para peserta didik. Artinya bahwa strategi ini selain sebagai sebuah proses dalam pembelajaran juga bisa digunakan sekaligus sebagai alat evaluasi. Dapat digunakan untuk melihat perkembangan ilmu pengetahuan yang telah dapat diserap oleh peserta didik.
Adalah sebuah realita yang tidak bisa dipungkiri bahwa tidak semua peserta didik dapat berkembang sesuai dengan apa yang telah dirumuskan dalam program pembelajaran.
Ada siswa yang pengetahuannya lebih tinggi daripada teman-teman lainnya begitu pula ada siswa yang tingkat pengetahuannya masih rendah dibanding rata-rata. Oleh karena itu pengamatan selalu perlu dilakukan oleh seorang guru guna memberikan perhatian lebih kepada peserta didik yang tingkat pengetahuannya rendah.

B.  Langkah-langkah strategi pembelajaran active knowledge sharing
Hisyam (2007: 22) mengemukakan adapun langkah-langkah strategi pembelajaran active knowledge sharing terdiri dari empat tahap yaitu:
1.  Guru membuat beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan materi ajar, yang mana pertanyaan itu dapat berupa:
a. Definisi suatu istilah
b. Pertanyaan dalam bentuk multiple choice
c. Mengidentifikasi seseorang
d. Menanyakan sikap atau tindakan yang mungkin di lakukan.
e. Melengkapi kalimat
f. Dll.

2.  Guru meminta siswa untuk menjawab dengan sebaik-baiknya.
3.  Meminta siswa untuk saling membantu (teman sebangku), jika teman sebangku tidak bisa menjawab, bisa mencari teman lain yang mungkin bisa membantu menemukan jawabannya dengan syarat siswa yang mengetahui jawabannya ditekankan untuk membantu teman yang kesulitan.
4.  Meminta siswa kembali ke tempat masing-masing lalu mengecek jawaban-jawaban mereka, kemudian jawaban-jawaban itu digunakan sebagai jembatan untuk memahami topik penting yang ada pada mata pelajaran itu.

C.  Kelebihan dan kelemahan strategi pembelajaran active knowledge sharing
Kelebihan strategi pembelajaran active knowledge sharing sebagai berikut:
1.  Pengetahuan siswa akan lebih luas dan sifat verbalismenya akan semakin berkurang.
2.  Siswa lebih mendalami ilmu yang di pelajari dengan pertimbangan dari berbagai sumber.
3.  Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktifitas belajar individu atau kelompok.
4.  Memperluwas wawasan tentang suatu ilmu pengetahuan.
5.  Menumbuhkan sikap sosial, dan solidaritas serta system belajar yang komunikatif.

Kelemahan strategi pembelajaran active knowledge sharing sebagai berikut:
1.  Siswa sulit di kondisikan kecuali pada pembahasan yang mereka suka dan kuasai saja.
2.  Pengetahuan siswa yang masih minim sehingga proses sharing kadang berjalan pasif.
3.  Butuh persiapan yang matang bagi siswa untuk materi yang belumdi ketahui siswa sama sekali.

D.  Penerapan Strategi Pembelajaran Active Knowledge Sharing Dalam Pembelajaran Matematika.
Strategi pembelajaran active knowledge sharing merupakan strategi untuk mendidik anak agar terbiasa saling bertukar pendapat baik sesama teman atau yang lain dan lebih cerdas dalam pembelajaran. Agar pembelajaran tersebut lebih aktif maka guru harus memperhatikan langkah-langkah penerapan strategi pembelajaran active knowledge sharing, yaitu:
1. Kegiatan awal
a. Guru memberi salam dan mengabsen kehadiran siswa
b. Guru mengatur tempat duduk siswa berdasarkan kemampuan
c. Guru memberikan motivasi kepada siswa
d. Guru memberikan apersepsi kepada siswa
2. Kegiatan inti
a. Guru menjelaskan materi yang akan diajarkan.
b. Guru membuat beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan materi ajar.
c. Guru meminta siswa untuk menjawab dengan sebaik-baiknya.
d. Meminta siswa untuk saling membantu (teman sebangku),  jika teman sebangku tidak bisa menjawab, bisa mencari teman lain yang mungkin bisa membantu menemukan jawabannya dengan syarat siswa yang mengetahui jawabannya ditekankan untuk membantu teman yang kesulitan.
e. Meminta siswa kembali ketempat masing-masing lalu mengecek jawaban-jawaban mereka, kemudian jawaban-jawaban itu digunakan sebagai jembatan untuk memahami topik penting yang ada pada mata pelajaran itu.
1. Kegiatan akhir
a. Guru membantu siswa membuat rangkuman dari materi ajar.
b. Guru memberikan PR.
c. Guru menyampaikan topik untuk pertemuan selanjutnya serta menutup pertemuan dengan mengucapkan salam.

Friday 24 May 2019

Model Pembelajaran Make A Match

A.  Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match
Menurut Rusman (2011: 223-233) Model Make A Match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu cara keunggulan teknik ini adalah peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan.
Anita Lie (2008: 56) menyatakan bahwa model pembelajaran tipe Make A Match atau bertukar pasangan merupakan teknik belajar yang memberi kesempatan siswa untuk bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.


Salah satu keunggulan Make A Match adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia.  Model ini cukup menyenangkan yang digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya. Namun demikian, materi baru pun tetap bisa diajarkan dengan metode ini.

B.  Langkah-langkah Pembelajaran Make A Match
Teknik pembelajaran Make A Match dilakukan di dalam kelas dengan suasana yang menyenangkan karena dalam pembelajarannya siswa dituntut untuk berkompetisi mencari pasangan dari kartu yang sedang dibawanya dengan waktu yang cepat.
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match (membuat pasangan) ini adalah sebagai berikut:
1.        Guru menyiapkan beberapa konsep/topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu soal dan satu sisi berupa kartu jawaban beserta gambar).
2.        Setiap peserta didik mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban
3.        atau soal dari kartu yang dipegang.
4.        Peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban), peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi point)
5.        Setelah itu babak dicocokkan lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.
Model pembelajaran  Make A Match dapat melatih siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran secara merata serta menuntut siswa bekerjasama  dengan  anggota  kelompoknya  agar tanggung  jawab dapat  tercapai,  sehingga  semua siswa aktif dalam proses pembelajaran.

C.  Konsep Pembelajaran Make a Match
Model pembelajaran make a match bisa juga di artikan sebagai pembelajaran yang kreatif dan produktif yang mana meliputi:
a. Landasan Pengembangan
Model pembelajaran make a match termasuk pembelajaran yang kreatif dan produktif merupakan model yang di kembangkan dengan mengacu pada pembelajaran yang mampu meningkatkan kualitas hasil belajar, yang mempunyai beberapa karakter sebagai berikut :
1). Keterlibatan siswa secara intelektual dan emosional dalam pembelajaran, keterlibatan ini difasilitasi melalui pemberian kesempatan pada peserta didik untuk melakukan eksplorasi dari konsep bidang ilmu dari berbagai sumber yang relevan dengan topik atau konsep yang sedang di kaji dan menafsirkan hasil eksplotasi tersebut
2). Peserta didik didorong untuk menemukan atau mengkontruksi sendiri konsep yang dikaji melalui penafsiran yang di lakukan dari berbagai cara, seperti observasi, diskusi, atau melakukan percobaan menemukan pasangan kartu yang sesuai
3). Peserta didik diberi kesempatan untuk bertanggung jawab menyelesaikan tugas bersama yang merupakan arena intraksi untuk memperkaya pengalaman
4). Dalam kontek pembelajaran yang kreatif dapat menciptakan suasana kelas yang memungkinkan peserta didik dan guru merasa bebas mengkaji dan mengekplorasi topik atau materi, dimana guru memberi kartu materi. Kartu tersebut berisikan soal dan materi, sehingga membuat peserta didik berfikir, kemudian mengejar peserta didik tentang ide-ide dari berbagai perspektif, guru juga mendorong peserta didik untuk menunjukan atau mendemonstrasikan pemahamannya tentang topik penting dalam materi menurut caranya sendiri. Dengan mengacu pada karakteristik tersebut, model pembelajaran ini dapat diasumsikan untuk memotivasi peserta didik dalam melaksanakan berbagai kegiatan, sehingga mereka tertantang untuk menyelesaikan tugasnya secara kreatif
b. Tujuan
1) Dampak intruksional
Dampak intruksional yang dapat dicapai melalui model pembelajaran ini antara lain:
a) Pemahaman terhadap suatu nilai, konsep atau masalah tertentu
b) Kemampuan menerapkan konsep atau memecahkan masalah
c) Kemampuan mengkreasikan sesuatu berdasarkan pemahaman tersebut
2) Dampak pengiring
Melalui pembelajaran ini diharapkan dapat membentuk kemampuan berfikir kritis dan kreatif, bertanggung jawab dan bekerja sama serta merupakan tujuan pembelajaran yang bersifat jangka panjang
c. Materi Pembelajaran
Materi yang sesuai diartikan dengan model kreatif dan produktif mengadakan materi yang menuntut pemahaman yang tinggi terhadap nilai, konsep, atau masalah aktual di masyarakat serta keterampilan menerapkan pemahaman tersebut dalam bentuk karya nyata.

D.  Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Make A Match
Kelebihan dan kelemahan model Cooperative Learning tipe Make A Match menurut Miftahul Huda (2013: 253-254) adalah :
Kelebihan model pembelajaran tipe Make A Match antara lain:
(1) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik;
(2) karena ada unsur permainan, metode ini menyengkan;
(3) meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa;
(4) efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi; dan
(5) efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.
Kelemahan media Make A Match antara lain:
(1) jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang;
(2) pada awal-awal penerapan metode, banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya;
(3) jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan;
(4) guru harus hati-hati dan bijaksana saat member hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu; dan
(5) menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan.

Saturday 18 May 2019

Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)


A.  Pengertian model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
Model pembelajaran think pair share adalah salah satu model (tipe) pembelajaran yang memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi kepada orang lain. Model pembelajaran koperatif tipe think pair share (TPS) ini memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Keunggulan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa (Lie: 2004).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa definisi teknik pembelajaran kooperatif model think pair share (TPS) adalah suatu tipe pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat bekerja dengan sendirinya (secara individu) serta dapat juga siswa bekerja sama dengan yang lainnya (siswa lainnya).
Adapun definisi pembelajaran kooperatif tipe think pair share menurut Arends (dalam Komalasari, 2010: 84) yang menyatakan bahwa, model pembelajaran think pair share adalah suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan dan prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat memberi murid lebih banyak waktu untuk berfikir, untuk merespon dan saling membantu.
Pelaksanaan Think Pair Share meliputi tiga tahap yaitu Think (berpikir), Pairing (berpasangan), dan Sharing (berbagi). TPS memiliki keistimewaan, yaitu siswa selain bisa mengembangkan kemampuan individunya sendiri, juga bisa mengembangkan kemampuan berkelompoknya serta keterampilan atau kecakapan sosial.
Keterampilan sosial dalam proses pembelajaran tipe TPS antara lain:
1.      Keterampilan sosial siswa dalam berkomunikasi meliputi dua aspek, yaitu:
a. Aspek bertanya
Aspek bertanya meliputi keterampilan sosial siswa dalam hal bertanya kepada teman dalam satu kelompoknya ketika ada materi yang kurang dimengerti serta bertanya pada diskusi kelas.
b. Aspek menyampaikan ide atau pendapat
Meliputi keterampilan siswa menyampaikan pendapat saat diskusi kelompok serta berpendapat (memberikan tanggapan atau sanggahan) saat kelompok lain presentasi.
2.      Keterampilan sosial aspek bekerjasama
Keterampilan sosial siswa pada aspek yang bekerjasama meliputi keterampilan sosial siswa dalam hal bekerjasama dengan teman dalam satu kelompok untuk menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru.
3.      Keterampilan sosial aspek menjadi pendengar yang baik
Keterampilan sosial siswa pada aspek menjadi pendengar yang baik yaitu keterampilan dalam hal mendengarkan guru, teman dari kelompok lain saat sedang presentasi maupun saat teman dari kelompok lain berpendapat.

B. Tahapan dalam pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS)
Dibawah ini adalah tahapan-tahapan didalam model pembelajaran kooperatif tipe think pair share menurut Ibrahim (2000:40), yaitu antara lain sebagai berikut :
Tahap 1 : Berpikir (Thinking)
Guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian meminta kepada siswa untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
Tahap 2 : Berpasangan (Pairing)
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang teah dipikirkannya pada tahap berpikir. Pada tahap ini setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar atau paling meyakinkan.
Tahap 3 : Berbagi (Sharing)
Guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Keterampilan berbagi dalam seluruh kelas dapat dilakukan dengan menunjuk pasangan yang secara sukarela bersedia melaporkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran pasangan.

C. Langkah-langkah dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share
Langkah-langkah dalam pembelajaran Think Pair Share pada umumnya adalah:
a.      Pendahuluan
Fase1: Persiapan
1.      Guru melakukan apersepsi
2.      Guru menjelaskan tentang pembelajaran TPS
3.      Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
4.      Guru memberikan motivasi
b.      Kegiatan inti
Fase 2: pelaksanaan pembelajaran tipe TPS
Langkah pertama
1.      Menyampaikan pertanyaan : Guru menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan.
2.      Siswa memperhatikan/mendengarkan dengan aktif penjelasan dan pertanyaan dari guru.
Langkah kedua
1.      Berpikir : siswa berpikir secara individual.
2.      Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang disampaikan oleh guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk menuliskan hasil pemikiran masing-masing.
Langkah ketiga
1.      Berpasangan : setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dengan pasangan.
2.      Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka paling benar atau meyakinkan. Guru memotivasi siswa untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi dengan LKS sebagai lembar kerja, kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan secara kelompok.
Langkah keempat
1.      Berbagi : siswa berbagi jawaban mereka dengan seluruh kelas.
2.      Siswa mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara individual atau kelompok didepan kelas. Individu/kelompok yang lain diberi kesempatan untuk bertanya atau memberikan pendapat terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.
3.       Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka diskusikan, dan memberikan pujian bagi kelompok yang berhasil baik dan memberi semangat bagi kelompok yang belum berhasil dengan baik (jika ada).
Fase 3 : Penutup
1.      Dengan bimbingan guru siswa membuat simpulan dari materi yang telah didiskusikan.
2.      Guru memberikan evaluasi atau latihan soal mandiri.
3.      Siswa diberi PR dari buku paket/LKS, atau mengerjakan ulang soal evaluasi
D. Kelebihan dan Kekurangan model pembelajaran think pair share (TPS)
Menurut Fadholi (2009:1) yang menyatakan bahwa terdapat 5 kelebihan model pembelajaran think pair share yaitu antara lain sebagai berikut:
1. Memberi murid waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain.
2. Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya.
3. Murid lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.
4. Murid memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan seluruh murid, sehingga ide yang ada menyebar.
5. Memungkinkan murid untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan, karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan.
Kemudian menurut Fadholi (2009:1) yang menyatakan bahwa terdapat 4 kelemahan (kekurangan) model pembelajaran think pair and share yaitu antara lain sebagai berikut:
1. Jumlah murid yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok, karena ada satu murid tidak mempunyai pasangan.
2. Jika terdapat perselisihan, maka tidak ada penengah.
3. Jumlah kelompok yang terbentuk banyak.
4. Sulit untuk diterapkan disekolah yang rata-rata kemampuan muridnya rendah.