Tuesday 2 April 2019

Gerakan Pemuda / Tri Koro Dharmo / Jong Java (7 Maret 1915

Gerakan pemuda Indonesia, sejatinya sudah dimulai sejak berdirinya Budi Utomo, akan tetapi sejak kongresnya yang pertama, peran pemuda di Budi Utomo telah banyak diambil oleh golongan tua (kaum priayi dan pegawai negeri) sehingga para pemuda kecewa dan keluar dari organisasi tersebut.



Baru beberapa tahun kemudian, berdirilah Tri Koro Dharmo, Tri Koro Dharmo (Jong Java) merupakan sebuah organisasi kepemudaan yang didirikan oleh Satiman Wirjosandjojo di Gedung STOVIA tanggal 7 Maret 1915 dengan nama awal Tri Koro Dharmo(Memiliki makna : Tiga Tujuan Mulia). Perkumpulan pemuda ini didirikan atas dasar banyaknya pemuda yang menganggap bahwa Budi Utomo merupakan organisasi elite.
Trikoro Dharmo yang diketui oleh R. Satiman Wiryosanjoyo merupakan organisasi pemuda yang pertama yang anggotanya terdiri dari para siswa sekolah menengah yang berasal dari Jawa dan Madura. Trikoro Dharmo, artinya tiga tujuan mulia, yakni sakti, budi, dan bakti. Tujuan Trikoro Dharmo ialah sebagai berikut:

1. menambah pengetahuan umum bagi para anggotanya
2. mempererat tali persaudaraan antar siswa-siswi bumi putra pada sekolah menengah dan perguruan kejuruan
3. membangkitkan dan mempertajam peranan untuk segala bahasa dan budaya.

Tujuan tersebut sebenarnya baru merupakan tujuan perantara. Adapun tujuan yang sebenarnya ialah seperti apa yang tertulis dalam majalah Trikoro Dharmo yakni mencapai Jawa raya dengan jalan memperkokoh rasa persatuan antara pemuda-pemuda Jawa, Madura, Sunda, Lombok dan Bali. Oleh karena sifatnya yang masih Jawa sentris maka para pemuda di luar Jawa (tidak berbudaya Jawa) kurang senang.

Untuk menghindari perpecahan, pada kongresnya di Solo pada tanggal 12 Juni 1918 nama Trikoro Dharmo diubah menjadi Jong Java (Pemuda Jawa). yang dimaksudkan untuk bisa merangkul para pemuda dari Madura, Bali dan Sunda. Bahkan tiga tahun kemudian atau pada tahun 1921 terbersit ide untuk menggabungkan Jong Java dengan Jong Sumatranen Bond, akan tetapi upaya ini belum bisa terlaksana.

Sejalan dengan berdirinya Jong Java, pemuda-pemuda di daerah lain juga membentuk organisasi serupa, seperti Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Batak, Jong Selebes, dan lain-lain. Pada hakikatnya semua organisasi itu masih bersifat kedaerahan (lokal), namun semuanya mempunyai tujuan ke arah kemajuan Indonesia, khususnya memajukan daerah nya sendiri-sendiri.

Pada tahun 1925 wawasan organisasi ini makin meluas, menyerap gagasan persatuan Indonesia dan pencapaian Indonesia merdeka. Sehingga Pada tahun 1928 Jong Java siap bergabung dengan organisasi kepemudaan lainnya dan ketuanya R. Koentjoro Poerbopranoto, menegaskan kepada anggota bahwa pembubaran Jong Java semata-mata untuk kepentingan tanah air. Oleh karena nya sejak 27 Desember 1929, Jong Java pun bergabung dengan Indonesia Moeda

Partai Komunis Indonesia (9 Mei 1914)

Benih-benih paham Marxis dibawa masuk ke Indonesia oleh seorang Belanda yang bernama H.J.F.M. Sneevliet. Atas dasar Marxisme inilah kemudian pada tanggal 9 Mei 1914 di Semarang, Sneevliet bersama-sama dengan P. Bersgma, H.W. Dekker dan J.A. Brandsteder berhasil mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV). Ternyata ISDV tidak mampu berkembang sehingga Sneevliet melakukan infiltrasi (penyusupan) kader-kadernya ke dalam tubuh Sarekat Islam (SI) dengan menjadikan anggota-anggota ISDV sebagai anggota SI, dan sebaliknya anggota-anggota SI dijadikan anggota ISDV.

Dengan cara itu Sneevliet dan ISDV mempunyai pengaruh yang kuat di kalangan Sarekat Islam, lebih-lebih setelah berhasil mengambil alih beberapa pemimpin SI, seperti Semaun dan Darsono. Mereka inilah yang dididik secara khusus untuk menjadi tokoh-tokoh Marxisme tulen. Akibatnya SI Cabang Semarang yang sudah berada di bawah pengaruh ISDV semakin jelas warna Marxisnya dan selanjutnya terjadilah perpecahan dalam Sarekat Islam.

Pada tanggal 23 Mei 1923 ISDV berubah nama menjadi Partai Komunis Hindia dan selanjutnya pada bulan Desember 1924 menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Susunan pengurus PKI, antara lain Semaun (ketua), Darsono (wakil ketua), Dekker (bendahara) dan Bersgma (sekretaris).

PKI semakin aktif dalam kancah politik dan untuk menarik massa PKI menghalalkan secara cara dalam propagandanya. Sampai-sampai tidak segan-segan untuk mempergunakan kepercayaan rakyat seperti Ramalan Jayabaya dan Ratu Adil.

Kemajuan yang diperolehnya ternyata membuat PKI lupa diri sehingga merencanakan suatu petualangan politik. Pada tanggal 13 November 1926 PKI melancarkan pemberontakan di Batavia dan disusul di daerah-daerah lain, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Di Sumatra Barat pemberontakan PKI dilancarkan pada tanggal 1 Januari 1927. Dalam waktu yang singkat semua pemberontakan PKI tersebut dapat ditumpas. Akhirnya, ribuan rakyat ditangkap, dipenjara, dan dibuang ke Tanah Merah dan Digul Atas (Papua).

Indische Partij (25 Desember 1912)

Indische Partij (IP) berdiri di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 oleh Tiga Serangkai, yakni Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Douwes Dekker (Setyabudi Danudirjo).


Indische Partij memiliki cita-cita untuk menyatukan semua golongan yang ada di Indonesia, baik golongan Indonesia asli maupun golongan (keturunan) Arab, Cina dan sebagainya. Mereka akan dipadukan dalam kesatuan bangsa indonesia dengan semangat nasionalisme Indonesia. Cita-cita Indische Partij banyak disebar luaskan melalui media surat kabar De Expres. Selain itu juga disusun program kerja sebagai berikut:

1. meresapkan cita-cita nasional Hindia (Indonesia).
2. memberantas usaha-usaha yang membangkitkan kebencian antara agama yang satu dengan agama yang lainnya
3. memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan, baik di bidang pemerintahan, maupun kemasyarakatan.
4. dalam hal pengajaran, kegunaannya harus ditujukan untuk kepentingan ekonomi Hindia dan memperkuat mereka yang ekonominya lemah.
5. berusaha untuk mendapatkan persamaan hak bagi semua orang Hindia.
6. memperbesar pengaruh pro-Hindia di lapangan pemerintahan.

Dengan tujuan dan cara-cara mencapai tujuan seperti itu maka dapat diketahui bahwa Indische Partij berdiri di atas nasionalisme untuk mencapai Indonesia merdeka. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Indische Partij adalah partai politik pertama di Indonesia dengan haluan kooperasi. Sehingga dalam waktu yang relatif cepat Indische Partij memiliki 30 cabang dengan anggota mencapai 7.000 orang yang kebanyakan orang Indonesia.

Oleh karena sifatnya yang progresif dengan menyatakan diri sebagai partai politik yang memiliki tujuan Indonesia merdeka sehingga pemerintah hindia belanda tidak mau memberikan status badan hukum dengan alasan Indische Partij bersifat politik dan akan mengancam ketertiban umum. Meskipun demikian, para pemimpin Indische Partij masih terus menjalankan propaganda untuk menyebarkan pemikiran-pemikirannya.

Salah satu hal yang membuat pemerintah Hindia Belanda geram adalah tulisan Ki Hajar Dewantara yang berjudul Als ik een Nederlander was (seandainya saya seorang Belanda) yang isinya berupa sindiran terhadap ketidak adilan di daerah jajahan belanda. Karena kegiatan Indische Partij sangat mencemaskan pemerintah Belanda maka pada bulan Agustus 1913 ketiga pemimpin Indische Partij dijatuhi hukuman pengasingan dan mereka bertiga memilih Negeri Belanda sebagai tempat pengasingannya.

Setelah diasingkannya ketiga pemimpin Indische Partij maka eksistensi Indische Partij makin berkurang. Kemudian Indische Partij merubah namanya menjadi Partai Insulinde dan pada tahun 1919 berubah lagi menjadi National Indische Partij (NIP). Pada perjalanannya National Indische Partij tidak pernah mempunyai pengaruh yang singnifikan di masyarakat sehingga pada akhirnya hanya menjadi perkumpulan orang-orang terpelajar.


Budi Utomo (20 Mei 1908)

Organisasi Budi Utomo (juga disebut Boedi Oetomo) merupakan sebuah organisasi pemuda yang didirikan oleh Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA yaitu Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908. yang Digagaskan oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo dimana sebelumnya ia telah berkeliling Pulau Jawa untuk menawarkan idenya membentuk Studiefounds..



Sejatinya organisasi ini Dipelopori oleh pemuda-pemuda dari STOVIA, Sekolah Peternakan dan Pertanian Bogor, Sekolah Guru Bandung, Sekolah Pamong Praja Magelang dan Probolinggo serta Sekolah Sore untuk Orang Dewasa di Surabaya. Para pelajar terdiri dari Muhammad Saleh, Soeradji, Soewarno A., Suwarno B., R. Gumbreg, R. Angka, Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soetomo. Nama Budi Utomo sendiri diusulkan oleh Soeradji dan semboyan yang dikumandangkan adalah Indie Vooruit (Hindia Maju) dan bukan Java Vooruit (Jawa Maju).
Gagasan Studiesfounds yang ditawarkan oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo sejatinya bertujuan untuk menghimpun dana guna memberikan beasiswa bagi pelajar yang berprestasi dan memiliki perekonomian yang lemah sehingga tidak dapat melanjutnya studinya. Gagasan itu tidak terwujud, akan tetapi gagasan itu melahirkan Budi Utomo. Tujuan Budi Utomo sendiri ialah memajukan pengajaran dan kebudayaan.

Untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai, Budi Utomo menerapkan usaha-usaha sebagai berikut:
1. memajukan pengajaran
2. memajukan perdagangan, peternakan dan pertanian
3. menghidupkan kembali kebudayaan.
4. memajukan teknik dan industri

Seandainya dilihat dari tujuannya, Budi Utomo bukan merupakan organisasi politik akan tetapi merupakan organisasi pelajar dengan pelajar STOVIA yang menjadi bagian intinya. Sampai menjelang kongresnya yang pertama di Yogyakarta organisasi ini telah memiliki 7 cabang, yakni di Bogor, Batavia, Bandung, Yogyakarta, Magelang, Ponorogo dan Surabaya. dalam mengejar kepentingannya Budi Utomo pada dasarnya menerapkan strategi dengan bersifat kooperatif terhadap pemerintah belanda.

Untuk mengkonsolidasi diri (dengan dihadiri 7 cabangnya), Budi Utomo menggelar kongres yang pertama di Yogyakarta yaitu pada 3-5 Oktober 1908. Kongres menghasilkan kesepakatan sebagai berikut.

1. Kegiatan Budi Utomo terutama difokuskan pada bidang pendidikan dan kebudayaan.
2. Budi Utomo tidak ikut dalam mengadakan kegiatan politik.
3. Yogyakarta ditetapkan sebagai pusat organisasi.
4. R.T. Tirtokusumo (Bupati Karanganyar) dipilih sebagai ketua Budi Utomo.
5. Ruang gerak Budi Utomo terbatas pada Pulau Jawa dan Madura .

Sampai dengan akhir tahun 1909, Budi Utomo telah memiliki 40 cabang dengan jumlah anggota sekitar 10.000 orang. Akan tetapi, dengan adanya kongres tersebut mulailah terjadi pergeseran pimpinan dari generasi muda ke generasi tua. Sehingga tidak sedikit anggota muda yang menyingkir dari barisan depan, dan menyisakan golongan priayi dan pegawai negeri sebagai anggota mayoritas di Budi Utomo. Dengan demikian, sifat protonasionalisme dari para pemimpin yang tampak pada awal berdirinya Budi Utomo terdepak ke belakang.

Mulai tahun 1912, saat Notodirjo menjadi ketua Budi Utomo menggantikan R.T. Notokusumo, Budi Utomo ingin mengejar ketinggalannya. Akan tetapi, hasilnya tidak begitu signifikan karena pada saat itu telah muncul organisasi-organisasi nasional lainnya, seperti Indiche Partij (IP) dan Sarekat Islam (SI). Akan tetapi Budi Utomo tetap memiliki andil dan jasa yang besar dalam sejarah pergerakan nasional, yaitu telah membuka jalan dan memelopori gerakan kebangsaan Indonesia. Oleh karena itu setiap tanggal 20 Mei (Tanggal Berdirinya Budi Utomo) ditetapkan sebagai hari Kebangkitan Nasional.

Sarekat Islam (16 Oktober 1905)

Syarikat Islam / Sarekat Islam (disingkat SI) dahulu bernama Sarekat Dagang Islam (disingkat SDI) didirikan oleh Haji Samanhudi pada tanggal 16 Oktober 1905, Sarekat Dagang Islam merupakan organisasi pertama yang lahir di Indonesia, pada awalnya Organisasi Sarekat Islam yang dibentuk oleh Haji Samanhudi ini merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang menentang masuknya pedagang asing yang ingin menguasai ekonomi rakyat.
Atas prakarsa H.O.S. Cokroaminoto, nama Sarekat Dagang Islam kemudian diubah menjadi Sarekat Islam (SI), dengan tujuan untuk memperluas anggota sehingga tidak hanya terbatas pada pedagang saja. Tujuan SI ialah membangun persahabatan, persaudaraan dan tolong-menolong di antara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat.



Berdasarkan Akte Notaris pada tanggal 10 September 1912, ditetapkan tujuan Sarekat Islam sebagai berikut:
1. memajukan perdagangan
2. membantu para anggotanya yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha (permodalan)
3. memajukan kepentingan rohani dan jasmani penduduk asli
4. memajukan kehidupan agama Islam

Karena perkembangannya yang pesat pada waktu SI pusat mengajukan diri sebagai Badan Hukum, awalnya Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikan pada SI lokal. Meskipun dalam anggaran dasarnya tidak tampak adanya unsur politik, namun dalam kegiatannya Syarikat Islam menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah hindia Belanda.

Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya Syarikat Islam (SI) pusat diberi pengakuan sebagai Badan Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya partai politik, SI berubah menjadi partai politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917, yaitu HOS Tjokroaminoto, sedangkan Abdoel Moeis yang juga tergabung dalam Central Sarekat Islam menjadi anggota volksraad atas namanya sendiri berdasarkan ketokohan, dan bukan mewakili Central Sarekat Islam sebagaimana halnya HOS Tjokroaminoto yang menjadi tokoh terdepan dalam Central Sarekat Islam.

Namun Tjokroaminoto tidak lama berada di lembaga yang dibuat Pemerintah Hindia Belanda tersebut dan Tjokroaminoto keluar dari Volksraad (semacam Dewan Rakyat), karena volksraad di anggap sebagai "Boneka Belanda" yang hanya mementingkan urusan penjajahan di Hindia Belanda dan tetap mengabaikan hak-hak kaum pribumi.  Sebelumnya Tjokroaminoto ketika itu sudah menyuarakan agar bangsa Hindia (Indonesia) diberi hak untuk mengatur urusan dirinya sendiri, namun hal ini ditolak oleh pihak Belanda.

Sarekat Islam yang mengalami perkembangan pesat, kemudian mulai disusupi oleh paham sosialisme revolusioner. Paham ini disebarkan oleh H.J.F.M Sneevliet yang mendirikan organisasi ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging) pada tahun 1914. Pada mulanya ISDV sudah mencoba menyebarkan pengaruhnya, namun karena paham yang mereka anut tidak berakar di dalam masyarakat Indonesia melainkan diimpor dari Eropa oleh orang Belanda, sehingga usahanya tidak berhasil. Kemudian mereka menggunakan taktik infiltrasi yang dikenal sebagai "Blok di dalam", mereka berhasil menyusup ke dalam tubuh SI oleh karena dengan tujuan yang sama yaitu membela rakyat kecil dan menentang kapitalisme namun dengan cara yang berbeda.

Dengan usaha yang baik, mereka berhasil memengaruhi tokoh-tokoh muda SI seperti Tan Malaka, Darsono, Alimin Prawirodirdjo dan Semaoen. Hal ini menyebabkan SI pecah menjadi "SI Putih" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto dan "SI Merah" yang dipimpin Semaoen.

Landasan Hubungan Internasional Indonesia

Hubungan Internasional adalah hubungan antarnegara dalam berbagai aspek yang dilakukan suatu negara untuk mencapai kepentingan negara tersebut. Hubungan Internasional juga disebut sebagai sebuah kebijakan publik yang dapat bersifat positif atau normatif, karena berusaha menganalisis dan merumuskan kebijakan luar negeri negara-negara tertentu.



Sejak merdeka, dalam menjalankan hubungan internasional, indonesia memegang prinsip pada kebijakan luar negeri "bebas dan aktif" dengan mencoba mengambil peran dalam berbagai masalah regional sesuai porsinya dan selalu berusaha menghindari keterlibatan dalam konflik di antara kekuatan-kekuatan besar dunia.

Dalam menjalankan Hubungan Internasional, Indonesia memiliki 3 Landasan Hubungan Internasional yang selalu dijadikan acuan. 3 Landasan Hubungan Internasional tersebut adalah:
1.  Landasan Idiil : Pancasila (Sila II)
2.  Landasan Konstitusional : UUD 1945 (Pembukaan alinea I dan IV)
3.  Landasan Operasional : GBHN


A. Landasan Idiil
Landasan idiil merupakan suatu landasan yang menjadi ideologi suatu bangsa, dalam hal ini landasan Idiil Indonesia adalah pancasila. Landasan Idiil hubungan internasional indonesia adalah Pancasila sila kedua, yaitu "kemanusiaan yang adil dan beradab", yang mengandung makna bahwa bangsa Indonesia menganggap dirinya sebagai bagian dari umat manusia di dunia. Oleh karena itu, bangsa indonesia harus mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain (bekerjasama dengan sesama manusia).

B. Landasan Konstitusional
Landasan konstitusional merupakan landasan yang berkaitan dengan segala ketentuan dan aturan tentang ketatanegaraan / undang-undang dasar suatu negara.  Landasan Konstitusional hubungan internasional indonesia adalah UUD 1945 terutama dalam pembukaan (alenia I dan IV).
Pembukaan UUD 1945 alenia 1 "Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".

Pembukaan UUD 1945 alenia 4 "… ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial".

Kemudian terdapat pula pada Batang Tubuh UUD 1945 pasal 13 yang berbunyi:
1.  Presiden mengangkat duta dan konsul.
2.  Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
3.  Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

Dan yang terakhir terdapat pada Batang Tubuh UUD 1945 pasal 11 yang berbunyi:
1.  Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
2.  Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undangundang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
3.  Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang.

C. Landasan Operasional
Landasan Operasional merupakan suatu konsep dasar tujuan pengelolaan secara menyeluruh dari kehidupan nasional suatu Negara. Terdapat 4 elemen landasan operasional hubungan internasional indonesia yaitu sebagai berikut:
1.  Ketetapan MPR, yaitu GBHN dalam bidang hubungan luar negeri. Menurut GBHN (TAP MPR RI No. IV/MPR/1999) misi hubungan luar negeri Indonesia adalah perwujudan politik luar negeri yang berdaulat, bermartabat, bebas dan pro aktif bagi kepentingan nasional dalam menghadapi perkembangan global.
2.  Undang-Undang, misalnya UU. No. 37 /1999 tentang hubungan luar negeri
3.  Keputusan / Kebijakan presiden, yang dituangkan dalam Perpres.
4.  Kebijakan / peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri luar negeri.

Sebuah hubungan internasional ditandai dengan dimulainya pembukaan utusan (konsuler atau diplomatik) yang bersifat bilateral. Dalam hubungan internasional terdapat aktor yang melakukan hubungan internasional, aktor pelaku hubungan internasional disebut sebagai subjek hukum internasional. Subjek hukum internasional ialah orang atau lembaga/badan yang dianggap mampu melakukan perbuatan atau tindakan hukum yang diatur dalam hukum internasional dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum internasional atas perbuatannya tersebut. Hukum internasional pada dasarnya dijalankan oleh subjek hukum internasional. Dalam hal ini bukan hanya aktor tetapi juga non negara. Sebagai negara yang menganut politik luar negeri bebas aktif, Indonesia memiliki kebijakan tersendiri yang mengatur hubungan internasional.

Sistem Ekonomi Yang Pernah Dianut oleh Indonesia

1. Sistem Ekonomi Liberal (1950-1957)
Sistem ekonomi liberal merupakan suatu sistem di mana negara memberikan kebebasan kepada seluruh rakyat untuk melaksanakan kegiatan ekonomi. Sistem ini berdasar pada teori Adam Smith (1723 - 1790) dalam bukunya yang berjudul "The Wealth of Nations", yang terbit pada tahun 1776, dengan ajaran pokok nya menyerahkan kebebasan individu di seluruh sektor ekonomi. Sistem Ekonomi Liberal pernah dipakai oleh Indonesia sejak tahun 1950 sampai dengan 1957 atau lebih tepatnya sistem ekonomi tersebut adalah sistem ekonomi yang pertama kali yang dianut oleh bangsa Indonesia setelah kemerdekaan.



Alasan indonesia menganut sistem ekonomi ini adalah karena ketidakmampuan "sistem ekonomi pasca kemerdekaan" untuk menjalankan roda perekonomian indonesia sehingga mengakibatkan masih terjadinya kekacauan dalam ekonomi indonesia. Namun sayang nya sistem ekonomi ini dianut oleh Indonesia dalam jangka waktu yang sangat singkat karena dianggap tidak dapat memperbaiki masalah finansial yang sedang menerpa Indonesia selepas indonesia lepas dari penjajahan oleh jepang dan belanda.

2. Sistem Ekonomi Etatisme (1959-1967)
Pada tahun 1959 Indonesia hijrah dari sistem Ekonomi Liberal ke Sistem Ekonomi Etatisme. pertama kali Indonesia menganut sistem ekonomi ini berawal dari dekrit presiden yang dikeluarkan oleh presiden Ir. Soekarno pada 5 Juli 1959.

Alasan utaman diberlakukannya Sistem Ekonomi Etatisme adalah karena kegagalan dari sistem ekonomi liberal yang mengakibatkan pengusaha pribumi masih lemah dan tidak mampu bersaing dengan pengusaha nonpribumi, khususnya pengusaha Cina, Namun sama seperti sistem ekonomi Liberal, sistem ekonomi Etatisme juga dinilai belum dapat memperbaiki masalah finansial di Indonesia. Hal ini dikarenakan adanya hambatan terhadap pengusaha pribumi untuk mengambil alih perusahaan-perusahaan yang telah ditinggalkan oleh kaum penjajah.

3. Sistem Ekonomi Campuran (1967-1998)
Sistem ekonomi campuran adalah perpaduan antara sistem sosialis dan sistem liberal, yang mengadopsi dari garis tengah antara pengendalian dan kebebasan, yang juga berarti garis antara peran mutlak negara dan peran menonjol individu. Sistem ekonomi sosialis merupakan sistem ekonomi di mana seluruh kebijakan ekonomi ditetapkan oleh pemerintah sedangkan masyarakat bertugas menjalankan peraturan yang ditentukan.

Pada sistem ekonomi campuran ini, antara pemerintah dengan masyarakat bersama-sama untuk ikut memajukan kegiatan perekonomian. Pemerintah sebagai controler dan stabilisator kegiatan perekonomian, sedangkan masyarakat mendapat tugas untuk melakukan kegiatan produksi, konsumsi dan distribusi.

Alasan digunakannya Sistem Ekonomi Campuran adalah karena ingin memprioritaskan stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik terutama untuk mengendalikan inflasi, menyelamatkan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi dibutuhkan karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang lebih 650% per tahun yang merupakan sisi negatif dari sistem ekonomi etatisme.

Sistem ekonomi campuran mulai dianut oleh bangsa Indonesia pada tahun 1967sampai dengan 1998. Sistem ekonomi ini cukup lama bertahan di Indonesia karena dirasa dapat mengontrol Inflasi atau lonjakan harga barang secara drastis dan berlangsung secara berkesinambungan.

4. Sistem Ekonomi Pancasila (1998-sekarang)
Sejak tahun 1998 sampai sekarang Indonesia dapat dikatakan menggunakan Sistem Ekonomi Pancasila. Sistem ekonomi pancasila juga sering disebut pengembangan dari sistem ekonomi campuran karena sistem ekonomi campuran dianggap sebagai pelopor adanya sistem ekonomi Pancasila.

Penyebab timbulnya pergantian ke sistem ekonomi Pancasila ialah karena adanya krisis finansial yang diakibatkan karena memburuknya ekonomi global pada saat itu. Hal ini tentu membawa dampak yang negatif bagi bangsa indonesia di sektor perekonomian mengingat indonesia masih dikategorikan sebagai negara yang sedang berkembang sehingga Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah terperosok jatuh dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di seluruh bidang, terutama ekonomi.