Sunday 7 October 2018

Model Pembelajaran Means-Ends Analysis

A.   Pengertian Model Pembelajaran Means-Ends Analysis



Secara etimologis, Means Ends Analysis (MEA) terdiri dari tiga unsur kata, yakni: Means berarti ‘cara’, Ends berarti ‘tujuan’, dan Analysis berarti ‘analisa atau menyelidiki secara sistematis’. Dengan demikian, MEA bisa diartikan sebagai model untuk manganalisis permasalahan melalui berbagai cara untuk mencapai tujuan akhir yang diinginkan (Miftahul Huda, 2013: 294).

Jacob (Fitriani, 2009: 28) menyatakan bahwa prosedur dalam model pembelajaran Means Ends Analysis menghendaki seorang pemecah masalah untuk menentukan tujuan (ends) dari suatu masalah yang hendak dicapai dan cara (means) yang dapat membantunya untuk mencapai tujuan tersebut. Proses awal yang dilakukan pada Means Ends Analysis adalah memahami suatu masalah yang meliputi proses pendeteksian current state (pernyataan sekarang) dan goal state (tujuan). Setelah dilakukan pendekatan dan mencatat current state dan goal state perlu dicari perbedaan diantara kedua hal tersebut. Kemudian dilakukan pereduksian perbedaan tersebut. Keadaan ini perlu disesuaikan dengan kebutuhan agar suatu submasalah menjadi suatu keadaan yang nantinya dapat teraplikasikan pada masalah yang ada. Selanjutnya gunakan perbedaan antara current state dan goal state untuk menyeleksi prosedur yang akan digunakan. Ulangi langkah-langkah tersebut dengan catatan bahwa current state yang baru merupakan hasil perbedaan current state dan goal state dari langkah sebelumnya.

Menurut Kamran Zaheer (Jaul, 2013) “Means-Ends Analysis merupakan salah satu yang penting dalam mencari algoritma matematika dan digunakan pada semua aplikasi yang dibutuhkan seluruh pencarian untuk mendapatkan hasil. Dan MEA juga digunakan untuk keefektifan dalam pencarian distribusi dari sebuah pemikiran. Eeden (Jaul, 2013) suatu pemecahan masalah mempunyai beberapa situasi dengan menentukan hasil, mengidentifikasi perbedaan diantara masalah tersebut dan menentukan tindakan untuk menemukan kesamaan dari perbedaan tersebut”.

Suherman (Jaul, 2013) Model pembelajaran Means-Ends Analysis adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah (problem solving) dengan sintaks: sajikan materi pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristik, elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana, identifikasi perbedaan, susun sub-sub masalah sehingga terjadi konektivitas, pilih pendekatan solusi.

Heuristik dalam matematika (Lidinillah, 2012) adalah suatu langkah umum yang memandu pemecah masalah dalam menemukan solusi masalah. Berbeda dengan algoritma yang berupa prosedur penyelesaian sesuatu dimana jika prosedur itu digunakan maka akan sampai pada solusi yang benar. Sementara heuristik tidak menjamin solusi yang tepat, tetapi hanya memandu dalam menemukan solusi. Jika langkah-langkah algoritma harus dilakukan secara berurutan, maka heuristik tidak menuntut langkah berurutan.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa MEA itu merupakan pengembangan suatu jenis pemecahan masalah dengan berdasarkan suatu model yang membantu peserta didik dalam menemukan cara penyelesaian masalah dengan melalui penyederhanaan masalah yang berfungsi sebagai petunjuk dalam menetapkan cara yang paling efektif dan efisien untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

B.   Langkah – Langkah Penerapan Model Means-Ends Analysis

Glass dan Holyoak (Fitriani, 2006: 23) menyatakan bahwa “MEA memuat dua langkah yang digunakan berulang-ulang”. Langkah-langkah tersebut adalah:
1. Mengidentifikasi perbedaan antara current state (pernyataan sekarang)  dan goal state (tujuan);
2. Menyusun sub tujuan (sub goal) untuk mengurangi perbedaan tersebut;
3. Memilih operator yang tepat sehingga sub tujuan yang telah disusun dapat dicapai.

Kemudian Eeden (Jaul, 2013) menyatakan bahwa langkah-langkah yang dimiliki oleh model Means-Ends Analysis hampir memiliki persamaan dengan model pemecahan masalah (Problem Solving) karakteristik permasalahannya yakni: pertama, Problem Space (all possible configuration), dimana masalah dibagi ke dalam suatu konfigurasi beberapa kemungkinan-kemungkinan, yang kedua yakni, Problem State (the particular configuration) dimana inti dari suatu masalah tersebut di buat ke dalam beberapa bagian konfigurasi particular masalah, kemudian yang ketiga yakni, Key to solving is a problem is to choose the right operators (processes applied to change the configuration), dimana kunci untuk suatu pemecahan adalah suatu masalah yang harus dipilih dalam proses perubahan dari masalah tersebut, dan yang keempat yakni, Problem solving is a search process: Each action takes us front one part of the problem space to another, dimana suatu pemecahan masalah adalah proses pemilihan satu tindakan dari beberapa masalah yang ada.

Sedangkan Kamran (Jaul, 2013), menyatakan bahwa langkah-langkah dalam mempergunakan model Means-Ends Analysis adalah sebagai berikut:
1. Mentransfer inti masalah ke dalam beberapa bagian dari masalah tersebut,
2. Bagian tersebut diolah,
3. Bagian masalah tersebut dikirimkan untuk mencari kesamaan dari beberapa perbedaan.

Jacob (Jaul, 2013) menambahkan, apabila kita mempergunakan model Means-Ends Analysis agar dapat menyelesaikan masalah dengan cepat dan mudah, kita dapat memulainya dengan cara:
1. Mendahulukan petunjuk/arahan, dari pernyataan awal sampai pernyataan tujuan, atau,
2. Terbalik mulai dari pernyataan tujuan sampai kepada pernyataan awal.

Miftahul Huda (2013: 295) dalam pembelajaran matematika, MEA diterapkan dengan mengikuti langkah-langkah berikut ini:

Tahap 1: Identifikasi perbedaan antara Curren State dan Goal State
Pada tahap ini, peserta didik dituntut untuk memahami dan mengetahui konsep-konsep dasar matematika yang terkandung dalam permasalahan matematika yang disungguhkan. Bermodalkan pemahaman terhadap konsep, peserta didik dapat melihat sekecil apapun perbedaan yang terdapat antara current state dan  goal state.

Tahap 2: Organisasi Subgoals
Pada tahap ini, peserta didik diharuskan untuk menyusun subgoals dalam rangka menyelesaikan sebuah masalah. penyusunan ini dimaksudkan agar peserta didik lebih fokus dalam memecahkan masalahnya secara bertahap dan terus berlanjut sampai akhirnya goal state dapat tercapai.

Tahap 3: Pemilihan Operator atau Solusi
Pada tahap ini, seteelah subgoals terbentuk, peserta didik dituntut untuk memikirkan bagaimana konsep dan operator yang efektif dan efisien untuk memecahkan subgoals tersebut. Terpecahkannya sugoals akan menunut pemecahan goal state yang sekaligus juga bisa menjadi solusi utama.

Berdasarkan tahapan-tahapan MEA diatas, sintak model Means-Ends Analysis (MEA) secara lebih rinci bisa dilihat sebagai berikut:
1. Guru menyajikan materi dengan pendekatan masalah Heuristik.
2. Guru mendeskripsikan hasil yang diinginkan.
3. Peserta didik mengelaborasi kondisi-kondisi atau syarat-syarat yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan akhir (end state).
4. Peserta didik membuat submasalah-submasalah yang lebih sederhana, seperti objek, karakteristik, skill, perilaku, syarat-syarat khusus, dan sebagainya.
5. Peserta didik mendeskripsikan kondisi terkini berdasarkan submasalah-submasalah tersebut.
6. Peserta didik mengidentifikasi perbedaan-perbedaan.
7. Peserta didik menyusun submasalah-submasalah sehingga terjadi konektivitas.
8. Peserta didik menganalisis (analyze) cara-cara (means) yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
9. Peserta didik mengkonstruksi dan menetapkan rencana.
10. Peserta didik memilih srategi solusi yang paling mungkin untuk memecahkan masalah yang sama.
11. Peserta didik melakukan review, evaluasi, dan revisi.

Model Means-Ends Analysis berdasarkan konsep di atas jelas bahwa setiap tujuan yang dicapai ada dalam cara/langkah itu sendiri untuk mendapatkan tujuan yang lebih umum dan rinci. Model Means-Ends Analysis juga dapat mengembangkan berpikir reflektif, kritis, logis, sistematis dan kreatif.

C.   Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Means-Ends Analysis

Menurut Maulina (Anita Rezkina, 2013: 17) Model MEA memiliki kelebihan dalam penerapannya dalam proses pembelajaran. Adapun keunggulannya adalah sebagai berikut:
1.   Peserta didik dapat terbiasa untuk memecahkan/menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah matematik;
2.   Peserta didik berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya;
3.   Peserta didik memiliki kesempatan lebih benyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematik;
4.   Peserta didik dengan kemampuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri;
5.   Peserta didik memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab pertanyaan melalui diskusi kelompok;
6.   Pendekatan heuristik dalam MEA memudahkan peserta didik dalam memecahkan masalah matematik.
Selain memiliki keunggulan, model MEA ini memiliki kelemahan yaitu sebagai berikut:
1.   Membuat soal pemecahan masalah yang bermakna bagi peserta didik bukan merupakan hal yang mudah;
2.   Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami peserta didik sangat sulit sehingga banyak peserta didik yang mengalami kesulitan bagaimana merespon masalah yang diberikan;
3.   Lebih dominannya soal pemecahan masalah terutama soal yang terlalu sulit untuk dikerjakan, terkadang membuat peserta didik jenuh;
4.   Sebagian peserta didik bisa merasa bahwa kegiatan belajar mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.

D.   Alasan Utama Menggunakan Model MEA dalam Pembelajaran Matematika

Menurut Ridwan (2013: 3) ada beberapa alasan utama menggunakan model MEA dalam pembelajaran matematika yaitu:
1.   Peserta didik dapat terbiasa untuk memecahkan/menyelesaikan soal-soal,
2.   Pemecahan masalah matematika,
3.   Peserta didik berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya,
4. Peserta didik memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematika,
5.   Peserta didik deengan kemampuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri,
6. Peserta didik memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab pertanyaan melalui diskusi kelompok,
7.   Pendekatan heuristik dalam Means-Ends Analysis memudahkan peserta didik dalam memecahkan masalah matematika.

Monday 17 September 2018

Biografi Archimedes (287 SM sampai 212 SM)

Archimedes terkenal dengan teorinya tentang hubungan antara permukaan dan volume dari sebuah bola terhadap silinder. Dia juga dikenal dengan teori dan rumus dari prinsip hydrostatic dan peralatan untuk menaikkan air-'Archimedes Screw' atau sekrup Archimedes, yang sampai sekarang masih banyak digunakan di negara-negara berkembang. Walaupun pengungkit atau ungkitan telah ditemukan jauh sebelum Archimedes lahir, Archimedes yang mengembangkan teori untuk menghitung beban yang dibutuhkan untuk pengungkit tersebut. Archimedes juga digolongkan sebagai salah satu ahli matematika kuno dan merupakan yang terbaik dan terbesar di jamannya. Perhitungan dari Archimedes yang akurat tentang lengkungan bola di jadikan konstanta matematika untuk Pi atau π.

Archimedes lahir pada tahun 287 Sebelum Masehi di suatu kota pelabuhan Syracuse, Sicily (sekarang Italia). Dalam masa mudanya, Archimedes diperkirakan mendapatkan pendidikannya di Alexandria, Mesir.

Kisah tentang Archimedes yang banyak diceritakan oleh orang adalah kisah saat Archimedes menemukan cara dan rumus untuk menghitung volume benda yang tidak mempunyai bentuk baku. Menurut kisah tersebut, sebuah mahkota untuk raja Hiero II telah dibuat dan raja memerintahkan Archimedes untuk memeriksa apakah mahkota tersebut benar-benar terbuat dari emas murni ataukah mengandung tambahan perak. Karena Raja Hiero II tidak mempercayai pembuat mahkota tersebut. Saat Archimedes berendam dalam bak mandinya, dia melihat bahwa air dalam bak mandinya tertumpah keluar sebanding dengan besar tubuhnya. Archimedes menyadari bahwa efek ini dapat digunakan untuk menghitung volume dan isi dari mahkota tersebut. Dengan membagi berat mahkota dengan volume air yang dipindahkan, kerapatan dan berat jenis dari mahkota bisa diperoleh. Berat Jenis mahkota akan lebih rendah daripada berat jenis emas murni apabila pembuat mahkota tersebut berlaku curang dan menambahkan perak ataupun logam dengan berat jenis yang lebih rendah. Karena terlalu gembira dengan penemuannya ini, Archimedes melompat keluar dari bak mandinya, lupa berpakaian terlebih dahulu, berlari keluar ke jalan dan berteriak "EUREKA!" atau 'Saya menemukannya'.

Buku-buku yang ditulis oleh Archimedes dan berisikan rumus-rumus matematika masih dapat ditemukan sekarang, antara lain On the Equilibrium of Planes, On the Measurement of a Circle, On Spirals, On the Sphere and the Cylinder dan lain sebagainya. Teori-teori matematika yang dibuat oleh Archimedes tidak berarti banyak untuk perkembangan ilmu pengetahuan saat Archimedes meninggal. Tetapi setelah karyanya di terjemahkan ke dalam bahasa Arab pada abad 8 dan 9 (kurang lebih 1000 tahun setelah Archimedes meninggal), beberapa ahli matematika dan pemikir Islam mengembangkan teori-teori matematikanya. Tetapi yang paling berpengaruh terhadap perkembangan dan perluasan teori matematika tersebut adalah pada abad 16 dan 17, dimana pada abad itu, mesin cetak telah ditemukan. Banyak ahli matematika yang menjadikan buku karya Archimedes sebagai pegangan mereka, dan beberapa ahli matematika tersebut adalah Johannes Kepler (1571-1630) dan Galileo Galilei (1564-1642).

Friday 17 August 2018

Biografi Isaac Newton 1642 - 1727

Alam dan hukum alam tersembunyi di balik malam. Tuhan berkata, biarlah Newton ada! Dan semuanya akan terang benderang.

Isaac Newton, ilmuwan paling besar dan paling berpengaruh yang pernah hidup di dunia, lahir di Woolsthrope, Inggris, tepat pada hari Natal tahun 1642, bertepatan tahun dengan wafatnya Galileo. Seperti
halnya Nabi Muhammad, dia lahir sesudah ayahnya meninggal. Di masa bocah dia sudah menunjukkan kecakapan yang nyata di bidang mekanika dan teramat cekatan menggunakan tangannya. Meskipun anak dengan otak cemerlang, di sekolah tampaknya ogah-ogahan dan tidak banyak menarik perhatian. Tatkala menginjak akil baliq, ibunya mengeluarkannya dari sekolah dengan harapan anaknya bisa jadi petani yang baik. Untungnya sang ibu bisa dibujuk, bahwa bakat utamanya tidak terletak di situ. Pada umurnya delapan belas dia masuk Universitas Cambridge. Di sinilah Newton secara kilat menyerap apa yang kemudian terkenal dengan ilmu pengetahuan dan matematika dan dengan cepat pula mulai melakukan penyelidikan sendiri. Antara usia dua puluh satu dan dua puluh tujuh tahun dia sudah meletakkan dasar-dasar teori ilmu pengetahuan yang pada gilirannya kemudian mengubah dunia.

Pertengahan abad ke-17 adalah periode pembenihan ilmu pengetahuan. Penemuan teropong bintang dekat permulaan abad itu telah merombak seluruh pendapat mengenai ilmu perbintangan. Filosof Inggris Francis Bacon dan Filosof Perancis Rene Descartes kedua-duanya berseru kepada ilmuwan seluruh Eropa agar tidak lagi menyandarkan diri pada kekuasaan Aristoteles, melainkan melakukan percobaan dan penelitian atas dasar titik tolak dan keperluan sendiri. Apa yang dikemukakan oleh Bacon dan Descartes, sudah dipraktekkan oleh si hebat Galileo. Penggunaan teropong bintang, penemuan baru untuk penelitian astronomi oleh Newton telah merevolusionerkan penyelidikan bidang itu, dan yang dilakukannya di sektor mekanika telah menghasilkan apa yang kini terkenal dengan sebutan "Hukum gerak Newton" yang pertama.

Ilmuwan besar lain, seperti William Harvey, penemu ihwal peredaran darah dan Johannes Kepler penemu tata gerak planit-planit di seputar matahari, mempersembahkan informasi yang sangat mendasar bagi kalangan cendikiawan. Walau begitu, ilmu pengetahuan murni masih merupakan kegemaran para intelektual, dan masih belum dapat dibuktikan apabila digunakan dalam teknologi bahwa ilmu pengetahuan dapat mengubah pola dasar kehidupan manusia sebagaimana diramalkan oleh Francis Bacon.

Walaupun Copernicus dan Galileo sudah menyepak ke pinggir beberapa anggapan ngelantur tentang pengetahuan purba dan telah menyuguhkan pengertian yang lebih genah mengenai alam semesta, namun tak ada satu pokok pikiran pun yang terumuskan dengan seksama yang mampu membelokkan tumpukan pengertian yang gurem dan tak berdasar seraya menyusunnya dalam suatu teori yang memungkinkan berkembangnya ramalan-ramalan yang lebih ilmiah. Tak lain dari Isaac Newton lah orangnya yang sanggup menyuguhkan kumpulan teori yang terangkum rapi dan meletakkan batu pertama ilmu pengetahuan modern yang kini arusnya jadi anutan orang.
Newton sendiri agak ogah-ogahan menerbitkan dan mengumumkan penemuan-penemuannya. Gagasan dasar sudah disusunnya jauh sebelum tahun 1669 tetapi banyak teori-teorinya baru diketahui publik bertahun-tahun sesudahnya. Penerbitan pertama penemuannya adalah menyangkut penjungkir-balikan anggapan lama tentang hal-ihwal cahaya. Dalam serentetan percobaan yang seksama, Newton menemukan fakta bahwa apa yang lazim disebut orang "cahaya putih" sebenarnya tak lain dari campuran semua warna yang terkandung dalam pelangi. Dan ia pun dengan sangat hati-hati melakukan analisa tentang akibat-akibat hukum pemantulan dan pembiasan cahaya. Berpegang pada hukum ini dia pada tahun 1668 merancang dan sekaligus membangun teropong refleksi pertama, model teropong yang dipergunakan oleh sebagian terbesar penyelidik bintang-kemintang saat ini. Penemuan ini, berbarengan dengan hasil-hasil yang diperolehnya di bidang percobaan optik yang sudah diperagakannya, dipersembahkan olehnya kepada lembaga peneliti kerajaan Inggris tatkala ia berumur dua puluh sembilan tahun.
Sementara itu masih ada penemuan-penemuan yang kurang penting di bidang matematika murni dan di bidang mekanika. Persembahan terbesarnya di bidang matematika adalah penemuannya tentang "kalkulus integral" yang mungkin dipecahkannya tatkala ia berumur dua puluh tiga atau dua puluh empat tahun. Penemuan ini merupakan hasil karya terpenting di bidang matematika modern. Bukan semata bagaikan benih yang daripadanya tumbuh teori matematika modern, tetapi juga perabot tak terelakkan yang tanpa penemuannya itu kemajuan pengetahuan modern yang datang menyusul merupakan hal yang mustahil.

Tetapi penemuan-penemuan Newton yang terpenting adalah di bidang mekanika, pengetahuan sekitar bergeraknya sesuatu benda. Galileo merupakan penemu pertama hukum yang melukiskan gerak sesuatu obyek apabila tidak dipengaruhi oleh kekuatan luar. Tentu saja pada dasarnya semua obyek dipengaruhi oleh kekuatan luar dan persoalan yang paling penting dalam ihwal mekanik adalah bagaimana obyek bergerak dalam keadaan itu. Masalah ini dipecahkan oleh Newton dalam hukum geraknya yang kedua dan termasyhur dan dapat dianggap sebagai hukum fisika klasik yang paling utama. Hukum kedua (secara matcmatik dijabarkan dcngan persamaan F = m.a) menetapkan bahwa akselerasi obyek adalah sama dengan gaya netto dibagi massa benda. Terhadap kedua hukum itu Newton menambah hukum ketiganya yang masyhur tentang gerak (menegaskan bahwa pada tiap aksi, misalnya kekuatan fisik, terdapat reaksi yang sama dengan yang bertentangan) serta yang paling termasyhur penemuannya tentang kaidah ilmiah hukum gaya berat universal. Keempat perangkat hukum ini, jika digabungkan, akan membentuk suatu kesatuan sistem yang berlaku buat seluruh makro sistem mekanika, mulai dari pergoyangan pendulum hingga gerak planet-planet dalam orbitnya mengelilingi matahari yang dapat diawasi dan gerak-geriknya dapat diramalkan. Newton tidak cuma menetapkan hukum-hukum mekanika, tetapi dia sendiri juga menggunakan alat kalkulus matematik, dan menunjukkan bahwa rumus-rumus fundamental ini dapat dipergunakan bagi pemecahan problem.

Hukum Newton dapat dan sudah dipergunakan dalam skala luas bidang ilmiah serta bidang perancangan berbagai peralatan teknis. Dalam masa hidupnya, pemraktekan yang paling dramatis adalah di bidang astronomi. Di sektor ini pun Newton berdiri paling depan. Tahun 1678 Newton menerbitkan buku karyanya yang masyhur Prinsip-prinsip matematika mengenai filsafat alamiah (biasanya diringkas Principia saja). Dalam buku itu Newton mengemukakan teorinya tentang hukum gaya berat dan tentang hukum gerak. Dia menunjukkan bagaimana hukum-hukum itu dapat dipergunakan untuk memperkirakan secara tepat gerakan-gerakan planet-planet seputar matahari. Persoalan utama gerak-gerik astronomi adalah bagaimana memperkirakan posisi yang tepat dan gerakan bintang-bintang serta planet-planet, dengan demikian terpecahkan sepenuhnya oleh Newton hanya dengan sekali sambar. Atas karya-karyanya itu Newton sering dianggap seorang astronom terbesar dari semua yang terbesar.

Apa penilaian kita terhadap arti penting keilmiahan Newton? Apabila kita buka-buka indeks ensiklopedia ilmu pengetahuan, kita akan jumpai ihwal menyangkut Newton beserta hukum-hukum dan penemuan-penemuannya dua atau tiga kali lebih banyak jumlahnya dibanding ihwal ilmuwan yang manapun juga. Kata cendikiawan besar Leibniz yang sama sekali tidak dekat dengan Newton bahkan pernah terlibat dalam suatu pertengkaran sengit: "Dari semua hal yang menyangkut matematika dari mulai dunia berkembang hingga adanya Newton, orang itulah yang memberikan sumbangan terbaik." Juga pujian diberikan oleh sarjana besar Perancis, Laplace: "Buku Principia Newton berada jauh di atas semua produk manusia genius yang ada di dunia." Dan Langrange sering menyatakan bahwa Newton adalah genius terbesar yang pernah hidup. Sedangkan Ernst Mach dalam tulisannya di tahun 1901 berkata, "Semua masalah matematika yang sudah terpecahkan sejak masa hidupnya merupakan dasar perkembangan mekanika berdasar atas hukum-hukum Newton." Ini mungkin merupakan penemuan besar Newton yang paling ruwet: dia menemukan wadah pemisahan antara fakta dan hukum, mampu melukiskan beberapa keajaiban namun tidak banyak menolong untuk melakukan dugaan-dugaan; dia mewariskan kepada kita rangkaian kesatuan hukum-hukum yang mampu dipergunakan buat permasalahan fisika dalam ruang lingkup rahasia yang teramat luas dan mengandung kemungkinan untuk melakukan dugaan-dugaan yang tepat.
Dalam uraian yang begini ringkas, adalah mustahil membeberkan secara terperinci penemuan-penemuan Newton. Akibatnya, banyak karya-karya yang agak kurang tenar terpaksa harus disisihkan biarpun punya makna penting di segi penemuan dalam bidang masalahnya sendiri. Newton juga memberi sumbangsih besar di bidang thermodinamika (penyelidikan tentang panas) dan di bidang akustik (ilmu tentang suara). Dan dia pulalah yang menyuguhkan penjelasan yang jernih bagai kristal prinsip-prinsip fisika tentang "pengawetan" jumlah gerak agar tidak terbuang serta "pengawetan" jumlah gerak sesuatu yang bersudut. Antrian penemuan ini kalau mau bisa diperpanjang lagi: Newtonlah orang yang menemukan dalil binomial dalam matematika yang amat logis dan dapat dipertanggungjawabkan. Mau tambah lagi? Dia juga, tak lain tak bukan, orang pertama yang mengutarakan secara meyakinkan ihwal asal mula bintang-bintang.

Nah, sekarang soalnya begini: taruhlah Newton itu ilmuwan yang paling jempol dari semua ilmuwan yang pernah hidup di bumi. Paling kemilau bagaikan batu zamrud di tengah tumpukan batu kali. Taruhlah begitu. Tetapi, bisa saja ada orang yang mempertanyakan alasan apa menempatkan Newton di atas pentolan politikus raksasa seperti Alexander Yang Agung atau George Wasington, serta disebut duluan ketimbang tokoh-tokoh agama besar seperti Nabi Isa atau Budha Gautama. Kenapa mesti begitu?

Pertimbangan saya begini. Memang betul perubahan-perubahan politik itu penting kalau tidak teramat penting. Walau begitu, bagaimanapun juga pada umumnya manusia sebagaian terbesar hidup nyaris tak banyak beda antara mereka di jaman lima ratus tahun sesudah Alexander wafat dengan mereka di jaman lima ratus sebelum Alexander muncul dari rahim ibunya. Dengan kata lain, cara manusia hidup di tahun 1500 sesudah Masehi boleh dibilang serupa dengan cara hidup buyut bin buyut bin buyut mereka di tahun 1500 sebelum Masehi. Sekarang, tengoklah dari sudut perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam lima abad terakhir, berkat penemuan-penemuan ilmiah modern, cara hidup manusia sehari-hari sudah mengalami revolusi besar. Cara berbusana beda, cara makan beda, cara kerja dan ragamnya beda. Bahkan, cara hidup santai berleha-leha pun sama sekali tidak mirip dengan apa yang diperbuat orang jaman tahun 1500 sesudah Masehi. Penemuan ilmiah bukan saja sudah merevolusionerkan teknologi dan ekonomi, tetapi juga sudah mengubah total segi politik, pemikiran keagamaan, seni dan falsafah. Sangat langkalah aspek kehidupan manusia yang tetap "jongkok di tempat" tak beringsut sejengkal pun dengan adanya revolusi ilmiah. Newton bukan semata yang paling cerdas otak diantara barisan cerdas otak, tetapi sekaligus dia tokoh yang paling berpengaruh di dalam perkembangan teori ilmu. Itu sebabnya dia peroleh kehormatan untuk didudukkan dalam urutan hampir teratas dari sekian banyak manusia yang paling berpengaruh dalam sejarah manusia. Newton menghembuskan nafas penghabisan tahun 1727, dikebumikan di Westminster Abbey, ilmuwan pertama yang memperoleh penghormatan macam itu.

Monday 2 July 2018

Teori Belajar John Watson

A.     Mengenal John Watson
John Broades Watson dilahirkan di Greenville pada tanggal 9 Januari 1878 dan wafat di New York City pada tanggal 25 September 1958.Ia mempelajari ilmu filsafat di University of Chicago dan memperoleh gelar Ph.D pada tahun 1903 dengan disertasi berjudul “Animal Education”. Watson dikenal sebagai ilmuwan yang banyak melakukan penyelidikan tentang psikologi binatang.
Pada tahun 1908 ia menjadi profesor dalam psikologi eksperimenal dan psikologi komparatif di John Hopkins University di Baltimore dan sekaligus menjadi direktur laboratorium psikologi di universitas tersebut. Antara tahun 1920-1945 ia meninggalkan universitas dan bekerja dalam bidang psikologi konsumen.
John Watson dikenal sebagai pendiri aliran behaviorisme di Amerika Serikat. Karyanya yang paling dikenal adalah “Psychology  as the Behaviourist view it” (1913). Menurut Watson dalam beberapa karyanya, psikologi haruslah menjadi ilmu yang obyektif, oleh karena itu ia tidak mengakui adanya kesadaran yang hanya diteliti melalui metode introspeksi. Watson juga berpendapat bahwa psikologi harus dipelajari seperti orang mempelajari ilmu pasti atau ilmu alam. Oleh karena itu, psikologi harus dibatasi dengan ketat pada penyelidikan-penyelidikan tentang tingkahlaku yang nyata saja. Meskipun banyak kritik terhadap pendapat Watson, namun harus diakui bahwa peran Watson tetap dianggap penting, karena melalui dia berkembang metode-metode obyektif dalam psikologi.
Peran Watson dalam bidang pendidikan juga cukup penting. Ia menekankan pentingnya pendidikan dalam perkembangan tingkahlaku. Ia percaya bahwa dengan memberikan kondisioning tertentu dalam proses pendidikan, maka akan dapat membuat seorang anak mempunyai sifat-sifat tertentu. Ia bahkan memberikan ucapan yang sangat ekstrim untuk mendukung pendapatnya tersebut, dengan mengatakan: “Berikan kepada saya sepuluh orang anak, maka saya akan jadikan ke sepuluh anak itu sesuai dengan kehendak saya”.

B.     Pandangan Utama Watson
Psikologi adalah cabang eksperimental dari natural science. Posisinya setara dengan ilmu kimia dan fisika sehingga introspeksi tidak punya tempat di dalamnya.Sejauh ini psikologi gagal dalam usahanya membuktikan jati diri sebagai natural science. Salah satu halangannya adalah keputusan untuk menjadikan bidang kesadaran sebagai obyek psikologi. Oleh karenanya kesadaran/mind harus dihapus dari ruang lingkup psikologi.
Beberapa pandangan utama Watson:
Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang dimaksud dengan stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang overt dan covert, learned dan unlearned
Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku. Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting. Dengan demikian pandangan Watson bersifat deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan berdasarkan free will.
Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya, mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun dalam derajat yang berbeda-beda. [Pada titik ini sejarah psikologi mencatat pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total terhadap konsep soul dan mind. Tidak heran bila pandangan ini di awal mendapat banyak reaksi keras, namun dengan berjalannya waktu behaviorisme justru menjadi populer.]
Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah observation, conditioning, testing, dan verbal reports.
Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti bersin, merangkak, dan lain-lain.
Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua hukum utama, recency dan frequency. Watson mendukung conditioning respon Pavlov dan menolak law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah proses conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia (subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.
Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan dengan William James. Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauhmana sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah kebutuhan.
Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking. Artinya proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak terlihat’, masih dapat diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya.
Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adlaah ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya pada mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris pada eksperimen terkontrol.
           
C. Teori dan Konsep Behaviorisme dari Watson
Teori belajar S-R (stimulus-respon) yang langsung ini disebut juga dengan koneksionisme menurut Thorndike, dan behaviorisme menurut Watson, namun dalam perkembangan besarnya koneksionisme juga dikenal dengan psikologi behavioristik.
Stimulus dan respon (S-R) tersebut memang harus dapat diamati, meskipun perubahan yang tidak dapat diamati seperti perubahan mental itu penting, namun menurutnya tidak menjelaskan apakah proses belajar tersebut sudah terjadi apa belum.  Dengan asumsi demikian, dapat diramalkan perubahan apa yang akan terjadi pada anak.
Teori perubahan perilaku (belajar) dalam kelompok behaviorisme ini memandang manusia sebagai produk lingkungan. Segala perilaku manusia sebagian besar akibat pengaruh lingkungan sekitarnya. Lingkunganlah yang membentuk kepribadian manusia.Behaviorisme tidak bermaksud mempermasalahkan norma-norma pada manusia. Apakah seorang manusia tergolong baik, tidak baik, emosional, rasional, ataupun irasional. Di sini hanya dibicarakan bahwa perilaku manusia itu sebagai akibat berinteraksi dengan lingkungan, dan pola interaksi tersebut harus bisa diamati dari luar.
Belajar dalam teori behaviorisme ini selanjutnya dikatakan sebagai hubungan langsung antara stimulus yang datang dari luar dengan respons yang ditampilkan oleh individu. Respons tertentu akan muncul dari individu, jika diberi stimulus dari luar. S singkatan dari Stimulus, dan R singkatan dari Respons.
Pada umumnya teori belajar yang termasuk ke dalam keluarga besar behaviorisme memandang manusia sebagai organisme yang netral-pasif-reaktif terhadap stimulus di sekitar lingkungannya. Orang akan bereaksi jika diberi rangsangan oleh lingkungan luarnya. Demikian juga jika stimulus dilakukan secara terus menerus dan dalam waktu yang cukup lama, akan berakibat berubahnya perilaku individu. Misalnya dalam hal kepercayaan sebagian masyarakat tentang obat-obatan yang diiklankan di televisi. Mereka sudah tahu dan terbiasa menggunakan obat-obat tertentu yang secara gencar ditayangkan media televisi. Jika orang sakit maag maka obatnya adalah promag, waisan, mylanta, ataupun obat-obat lain yang sering diiklankan televisi. Jenis obat lain tidak pernah digunakannya untuk penyakit maag tadi, padahal mungkin saja secara higienis obat yang tidak tertampilkan, lebih manjur, misalnya : Syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan S-R ini adalah adanya unsur: dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons, dan penguatan (reinforcement). Unsur yang pertama, dorongan, adalah suatu keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang sedang dirasakannya. Seorang anak merasakan adanya kebutuhan akan tersedianya sejumlah uang untuk membeli buku bacaan tertentu, maka ia terdorong untuk membelinya dengan cara meminta uang kepada ibu atau bapaknya. Unsur dorongan ini ada pada setiap orang, meskipun kadarnya tidak sama, ada yang kuat menggebu, ada yang lemah tidak terlalu peduli akan terpenuhi atau tidaknya.
Unsur berikutnya adalah rangsangan atau stimulus. Unsur ini datang dari luar diri individu, dan tentu saja berbeda dengan dorongan tadi yang datangnya dari dalam. Contoh rangsangan antara lain adalah bau masakan yang lezat, rayuan gombal, dan bahkan bisa juga penampilan seorang gadis cantik dengan bikininya yang ketat.
Dalam dunia aplikasi komunikasi instruksional, rangsangan bisa terjadi, bahkan diupayakan terjadinya yang ditujukan kepada pihak sasaran agar mereka bereaksi sesuai dengan yang diharapkan. Dalam kegiatan mengajar ataupun kuliah, di mana banyak pesertanya yang tidak tertarik atau mengantuk, maka sang komunikator instruksional atau pengajarnya bisa merangsangnya dengan sejumlah cara yang bisa dilakukan, misalnya dengan bertanya tentang masalah-masalah tertentu yang sedang trendy saat ini, atau bisa juga dengan mengadakan sedikit humor segar untuk membangkitkan kesiagaan peserta dalam belajar.
Dari adanya rangsangan atau stimulus ini maka timbul reaksi di pihak sasaran atau komunikan. Bentuk reaksi ini bisa bermacam-macam, bergantung pada situasi, kondisi, dan bahkan bentuk dari rangsangan tadi. Reaksi-reaksi dari seseorang akibat dari adanya rangsangan dari luar inilah yang disebut dengan respons dalam dunia teori belajar ini. Respons ini bisa diamati dari luar. Respons ada yang positif, dan ada pula yang negatif. Yang positif disebabkan oleh adanya ketepatan seseorang melakukan respons terhadap stimulus yang ada, dan tentunya yang sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan yang negatif adalah apabila seseorang memberi reaksi justru sebaliknya dari yang diharapkan oleh pemberi rangsangan.
Unsur yang keempat adalah masalah penguatan (reinforcement). Unsur ini datangnya dari pihak luar, ditujukan kepada orang yang sedang merespons. Apabila respons telah benar, maka diberi penguatan agar individu tersebut merasa adanya kebutuhan untuk melakukan respons seperti tadi lagi. Seorang anak kecil yang sedang mencoreti buku kepunyaan kakaknya, tiba-tiba dibentak dengan kasar oleh kakaknya, maka ia bisa terkejut dan bahkan bisa menderita guncangan sehingga berakibat buruk pada anak tadi. Memang anak tadi tidak mencoreti buku lagi, namun akibat yang paling buruk di kemudian hari adalah bisa menjadi trauma untuk mencoreti buku karena takut bentakan. Bahkan yang lebih dikhawatirkan lagi akibatnya adalah jika ia tidak mau bermain dengan buku lagi atau alat tulis lainnya. Itu penguatan yang salah dari seorang kakak terhadap adiknya yang masih kecil ketika sedang mau memulai menulis buku. Barangkali akan lebih baik jika kakaknya tadi tidak dengan cara membentak kasar, akan tetapi dengan bicara yang halus sambil membawa alat tulis lain berupa selembar kertas kosong sebagai penggantinya. Misalnya, “Bagus!, coba kalau menggambarnya di tempat ini, pasti lebih bagus”.
Dengan cara penguatan seperti itu, sang anak tidak merasa dilarang menulis. Itu namanya penguatan positif. Contoh penguatan positif lagi, setiap anak mendapat ranking bagus di sekolahnya, orang tuanya memberi hadiah berwisata ke tempat-tempat tertentu yang menarik, atau setidaknya dipuji oleh orang tuanya, maka anak akan berusaha untuk mempertahankan rankingnya tadi pada masa yang akan datang.
Ada tiga kelompok model belajar yang sesuai dengan teori belajar behaviorisme ini, yaitu yang menurut namanya disebut sebagai hubungan stimulus-respons (S-R bond), pembiasaan tanpa penguatan (conditioning with no reinforcement), dan pembiasaan dengan penguatan (conditioning through reinforcemant). Ada satu lagi teori belajar yang masih menganut paham behaviorisme ini adalah teori belajar sosial dari Bandura.

Friday 1 June 2018

Teori Belajar Edwin Ray Guthrie

A.     Riwayat Edwin Ray Guthrie
Guthrie lahir di Lincoln Nebrazka tanggal 9 Januari  pada tahun 1886 dan meninggal pada tahun 1959. Setelah SMA kemudian meneruskan studinya ke universitas Nebraska dan lulus dengan sarjana matematika dan kemudian mengajar matematika di beberapa sekolah menengah sambil memperdalam filsafat di Universitas Pennsylvania dan lulus sebagai doktor. Kemudian menjadi instruktur filsafat di Universitas Washington. Setelah lima tahun ia pindah ke Departemen Psikologi sampai karirnya berakhir. Guthrie adalah profesor psikologi di University of Washington   dari tahun 1914 sampai pensiun pada tahun 1952. Gaya tulisan Gutrie lebih mudah untuk dipelajari karena penuh humor, dan menggunakan banyak kisah untuk menunjukkan contoh ide-idenya supaya mudah dipahami oleh mahasiswanya. Dia sangat menekankan pada aplikasi praktis dari gagasanya dan dalam hal ini mirip dengan Thorndike dan Skinner. Dia sebenarnya bukan eksperimentalis meskipun jelas dia punya pandangan dan orientasi dan eksperimental. Bersama dengan Horton ia melakukan satu percobaan yang tekait dengan teori belajarnya.
Pada usia 33 tahun Guthrie pemenang nobel yang diberikan asosiasi psikologi Amerika dalam kontribusi terakhir. Karya dasarnya adalah The Psycholoy of Learning, yang dipublikasikan pada 1935 dan direvisi pada 1952.
Pada publikasi terahirnya sebelum meninggal, Guthrie sempat merevisi hukum kontiguitasnya menjadi, “apa-apa yang dilihat akan menjadi sinyal terhadap apa- apa yang dilakukan”. Alasannya karena terdapat berbagai macam stimulus yang dihadapi oleh organisme pada satu waktu tertentu dan organisme tidak mungkin membentuk asosiasi dengan semua stimulus itu. Organisme hanya akan memproses secara efektif pada sebagian kecil dari stimulus yang dihadapinya, dan selanjutnya proporsi inilah yang akan diasosiasikan dengan respons.
Meskipun Guthrie menekankan keyakinannya pada hukum kontiguitas di sepanjang karirnya, dia menganggap akan keliru jika kita menganggap asosiasi yang dipelajari sebagaian hanya asosiasi antara stimulus lingkungan dengan prilaku nyata. Misalnya, kejadian di lingkungan dan responsnya terkadang dipisahkan oleh satu interval waktu, dan karenanya sulit untuk menganggap keduanya sebagai kejadian yang bersamaan.
Guthrie selanjutnya mengatasi problem tersebut dengan mengemukakan adanya movement-product stimulus (stimulus yang dihasilkan oleh gerakan), yakni disebabkan oleh gerakan tubuh. Contohnya, ketika mendengar telepon berdering kita berdiri dan berjalan mendekati pesawat telepon. Sebelum kita sampai ke pesawat telepon, suara deringan tersebut sudah tidak lagi bertindak sebagai stimulus. Kita tetap bergerak karena ada stimulus dari gerakan kita sendiri menuju pesawat telepon.

B.     Konsep Teoritis Utama
1.     Pandangan Guthrie Tentang Hukum Belajar
Sebagian besar teori belajar dapat dianggap sebagai usaha untuk menentukan kaidah yang mengatur terjadinya asosiasi antara stimulus dan respons. Guthrie (1952) berpendapat bahwa kaidah yang dikemukakan oleh parateoritis seperti Thorndike dan Pavlov adalah terlalu ruwet dan tak perlu, dan sebagai penggantinya dia mengusulkan satu hukum belajar, Law of contiguity (hukum kontiguitas), yang dinyatakan sebagai berikut : “kombinasi stimulus yang mengirirngi suatu gerakan akan cenderung diikuti oleh gerakan itu jika kejadiannya berulang. Perhatikan bahwa disini tidak dikatakan tentang “gelombang konfirmasi” atau penguatan atau efek menyenangkan”. Cara lain menyatakan hukum kontiguitas adalah jika anda cenderung akan melakukan hal yang sama. Kunci teori guthrie terletak pada prinsip tunggal bahwa kontiguitas merupakan fondasi pembelajaran.
Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena itu dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sering diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap dan karena itu pula diperlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan itu menjadi lebih langgeng. Selain itu, suatu respon akan lebih kuat (dan bahkan menjadi kebiasaan) bila respon tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus.
Hukum tersebut diusulkan oleh Guthrie karena menganggap kaidah yang dikemukakan oleh Thorndike dan Pavlov terlalu rumit dan berlebihan. Thorndike mengemukakan bahwa, jika respons menemukan kondisi yang memuaskan maka koneksi S-R akan menguat. Disisi lain Pavlov mengemukakan dengan hukum belajarnya dengan model kondisional berupa CR-CS-US-UR. Unsur- unsur itulah yang dianggap oleh guthrie berlebihan.
Stimulus dan respon cendrung bersifat sementara, persetujuan umum di kalangan psikolog, bahwa kontiguitas stimulus dan respon merupakan kondisi yang penting bagi proses belajar, maka dari itu diperlukan pemberian stimulus yang sering, agar hubungan itu menjadi lebih langgeng, suatu respon akan lebih kuat dan menjadi kebiasaan bila respon tersebut berhubungan dengan berbagaimacam stimulus, situasi belajar merupakan gabungan stimulus dan respon, akan tetapi asosiasi ini bisa benar dan bisa salah.
Dalam publikasinya terakhir sebelum dia meninggal, Guithrie (1959) merevisi kontiguitasnya menjadi, “apa-apa yang dilihat akan menjadi sinyal untuk apa-apa yang dilakukan”. ini adalah cara Guithrie mengakui begitu banyaknya jumlah stimulus yang dihadapi organisme pada satu waktu tertentu dan organisme tidak mungkin membentuk asosiasi dengan semua stimulus itu. Organisme akan merespons secara selektif pada sebagian kecil dari stimulus yang dihadapinya, dan proporsi inilah yang akan diasosiasikan dengan respon. Disini kita dapat melihat ada kemiripan antara pemikiran Guthrie dengan konsep Thorndike tentang “prapotensi elemen”, yang juga menyatakan bahwa organism merespon secara selektif terhadap aspek-aspek ligkungan yang berbeda-beda.
2.     Belajar Satu Percobaan
Unsur lain dari hukum asosiasi Aristoteles adalah hukum frekuensi, yang menyatakan bahwa kekuatan asosiasi akan tergantung pada frekuensi kejadiannya. Jika hukum frekuensi dimodifikasi untuk merujuk pada asosiasi antara respons yang menimbulkan “keadaan yang memuaskan” dengan kondisi pemicu yang mendahului respons, Thorndike, Skinner, dan Hull akan menerimanya. Semakin sering suatu proses dikuatkan dalam situasi tertentu akan semakin besar kemungkinan respons itu akan dilakukan saat situasi itu terjadi lagi. Jika asosiasinya adalah antara CS dan US, Pavlov akan menerima hukum frekuensi. Semakin banyak jumlah penyandingan antara CS dan US, semakin besar respons yang dikondisikan yang diakibatkan oleh CS.

Namun prinsip One-Trial Learning (belajar suatu percobaan) dari Guthrie (1942) menolak hukum frekuensi sebagai prinsip belajar : “Suatu pola stimulus mendapatkan kekuatan asosiatif penuh pada saat pertama kali dipasangkan dengan suatu respons”. Jadi, menurut Guithrie, belajar adalah hasil dari kontiguitas antara pola stimulus dengan satu respon, dan belajar akan lengkap (asosiasi penuh) hanya setelah penyandingan antara stimulus dan respon.
3.     Prinsip kebaruan
Prinsip kontiguitas dan belajar satu percobaan membutuhkan recency principle (prinsip kebaruan), yang menyatakan bahwa repsons yang dilakukan terakhir kali dihadapat seperangkat stimulus adalah respons yang akan dilakukan ketika kombinasi stimulus itu terjadi lagi di waktu lain. Dengan kata lain, apapun yang kita lakukan terakhir kali dalam situasi tertentu akan cenderung kita lakukan lagi jika situasi itu kita jumpai lagi.
4.     Stimulus yang Dihasilkan oleh Gerakan
Meskipun Guthrie menekankan keyakinannya pada hukum kontiguitas di sepanjang karirnya, dia menganggap akan keliru jika kita menganggap asosiasi yang dipelajari sebagaian hanya asosiasi antara stimulus lingkungan dengan prilaku nyata. Misalnya, kejadian di lingkungan dan responsnya terkadang dipisahkan oleh satu interval waktu, dan karenanya sulit untuk menganggap keduanya sebagai kejadian yang bersamaan.
Guthrie selanjutnya mengatasi problem tersebut dengan mengemukakan adanya movement-product stimuli (stimulus yang dihasilkan oleh gerakan), yakni disebabkan oleh gerakan tubuh. Contohnya, ketika mendengar telepon berdering kita berdiri dan berjalan mendekati pesawat telepon. Sebelum kita sampai ke pesawat telepon, suara deringan tersebut sudah tidak lagi bertindak sebagai stimulus. Kita tetap bergerak karena ada stimulus dari gerakan kita sendiri menuju pesawat telepon.
5. Mengapa Praktik latihan Meningkatkan Performa?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Guthrie membedakan antara acts (tindakan) dengan movement (gerakan). Gerakan adalah kontraksi otot; tindakan terdiri dari berbagai macam gerakan. Tidakan biasanya didefinisikan dalam term apa- apa yang dicapainya, yakni perubahan apa yang mereka lakukan dalam lingkungan. Sebagai contoh tindakan, Guthrie menyebut misalnya mengetik surat, makan pagi, melempar bola, membaca buku, atau menjual mobil.
Adapun untuk belajar tindakan membutuhkan praktik latihan. Belajar bertindak, yang berbeda dari gerakan, jelas membutuhkan praktik sebab ia mengharuskan gerakan yang tepat telah diasosiasikan dengan petunjuknya. Bahkan menurut Guthrie, tindakan sederhana seperti memegang raket membutuhkan beberapa gerakan berbeda sesuai jarak dan arah posisi subjek itu.Untuk itulah diperlukan sebuah latihan, karena dengan menguasai sebuah tindakan tidak menjamin pada saat waktu, jarak, dan posisi yang berbeda tindakan itu masih dapat dilakukan.
6.     Sifat Penguatan menurut Edwin Ray Guthrie
Gutrie menggunakan isu yang dibahas Thorndike, ketika satu respons menimbulkan keadaan yang memuaskan, maka selanjutnya terulangnya respons akan meningkat. Guthrie menganggap hukum efek tidak dibutuhkan. Menurut Guthrie, reinformance (penguatan) hanyalah aransemen mekanis, yang dianggap dapat dijelaskan dengan hukum belajaranya.
Gutrie menganggap, penguatan mengubah kondisi yang menstimulasi, dan karenanya mencegah terjadinya nonlearning. Misalnya, dalam kotak teka teki, hal yang dilakukan hewan sebelum menerima satu penguat adalah menggerakkan satu tuas atau menarik cincin, yang membuatanya bisa keluar dari kotak itu, dan seterusnya. Oleh karena itulah, Guthrie dan Horton mengatakan, menurut pendapat mereka tindakan yang dilakukan oleh kucing itu akan selalu sama, karena kucing itu menganggap itulah caranya membebaskan diri dari kotak. Oleh karena itu, tidak memungkinkan adanya respons baru yang dihubungkan dengan kotak tersebut.
7.     Eksperimen Guthrie-Horton
Guthrie dan Horton (1946) secara cermat mengamati sekitar delapan ratus kali tindak melepaskan diri dari kontak teka teki yang dilakukan oleh kucing. Observasi ini dilaporkan dalam buku berjudul Cats in a Puzlle Box. Kotak yang mereka pakai sama dengan yang dipakai Thorndike dalam melakukan eksperimennya. Guithrie dan Horton menggunakan banyak kancing sebagai subjek percobaan, tetapi mereka melihat setiap kucing belajar keluar dari kotak dengancara sendiri-sendiri yang berbeda-beda. Repons khusus yang dipelajari oleh hewan tertentu adalah respons yang dilakukan hewan sebelum ia keluar dari kotak.karena respons ini cenderung diulang lagi saat kucing diletakkan di kotak di waktu yang lain, maka dinamakan stereotyped behavior (perilaku stereotip). Misalnya, kucing A akan menekan tuas dengan pantatnya, kucing B dengan kepalanya, atau kucing C dengan cakarnya. Guthrie mengatakan bahwa dalam masing-masing kaus, terbykanya pintu kotak merupakan perubahan yang mendadak dalam kondisi yang menstimulasi.demham mengubah kondisi yang menstimulasi, respons menggerakan tuas dengan pantas, misalnya, tidak akan dilupakan. Hal terakhir yang dilakukan hewan sebelum pintu terbuka adalah mendorong tuas dengan pantat, dank arena ia mendorong dengan pantat itulah kondisi yang menstimulasi berubah. Jadi, berdasarkan hukum kebaruan, ketika kita menempatkan hewan itu lagi ke kotak diwaktu lain, hewan itu akan merespons dengan mendorong tuas dengan pantatnya, dan inilah yang dilihat oleh Guthrie dan Horton dalam percobaannya.
Guthrie dan Horton (1946) mengamati baehwa sering kali hewan, setelah bebas dari kotak, akan mengabaikan ikan yang diberikan kepadanya. Meskipun hewan itu mengabaikan objek yang disebut penguatan tersebut, hewan itu tetap bisa keluar dari kotak dengan lancer ketika diwaktu yang lain ia dimasukkan lagi ke dalam kotak. Observasi ini, menurut Guthrie, memperkuat pendapatnya bahwa penguatan hanyalah aransemen mekanis yang mencegah terjadinya unlearning. Guthrie menyimpulkan bahwa setiap kejadian yang diikuti dengan respons yang diinginkan dari hewan akan mengubah kondisi yang menstimulasi dan karenanya mempertahankan respons didalam kondisi yang menstimulasi sebelumnya. Tetapi, seperti yang akan kita lihat nanti, ada alternative untuk interpretasi Guthrie atas observasi ini.
8.     Lupa Menurut Guthrie
Menurut Guthrie, lupa disebabkan oleh munculnya respons alternatif dalam satu pola stimulus. Setelah pola stimulus menghasilkan respons alternatif, pola stimulus itu kemudian akan cenderung menghasilkan respons baru. Jadi menurut Guthrie, lupa pasti melibatkan proses belajar baru. Ini adalah bentuk retroactive inhibition (hambatan retroaktif) yang ekstrem, yakni fakta bahwa proses belajar lama diintervensi oleh proses belajar baru.
Untuk menunjukkan hambatan retroaktif, contohnya sebagai berikut: Seseorang yang belajar tugas A dan kemudian belajar tugas B lalu diuji untuk tugas A. satu orang lainnya belajar tugas A, tetapi tidak belajar tugas B, dan kemudian diuji pada tugas A. secara umum akan ditemukan bahwa orang pertama mengingat tugas A lebih sedikit ketimbang orang kedua. Jadi, tampak bahwa mempelajari hal baru (tugas B) telah mencampuri retensi dari apa yang dipelajari sebelumnya (tugas A).
Guthrie menerima bentuk hambatan retroaktif ekstrim ini. Pendapatnya adalah bahwa setiap kali mempelajari hal yang baru, maka proses itu akan menghambat sesuatu yang lama. Dengan kata lain, lupa disebabkan oleh intervensi. Tak ada intervensi, maka lupa tidak akan terjadi.

C.     Penerapan Teori dalam  Memutuskan Kebiasaan
Kebiasaan adalah respon yang diasosiasikan dengan sejumlah besar stimulus. Semakin banyak stimulus yang menimbulkan respon, semakin kuat kebiasaan. Untuk memutus kebiasaan aturannya selalu sama, yaitu cari petunjuk yang memicu kebiasaan buruk dan lakukan respon lain saat petunjuk itu muncul. Berikut ini metode-metode yang dinyatakan oleh Guthrie:
[     Metode Ambang: dengan memperkenalkan stimulus lemah yang tidak menimbulkan respon dan kemudian pelan-pelan menaikkan intensitas stimulus itu, tetapi selalu berhati-hati agar ia tetap berada di bawah “ambang batas” respon. Contoh memasang pelana kuda: mulai dengan selimut yang ringan, kemudian yang lebih berat, baru kemudian pelana kuda.
[     Metode Kelelahan: dengan mendorong stimulus secara terus menerus sampai respon yang diberikan berhenti atau tidak ada respon lagi. Contoh penjinakan dimana pelana dilempar ke punggung kuda kemudian penunggangnya menaikinya dan berusaha mengendarai kuda itu sampai kuda itu menyerah.
[     Metode Respon yang Tidak Sesuai: stimulus untuk respon yang tidak diinginkan disajikan bersama stimulus lain yang menghasilkan respon yang tidak sesuai dengan respon yang tidak diinginkan tersebut. Contoh seorang anak mendapat hadiah boneka panda namun reaksi pertamanya takut dan menghindar. Sebaliknya ibu si anak memberikan rasa kehangatan dan kenyamanan pada diri si anak. Dengan menggunakan metode respon yang tak kompatibel anda akan memasangkan ibu dan boneka panda diharapakkan ibu akan menjadi setimulus dominan. Jika ibu menjadi stimulus dominan, reaksi anak terhadap kombinasi ibu-boneka itu akan berupa relaksasi. Setelah reaksi relaksai muncul ketika ada boneka panda, maka boneka itu dapat dihadirkan sendirian dan akan muncul relaksasi dalam diri anak.
1.     Membelokkan Kebiasaan
Ada perbedaan antara memutus kebiasaan dengan membelokkan kebiasaan. Membelokkan kebiasaan dilakukan dengan menghindari petujnjuk yang menimbulkan perilaku yang tak diinginkan. Jika anda mengumpulkan sejumlah besar pola perilaku tak efektif atau menyebabkan kecemasan, hal terbaik yang bisa dilakukan adalah meningkatkan situasi itu. Guthrie menyarankan agar anda pergi kesuatu lingkungan baru yang memberi anda kesegaran baru karena anda tidak punya banyak asosiasi dengan lingkungan baru itu. Pergi kelingkungan baru akan membuat anda legah dan bisa mengembangkan pola perilaku yang baru. Tetapi ini hanyalah pelarian parsial karena banyak stimulus yang menyebabkan perilaku yang tak diinginkan adalah stimulus internal anda, dan anda karenanya akan membawa stimulus itu ke lingkungan yang baru. Juga stimulus dalam lingkungan baru yang identik atau mirip dengan stimulus di lingkungan lama akan cenderung menimbulkan respon yang sebelumnya di kaitkan dengannya.
2.     Hukuman Menurut Guthrie
Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang. Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Hukuman yang diberikan dalam proses pembelajaran harus sesuai dengan asumsi dan ideologi yang ada dalam diri siswa.
Meskipun menurut sekolah hukuman itu tidak edukatif dan tidak efektif, bisa saja menurut sekolah yang lain sangat efektif. Hal ini disebabkan oleh asusmi ideologis yang diyakini di kalangan siswa. Contoh jenis hukuman di pondok pesantren tidak sesuai jika diterapkan di sekolah formal yang jauh dari budaya pondok pesantren.
Sebagai contoh, seseorang yang memiliki kebiasaan merokok sulit ditinggalkan. Hal ini dapat terjadi karena perbuatan merokok tidak hanya berhubungan dengan satu macam stimulus (misalnya kenikmatan merokok), tetapi juga dengan stimulus lain seperti minum kopi, berkumpul dengan teman-teman, ingin tampak gagah, dan lain-lain.
Menurutnya suatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat, akan mampu mengubah kebiasaan seseorang. Sebagai contoh, seorang anak perempuan yang setiap kali pulang dari sekolah, selalu mencampakkan baju dan topinya di lantai. Kemudian ibunya menyuruh agar baju dan topik dipakai kembali oleh anaknya, lalu kembali keluar, dan masuk rumah kembali sambil menggantungkan topi dan bajunya di tempat gantungannya. Setelah beberapa kali melakukan hal itu, respons menggantung topi dan baju menjadi terasosiasi dengan stimulus memasuki rumah. Meskipun demikian, nantinya faktor hukuman ini tidak dominan dalam teori-teori tingkah laku. Terutama setelah Skinner makin mempopulerkan ide tentang penguatan (reinforcement).
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie yaitu:
Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman.
Ketidak samaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat.
Misalnya, seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respon.
Efektifitas hukuman ditentukan oleh apa penyebab apa penyebab tindakan yang dilakukan oleh organisme yang dihukum itu. Hukuman bekerja dengan baik bukan kerena rasa sakit yang dialami oleh individu yang terhukum, akan tetapi karena hukuman mengubah cara indiviu merespons stimulus yang sama. Hukuman dikatakan berhasil ketika hukuman berhasil mengubah perilaku yang tidak diinginkan karena hukuman menimbulkan perilaku yang tidak kompatibel dengan perilaku yang dihukum. Dan hukuman dikatakan gagal apabila perilaku yang disebabkan oleh hukuman selaras dengan perilaku yang dihukum.
Karena pandangan Guthrie tentang asosiasi tergantung pada stimulus dan respon, peran penguatan memiliki interpretasi unik. Guthrie percaya pada pembelajaran satu kali mencoba, dengan kata lain kedekatan hubungan antara elemen-elemen stimulus dan respon langsung menghasilkan ikatan asosiatif penuh.
3.     Dorongan Menurut Guthrie
Drives (dorongan) fisiologis merupkan apa yang oleh Guthrie dikatakan maintaining stimulus (stimulus yang mempertahankan) yang menjaga organisme tetap aktif sampai tujuan tercapai. Misalnya, rasa lapar menghasilkan stimulus internal yang terus ada sampai makanan dikonsumsi. Ketika makan diperoleh, maintaining stimulus akan hilang, dan karenanya kondisi yang menstimulasi telah berubah.
4.     Niat Menurut Guthrie
Respons yang dikondisikan ke maintaining stimuli dinamakan intentions (niat). Respons tersebut dinamakan niat karena maintaining stimuli dari dorongan biasanya berlangsung selama periode waktu tertentu (sampai dorongan berkurang).
Gambarannya, ketika seseorang lapar dan ada roti di dalam kantor, dia akan memakannya. Tetapi jika dia lupa membawa bekal makan siang, dia akan berdiri dari kursi, mengenakan jaket, mencari restoran, dsb. Perilaku yang dipicu oleh maintaining stimuli inilah yang tampak purposive atau intensional (diniatkan).
5.     Transfer Training Menurut Guthrie
Gutrhrie dalam hal ini kurang terlalu berharap. Karena pada dasarnya seseorang akan menunjukkan respons yang sesuai dengan stimulus jika pada kondisi yang sama. Guthrie selalu mengatakan pada mahasiswa universitasnya, jika anda ingin mendapat manfaat terbesar dari studi anda, anda harus berlatih dalam situasi yang persis sama-dalam kursi yang sama-di mana anda akan diuji. Jika anda belajar sesuatu di kamar, tidak ada jaminan pengetahuan yang diperoleh disitu akan ditransfer ke kelas.
Saran Guthrie adalah selalu mempraktikkan perilaku yang persis sama yang akan diminta kita lakukan nanti, selain itu, kita harus melatihnya dalam kondisi yang persis sama dengan kondisi ketika nanti kita diuji. Gagasan mengenai pemahaman, wawasan dan pemikiran hanya sedikit, atau tidak ada maknanya bagi Guthrie. Satu-satunya hukum belajar adalah hokum kontiguitas, yang menyatakan bahwa ketika dua kejadian terjadi bersamaan, keduanya akan dipelajari.
D.     Teori Conditioning dari Guthrie
Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu secara keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan-­deretan tingkah laku yang terdiri dari unitunit. Unitunit tingkah laku ini merupakan reaksi atau respons dari perangsang atau stimulus sebelumnya, dan kemudian unit tersebut menjadi pula stimulus yang kemudian menimbulkan response bagi unit tingkah laku yang berikutnya. Demi­kianlah seterusnya sehingga merupakan deretanderetan unit tingkah laku yang terus-menerus. Jadi pada proses conditioning ini pada umumnya terjadi proses asosiasi antara unitunit tingkah laku satu sama lain yang ber­urutan. Ulanganulangan atau latihan yang berkalikali mem­perkuat asosiasi yang terdapat antara unit tingkah laku yang satu dengan unit tingkah laku yang berikutnya.
Sebagai penjelasan dari percobaan Pavlov sebagai berikut: Pada mulanya anjing percobaan keluar air liur ketika disodorkan makanan. Setelah berkalikali sambil menyodorkan makanan dilakukan juga menyorotkan sinar merah kepada anjing itu; pada suatu ketika hanya dengan menyorotkan sinar merah, anjing itu keluar juga air liurnya. Jadi, dalam hal ini terjadi asosiasi yang makin kuat antara sinar merah (stimulus) dengan keluar­nya air liur (respons). Yang penting pula diperhatikan dalam percobaan itu ialah; dapat diubahnya suatu stimulus (unit) tertentu dengan stimulus yang lain. Karena itu, menurut Guthrie untuk mengubah kebiasaankebiasaan yang tidak baik, harus dilihat dalam rentetan deretan unitunit tingkah lakunya, kemudian kita usahakan untuk menghilangkan unit yang tidak baik itu atau menggantinya dengan yang lain yang seharusnya.
Berikut ini sebuah contoh sebagai penjelasan. Seorang ibu datang menanyakan kepada Guthrie, bahwa anak perempuannya setiap pulang dari sekolah selalu melemparkan tas dan pakaiannya ke sudut kamarnya, kemudian ganti pakaian dan terus makan tanpa meletakkan tas dan pakaiannya pada gantungan yang telah tersedia untuk itu. Teguranteguran ibu untuk menggantungkan tas dan pakaian pada tempatnya, hanya berlaku satu atau dua, hari saja, sesudah itu kebiasaan yang buruk berulang lagi. Bagaimana cara memperbaiki kebiasaan buruk pada anak tersebut?
Guthrie menyarankan (sesuai dengan teori conditioning) perbaikan seperti berikut:
Teguran ibu jangan hanya menyuruh menggantungkan tas dan pakaiannya sesudah anak itu makan, akan tetapi anak tersebut harus disuruh memakai pakaian itu lagi dan menyandang tasnya dan kemudian anak itu masuk ke rumah lagi terus menggantungkan tasnya dan pakaiannya, berganti pakaian, dan selanjutnya makan. Jadi, proses berlangsungnya unitunit tingkah.
E.     Teori Keterhubungan Guthrie
Guthrie lebih menekankan pada hubungan antara stimulus dan respons, dan beranggapan bahwa setiap respons yang didahului atau dibarengi suatu stimulus atau gabungan dari beberapa stimulus akan timbul lagi bila stimulus tersebut diulang lagi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa suatu stimulus tertentu akan menimbulkan respons tertentu. Suatu respons hanya terbina oleh satu kali percobaan saja, oleh karena itu pengulangan atau repetisi tidak memperkuat hubungan stimulus respons. Namun demikian, Guthrie menekankan pada pentingnya pengulangan atau drill. Pengulangan tersebut bukan dimaksudkan untuk memperkuat hubungan, tetapi untuk membina atau memasangkan stimulus yang cocok dengan respons yang diharapkan. Guthrie memulai proses pendidikannya dengan memaparkan tujuan-tujuannya serta dengan mengemukakan respons-respons apa yang perlu dibuat terhadap rangsangan tertentu. Kemudian dia akan menciptakan lingkungan belajar yang tertata sedemikian rupa sehingga respons yang diinginkan dihasilkan sesuai dengan rangsangan yang ada. Motivasi bagi Guthrie bahkan lebih tidak penting lagi sebagaimana yang dianggap penting oleh Thorndike. Apa yang diperlukan dalam proses belajar hanyalah agar siswa memberikan respons yang tepat ketika hadir suatu rangsangan.
Latihan dianggap penting sekiranya hal ini menyebabkan lebih banyak terjadinya rangsangan yang menghasilkan perilaku yang diinginkan. Karena setiap pengalaman sifatnya unik, maka siswa harus mempelajarinya berulang-ulang. Tidak ada jaminan bahwa siswa yang sudab belajan dua tambah dua sama dengan empat (2 + 2 = 4) di papan tulis akan menjawab sama ketika ia telah duduk di bangkunya. Dengan demikian siswa tidak hanya diharuskan belajar bahwa dua balok tambah dua balok sama dengan empat balok, tetapi mereka harus juga membuat pertambahan yang baru dengan menggunakan benda-benda lain, seperti apel, buku, kucing, dll.
Meskipun pembelajaran secara konstan berlangsung terus, pendidikan dalam kelas merupakan suatu usaha untuk menghubungkan stimulus tertentu dengan responsnya dengan penuh tujuan. Seperti juga Thorndike, Guthrie percaya bahwa pendidikan formal harus menyerupai situasi kehidupan nyata sebanyak mungkin. Para guru penganut teori Guthrie akan diperbolehkan untuk kadang-kadang menggunakan hukuman untuk menangani perilaku siswa yang menyimpang. Agar pemakaiannya efektif, hukuman harus digunakan ketika perilaku menyimpang tadi terjadi.
Lebih jauh lagi hukuman harus menyebabkan timbulnya perilaku yang bertentangan dengan perilaku menyimpang tadi. Jika misalnya siswa yang sedang membuat kegaduhan di kelas dihukum dengan cara diteriaki oleh guru, tetapi reaksinya malah membuat kegaduhan yang lebih besar, maka hukuman itu malah akan menguatkan perilaku yang sedang dilakukannya.

F.     Pendapat dan Penerapan Teori Belajar Behaviorisme Guthrie dalam Pendidikan
Seperti halnya Thorndike, Guthrie menyarankan proses pendidikan dimulai dengan menyatakan tujuan, yakni menyatakan respons apa yang harus dibuat untuk stimulus. Dia menyarankan lingkungan belajar yang akan memunculkan respons yang diinginkan bersama dengan adanya stimulus yang akan diletakkan padanya. Jadi motivasi dianggap tidak terlalu penting, yang diperlukan adalah siswa mesti merespons dengan tepat dalam kehadiran stimulus tertentu.
Latihan (praktik) adalah penting karena ia menimbulkan lebih banyak stimulus untuk menghasilkan perilaku yang diinginkan.karena setiap pengalaman adalah unik, seseorang harus “belajar ulang” berkali-kali. Guthtrie mengatakan bahwa belajar 2 + 2 di papan tulis tidak menjamin siswa bisa 2 + 2 ketika dibangku. Karena memungkinkan siswa akan belajar meletakkan respons pada setiap stimulus (di dalam atau di luar kelas).
Mengasosiasikan rangsangan dan respons secara tepat merupakan inti dari teori belajar yang dibangun oleh Guthrie. Untuk penerapan teori ini dalam proses belajar mengajar di kelas. Guthrie memberikan beberapa saran bagi guru :
1.     Guru harus dapat mengarahkan performa siswa akan menjadi apa ketika mempelajari sesuatu. Dengan kata lain, apakah stimulus yang ada dalam buku atau pelajaran yang menyebabkan siswa melakukan belajar.
2.     Oleh karena itu, jika siswa mencatat atau membaca buku secara sederhana mereka dapat mengingat lebih banyak informasi. Maka dalam hal ini buku akan menjadi stimulus yang dapat digunakan sebagai perangsang untuk menghafal pelajaran.
3.     Dalam mengelola kelas, guru dianjurkan untuk tidak memberikan perintah yang secara langsung akan menyebabkan siswa menjadi tidak taat terhadap peraturan kelas. Misalnya permintaan guru agar siswa tenang jika diikuti oleh kegaduhan dalam kelas akan menjadi tanda (memunculkan stimulus) bagi munculnya perilaku distruptif.