Showing posts with label Model Pembelajaran. Show all posts
Showing posts with label Model Pembelajaran. Show all posts

Sunday 1 December 2019

Model Pembelajaran Andvance Organnizer : Pengertian dan Teori Pendukung

A. Pengertian Advance organizer
Advance Organizer adalah kerangka pendukung bagi informasi baru, bukan hanya sebuah makna pengenalan pelajaran belaka. Advance Organizer merupakan hook (cantelan), jangkar, scaffolding (kerangka pendukung) intelektual, bagi materi-materi belajar selanjutnya, membantu siswa untuk melihat ‘gambar besar’ dari berbagai hal yang dipresentasikan.


Menurut Ausubel, dalam diri seorang pelajar sudah ada organisasi dan kejelasan tentang pengetahuan di bidang subyek tertentu dan menyebut organisasi ini sebagai Struktur Kognitif dan percaya bahwa struktur ini menentukan kemampuan pelajar untuk menangani berbagai ide dan hubungan baru. Makna dapat muncul dari materi baru hanya bila materi itu terikat dengan struktur kognitif dari pembelajaran sebelumnya. Selanjutnya memiliki kaitan yang lebih erat dengan informasi yang diberikan setelahnya dan merupakan ‘jangkar’ (pengait) bagi pembelajaran yang akan datang.

Ausubel melihat bahwa fungsi primer pendidikan formal adalah mengorganisasikan berbagai informasi bagi siswa dan mempresentasikan berbagai ide dengan jelas dan tepat karena menurutnya, seni dan ilmu merepresentasikan berbagai ide dan informasi secara bermakna dan secara efektif sehingga muncul makna yang jelas, stabil dan tidak ambigu dan tersimpan dalam jangka lama sebagai sebuah body of knowledge yang terorganisasi.

B. Teori-Teori yang Mendukung Model Pengajaran Advance Organizer
Ausubel dalam bukunya yang berjudul Educational Psychology A Cognitive View mengungkapkan bahwa:

“the most important single factor influencing learning is what the learner already knowns. Ascertain this and teach him accordingty.”

Kurang lebih pernyataan di atas berbunyi. Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui siswa. Yakinilah ini dan ajarlah ia demikian. Dengan demikian konsep yang ada dalam struktur kognitif siswa sangat penting keberadaanya agar siswa dapat belajar dengan benar.

David Ausubel memperkenalkan konsep Advance Organizer dalam teorinya. Advance Organizer mengarahkan para siswa pada informasi/materi yang akan mereka pelajari dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang saling berhubungan dan dapat digunakan dalam membantu menanamkan pengetahuan baru. Advance Oraganizer dapat dianggap semacam pertolongan mental dan disajikan sebelum materi baru.

Sebagaimana dikemukakan oleh Dahar bahwa penelitian membuktikan bahwa Advance Organizer meningkatkan pemahaman siswa tentang berbagai macam materi pelajaran dan lebih berguna untuk mengajarkan isi pelajaran yang telah mempunyai struktur kognitif relevan yang ada dalam diri siswa.

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Advance Organizer dapat meningkatkan konsep siswa untuk berbagai macam konsep pelajaran dan akan lebih berguna jika konsep yang diajarkan oleh guru adalah konsep yang telah ada dalam struktur kognitif yang sesuai dalam diri siswa.

“Progressive differentiation means that the most general ideas of the discipline are presented first, followed by a gradual increase i detail and specificity, integrative reconciliation simply means that new ideas should be conciously related to previously learned content in the other word the sequences of curriculum is organized so that each succesive learning is carrefully related to what has been presented before . If the entire leraning material has been conceptualized and presented according so progressive differentiantion, then integrative reconciliation folllow naturally, thought not without some internt on teacher a part. Gradually, as a result of both principies the disciptime is built into mind of the learner”

Mengacu pada pernyataan diatas. Ide Ausebel tentang materi subjek dan struktur kognitif memilki implementasi yang penting dan langsung untuk prosedur pembelajaran. Dua prinsip diferensiasi progresif dan rekonsiliasi integratif disarankan untuk merancang konsep menjadi bagian yang utuh dari struktur kognitif siswa.

Dengan diferensiasi progressif gagasan yang paling utama dari konsep dipresentasikan dahulu, kemudian menjadi bagian-bagian yang lebih rinci dan khusus, sedangkan rekonsilasi integratif ide atau gagasan yang baru hendaknya dihubungkan secara sadar dengan struktur kognitif yang relevan yang ada pada siswa. Jika seluruh materi pembelajaran sudah dikonsep dan sudah disajikan menurut Diferensiasi progresif kemudian secara Rekonsiliasi integratif. Maka sebagai hasil dari kedua prinsip tersebut konsep akan terbangun secara utuh kedalam fikiran siswa.

“Advance oranizer are the primary means of strengthening cognitive structure and enhancing retention of new information. Ausubel describes Advance Organizers as introductory material presented ahead of the learning task end or a higher level of abstarction and inclusiveness than the material in the learning task with previously learned material (and also help the learner discriminate the new material from previously learned material) .the most effective organizer are those that use concepts , terms and propositions that are already familiar to the learner, as well as appropriate illustration and analogies.”
Mengacu pada pernyataan diatas. Advance Organizer mempunyai tujuan memperkuat struktur kognitif dan menambah daya ingat informasi baru. Ausubel menjelaskan Advance Organizer sebagai pengantar materi yang dipresentasikan terlebih dahulu dan berada pada tingkat observasi yang tertinggi, sehingga dapat menjelaskan, mengintegrasikan dan menghubungkan materi baru dengan materi yang telah dimiliki sebelumnya dalam struktur kognitif siswa.

Pengorganisasian yang paling efektif adalah dengan menggunakan konsep dan proposisi yang telah dikenal sebelumnya oleh siswa. Pengorganisasian memperlihatkan gambaran dari isi materi yang harus disampaikan berupa konsep, proposisi, generalisasi, prinsip dan hukum-hukum yang terdapat dalam kajian bidang studi.

Tuesday 24 September 2019

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)

A. Sejarah Group Investigation (GI)
Salah satu model pembelajaran yang mendukung keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar adalah model pembelajaran GI (Krismanto, 2003:6).
Sudjana (Mudrika, 2007:15) mengemukakan bahwa GI dikembangkan oleh Herbert Thelen sebagai upaya untuk mengkombinasikan strategi mengajar yang berorientasi pada pengembangan proses pengkajian akademis. Kemudian Joyce dan Weil (1980:230) menambahkan bahwa model pembelajaran GI yang dikembangkan oleh Thelen yang bertolak dari pandangan John Dewey dan Michaelis yang memberikan pernyataan bahwa pendidikan dalam masyarakat demokrasi seyogyanya mengajarkan demokrasi langsung.



Selanjutnya Aisyah (2006:15) mengutarakan bahwa model pembelajaran GI kemudian dikembangkan oleh Sharan dan sharen pada tahun 1970 di Israel. Sementara itu Tsoi, Goh, dan Chia (Aisyah, 2006:11) menambahkan bahwa model pembelajaran GI secara filosofis beranjak dari faradigma konstruktivis. Dimana belajar menurut pandangan konstruktivis merupakan hasil konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Pandangan penekanan bahwa pengetahuan kita adalah hasil pembentukan kita sendiri (Suparno, dalam Trianto, 2007:28)

B.Model Pembelajaran Group Investigation (GI)
Arifin dan Afandi (2015: 13) mengungkapkan bahwa Group Investigation (GI) merupakan, pembelajaran dimana siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik/ sub topik maupun cara untuk pembelajaran secara investigasi dan model ini menuntut para siswa memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik dalam arti bahwa pembelajaran investigasi kelompok itu metode yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informan) pelajaran yang akan di pelajari melalui bahan-bahan yang tersedia misalnya dari buku pelajaran, masyarakat, internet. Group investigation (GI) dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

Menurut Anwar (Aisyah, 2006:14) secara harfiah investigasi diartikan sebagai penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta-fakta, melakukan peninjauan dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang suatu peristiwa atau sifat. Selanjutnya Krismanto (2003:7) mendefinisikan investigasi atau penyelidikan sebagai kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan dan hasil yang benar sesuai pengembangan yang dilalui siswa.

Height (Krismanto, 2003:7) menyatakan to investigation berkaitan dengan kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis. Jadi investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan seseorang, dan selanjutnya orang tersebut mengkomunikasikan hasil perolehannya, dapat membandingkannya dengan perolehan orang lain, karena dalam suatu investigasi dapat diperoleh satu atau lebih hasil. Dengan demikian akan dapat dibiasakan untuk lebih mengembangkan rasa ingin tahu. Hal ini akan membuat siswa untuk lebih aktif berpikir dan mencetuskan ide-ide atau gagasan, serta dapat menarik kesimpulan berdasarkan hasil diskusinya di kelas.

Model investigasi kelompok merupakan model pembelajaran yang melatih para siswa berpartisipasi dalam pengembangan sistem sosial dan melalui pengalaman, secara bertahap belajar bagaimana menerapkan metode ilmiah untuk meningkatkan kualitas masyarakat. model ini merupakan bentuk pembelajaran yang mengkombinasikan dinamika proses demokrasi dengan proses inquiry akademik. melalui negosiasi siswa-siswa belajar pengetahuan akademik dan mereka terlibat dalam pemecahan masalah sosial. dengan demikian kelas harus menjadi sebuah miniatur demokrasi yang menghadapi masalah-masalah dan melalui pemecahan masalah, memperoleh pengetahuan dan menjadi sebuah kelompok sosial yang lebih efektif.

Selanjutnya Thelen (Joyce dan Weil, 1980:332) mengemukakan tiga konsep utama dalam pembelajaran GI, yaitu:
1. Inquiry
2. Knowledge
3. The dynamics of the learning group

Sementara itu Setiawan (2006:10) mendeskripsikan fase-fase dalam pembelajaran GI yaitu sebagai berikut:
1. Fase membaca, menerjemahkan, dan memahami masalah
Pada fase ini siswa harus memahami permasalahnnya dengan jelas. Apabila dipandang perlu membuat rencana apa yang harus dikerjakan, mengartikan persoalan menurut bahasa mereka sendiri dengan jalan berdiskusi dalam kelompoknya, yang kemudian didiskusikan dengan kelompok lain. Jadi pada fase ini siswa memperlihatkan kecakapan bagaimana ia memulai pemecahan suatu masalah, dengan:
a. Menginterpretasikan soal berdasarkan pengertiannya
b. Membuat suatu kesimpulan tentang apa yang harus dikerjakannya.

2. Fase pemecahan masalah
Pada fase ini mungkin siswa menjadi bingung apa yang harus dikerjakan pertama kali, maka peran guru sangat diperlukan, misalnya memberikan saran untuk memulai dengan suatu cara, hal ini dimaksudkan untuk memberikan tantangan atau menggali pengetahuan siswa, sehingga mereka terangsang untuk mecoba mencari cara-cara yang mungkin untuk digunakan dalam pemecahan soal tersebut, misalnya dengan membuat gambar, mengamati pola atau membuat catatan-catatan penting. Pada fase ini siswa diharapkan melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Mendiskusikan dan memilih cara atau strategi untuk menangani permasalahan
b. Memilih dengan tepat materi yang diperlukan
c. Menggunakan berbagai macam strategi yang mungkin
d. Mencoba ide-ide yang mereka dapatkan pada fase a.
e. Memilih cara-cara yang sistematis
f. Mencatat hal-hal penting
g. Bekerja secara bebas atau bekerja bersama-sama (atau kedua-duanya)
h. Bertanya kepada guru untuk mendapatkan gambaran strategi untuk penyelesaian
i. Membuat kesimpulan sementara
j. Mengecek kesimpulan sementara yang didapat sehingga yakin akan kebenarannya

3. Fase menjawab dan mengkomunikasikan jawaban
Setelah memecahkan masalah, siswa harus diberikan pengertian untuk mengecek kembali hasilnya, apakah jawaban yang diperoleh itu cukup komunikatif atau dapat dipahami oleh orang lain, baik tulisan, gambar, ataupun penjelasannya. Pada intinya fase ini siswa diharapkan berhasil:
a. Mengecek hasil yang diperoleh
b. Mengevaluasi pekerjannya
c. Mencatat dan menginterpretasikan hasil yang diperoleh dengan berbagai cara
d. Mentransfer keterampilan untuk diterapkan pada persoalan yang lebih kompleks

Sejalan dengan pendapat Setiawan di atas, Sharen et al (Krismanto, 2003:8) mendisain model pembelajaran GI menjadi enam tahapan, yaitu:
a. Tahap mengidentifikasi topik dan pengelompokan
Para Siswa menelaah sumber-sumber informasi, memilih topik, dan mengategorisasi saran-saram; para siswa bergabung ke dalam kelompok belajar dengan pilihan topik yang sama; komposisi kelompok didasarkan atas ketertarikan topik yang sama dan heterogen;  mengusulkan sejumlah topik, dan mengkategorikan saran-saran. Guru membantu atau memfasilitasi dalam memperoleh informasi.

b. Tahap merencakan penyelidikan kelompok
Direncanakan secara bersama-sama oleh para siswa dalam kelompoknya masing-masing, yang meliputi: apa yang kita selidiki; bagaimana kita melakukannya, siapa sebagai apa-pembagian kerja; untuk tujuan apa topik ini diinvestigasi.

c. Tahap melaksakan penyelidikan
Siswa mencari informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan kelompok; Setiap kelompok-kelompok berkontribusi kepada usaha kelompok; para siswa bertukar pikiran, mendiskusikan, mengklarifikasi, dan mensintesis ide-ide.

d. Tahap menyiapkan laporan akhir
Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial proyeknya; merencanakan apa yang akan dilaporkan dan bagaimana membuat presentasinnya; membentuk panitia acara untuk mengoordinasikan rencana presentasi.

e. Tahap menyajikan laporan
Presentasi dibuat untuk keseluruhan kelas dalam berbagai macam bentuk; bagian-bagian presentasi harus secara aktif dapat melibatkan pendengar (kelompok lainnya); pendengar mengevaluasi kejelasan presentasi menurut kriteria yang telah ditentukan keseluruhan kelas.

f. Tahap evaluasi
Para siswa berbagi mengenai balikan terhadap topik yang dikerjakan, kerja yang telah dilakukan, dan pengalaman-pengalaman afektifnya; guru dan siswa berkolaborasi untuk mengevaluasi pembelajaran; asesmen diarahkan untuk mengevaluasi pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis.

C. Peran guru dalam model pembelajaran GI
Setiawan (2006:12) mendeskripsikan peranan guru dalam pembelajaran GI sebagai berikut:
a. Memberikan informasi dan instruksi yang jelas
b. Memberikan bimbingan seperlunya dengan menggali pengetahuan siswa yang menunjang pada pemecahan masalah (bukan menunjukan cara penyelesaianya)
c. Memberikan dorongan sehingga siswa lebih termotivasi
d. Menyiapkan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh siswa
e. Memimpin diskusi pada pengambilan kesimpulan akhir

D. Kelebihan Pembelajaran GI
Setiawan (2006:9) mendeskripsikan beberapa kelebihan dari pembelajaran GI, yaitu sebagai berikut:
1. Secara Pribadi
a. dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas
b. memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif
c. rasa percaya diri dapat lebih meningkat
d. dapat belajar untuk memecahkan, menangani suatu masalah
2. Secara Sosial / Kelompok
a. meningkatkan belajar bekerja sama
b. belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun guru
c. belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis
d. belajar menghargai pendapat orang lain
e. meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan

E.Kekurangan model belajar GI
1.Sedikitnya materi yang tersampaikan pada satu kali pertemuan
2.Sulitnya memberikan penilaian secara personal
3.Tidak semua topik cocok dengan model pembelajaran GI, meodel pembelajran GI cocok untuk diterapkan pada suatu topik yang menuntut siswa untuk memahami suatu bahasan dari pengalaman yang dialami sendiri
4.Diskusi kelompok biasanya berjalan kurang efektif
Berdasarkan pemaparan mengenai model pembelajaran GI tersebut, jelas bahwa model pembelajaran GI mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna. Artinya siswa dituntut selalu berfikir tentang suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara penyelesaiannya. Dengan demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu menggunakan keterampilan pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama (Setiawan, 2006:9).

Hal ini sesuai dengan pendapat Pieget (Sagala, 2007:24) bahwa dalam proses perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak terjadi proses asimilasi dan akomodasi. Proses asimilasi merupakan penyesuaian atau mencocokan informasi yang baru dengan apa yang telah ia ketahui. Sedangkan proses akomodasi adalah anak menyusun dan membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru itu dapat disesuaikan dengan lebih baik. Sementara itu menurut Suherman (2003:36) bahwa proses asimilasi dan akomodasi merupakan perkembangan skemata. Skemata tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran anak.

Kemudian jika dilihat dari fase-fse pembelajaran GI, terlihat adanya proses interaksi antara siswa dalam pembelajaran, memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara berkelompok dalam menyelidiki, menemukan, dan memecahkan masalah. Dengan demikian diharapkan kompetensi penalaran siswa dapat lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Pieget (Sagala, 2007:190) bahwa pertukaran gagasan-gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat distimulasi oleh konfrontasi kritis, khususnya dengan teman-teman setingkat. Oleh karena itu diharapkan dengan menggunakan model pembelajaran GI ini, kompetensi penalaran siswa dapat lebih baik daripada pembelajaran secara ekspositori.

Tuesday 3 September 2019

Model Pembelajaran Jigsaw

A. Pengertian Pembelajaran Jigsaw
Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw ini dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawannya dari Universitas Texas dan kemudian di adaptasi oleh Slavin dan kawan-kawannya. Menurut Arends (1997) model pembelajaran kooperatif jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada kelompok yang lain. Pendapat tersebut dijelaskan kembali oleh Anita Lie (2004:69) mengatakan bahwa, Teknik mengajar jigsaw dikembangkan oleh Aronson et al. sebagai metode cooperative learning.

Sedangkan menurut Agus Suprijono( 2009: 89 ) Model pembelajaran kooperatif jigsaw merupakan pembelajaran kooperatif dimana guru membagi kelas dalam kelompok-kelompok lebih kecil.

Selain itu Yuzar dalam Isjoni (2010: 78) mengatakan, dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, siswa belajar dengan kelompok kecil yang terdiri 4 sampai 6 orang, heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab secara mandiri.

Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya.

Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari berapa anggota kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang. Guru harus trampil dan mengetahui latar belakang siswa agar terciptanya suasana yang baik bagi setiap angota kelompok. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.

Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Disini, peran guru adalah memfasilitasi dan memotivasi para anggota kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi yang diberikan. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli.Para kelompok ahli harus mampu untuk membagi pengetahuan yang di dapatkan saat melakuakn diskusi di kelompok ahli, sehingga pengetahuan tersebut diterima oleh setiap anggota pada kelompok asal.  Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependence setiap siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan. Artinya para siswa harus memiliki tanggunga jawab dan kerja sama yang positif dan saling ketergantungan untuk mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang biberikan.

B. Langkah-langkah Pembelajaran Jigsaw
Sesuai dengan namanya, teknis penerapan tipe pembelajaran ini maju mundur seperti gergaji. Menurut Arends (1997), langkah-langkah penerapan model pembelajaran Jigsaw, yaitu:

1. Awal Kegiatan Pembelajaran
a. Persiapan Pembelajaran
1). Melakukan Pembelajaran Pendahuluan
Guru dapat menjabarkan isi topik secara umum, memotivasi siswa dan menjelaskan tujuan dipelajarinya topik tersebut.
2). Materi
Materi pembelajaran kooperatif model jigsaw dibagi menjadi beberapa bagian pembelajaran tergantung pada banyak anggota dalam setiap kelompok serta banyaknya konsep materi pembelajaran yang ingin dicapai dan yang akan dipelajari oleh siswa.
3). Membagi Siswa Ke Dalam Kelompok Asal Dan Ahli
Kelompok dalam pembelajarn kooperatif model jigsaw beranggotakan 4-6 orang yang heterogen baik dari kemampuan akademis, jenis kelamin, maupun latar belakang sosialnya
4). Menentukan Skor Awal
Skor awal merupakan skor rata-rata siswa secara individu pada kuis sebelumnya atau nilai akhir siswa secara individual pada semester sebelumnya.

b. Rencana Kegiatan Pembelajaran
1). Setiap kelompok membaca dan mendiskusikan sub topik masing-masing dan menetapkan anggota ahli yang akan bergabung dalam kelompok ahli.
2). Anggota ahli dari masing-masing kelompok berkumpul dan mengintegrasikan semua sub topik yang telah dibagikan sesuai dengan banyaknya kelompok.
3). Siswa ahli kembali ke kelompok masing-masing untuk menjelaskan topik yang didiskusikannya.
4). Siswa mengerjakan tes individual atau kelompok yang mencakup semua topik.
5). Pemberian penghargaan kelompok berupa skor individu dan skor kelompok atau menghargai prestasi kelompok.

c. Sistem Evaluasi Pembelajaran
Dalam evaluasi ada tiga cara yang dapat dilakukan:
1). Mengerjakan kuis individual yang mencaukup semua topik.
2). Membuat laporan mandiri atau kelompok.
3). Presentasi
Materi Evaluasi
1). Pengetahuan (materi ajar) yang difahami dan dikuasai oleh mahasiswa.
2. Proses belajar yang dilakukan oleh mahasiswa.

C. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Jigsaw (Model Team Ahli)
1. Kelebihan
Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional, model pembelajaran Jigsaw memiliki beberapa kelebihan yaitu:
a. Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar,karena sudah ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya
b. Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat.
c. Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat.
d. Ruang lingkup dipenuhi ide – ide yang bermanfaat dan menarik untuk di diskusikan.
e. Meningkatkan rasa tanggung – jawab siswa terhadap pemahaman pembelajaran materi untuk dirinya sendiri dan orang lain.
f. Meningkatkan kerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang di tugaskan.
g. Meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan bersosialisasi untuk pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
h. Meningkatkan kreatifitas siswa dalam berpikir kritis dan meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan suatu masalah yang di hadapi.
i. Melatih keberanian dan tanggung – jawab siswa untuk mengajarkan materi yang telah ia dapat kepada anggota kelompok lain.

2. Kelemahan
Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan yaitu :
a. Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi. Untuk mengantisipasi masalah ini guru harus benar-benar memperhatikan jalannya diskusi. Guru harus menekankan agar para anggota kelompok menyimak terlebih dahulu penjelasan dari tenaga ahli. Kemudian baru mengajukan pertanyaan apabila tidak mengerti.
b. Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berfpikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tenaga ahli. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus memilih tenaga ahli secara tepat, kemudian memonitor kinerja mereka dalam menjelaskan materi, agar materi dapat tersampaikan secara akurat.
c. Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus pandai menciptakan suasana kelas yang menggairahkan agar siswa yang cerdas tertantang untuk mengikuti jalannya diskusi.
d. Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran.
d. Kondisi kelas yang cenderung ramai karena perpindahan siswa dari kelompok satu ke kelompok lain.
e. Dirasa sulit meyakinkan untuk berdiskusi menyampaikan materi pada teman jika tidak punya rasa percaya diri.
e. Kurang partisipasi beberapa siswa yang mungkin masih bergantung pada teman lain, biasanya terjadi dalam kelompok asal.
f. Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi.
g. Awal penggunaan metode ini biasanya sulit di kendalikan, biasanya butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang agar berjalan dengan baik.
h. Aplikasi model pembelajaran ini pada kelas yang besar (lebih dari 30 siswa) sangatlah sulit. Tapi bisa diatasi dengan model “team teaching”.

D. Faktor Keberhasilan Model Pembelajaran Jigsaw
Faktor-faktor kunci keberhasilan yang harus diperhatikan dalam penerapan model pembelajaran jigsaw adalah:
1. Positive interdependence. Setiap anggota kelompok harus memiliki ketergantungan satu sama lain yang dapat menguntungkan dan merugikan anggota kelompok lainnya.
2. Individual accountability. Setiap anggota kelompok harus memiliki rasa tanggung jawab atas kemajuan proses belajar seluruh anggota termasuk dirinya sendiri.
3. Face-to-face promotive interaction. Anggota kelompok melakukan interaksi tatap muka yang mencakup diskusi dan elaborasi dari materi pembahasan.
d. Social skills. Setiap anggota kelompok harus memiliki kemampuan bersosialisasi dengan anggota lainnya sehingga pemahaman materi dapat diperoleh secara kolektif.
e. Groups processing and Reflection. Kelompok harus melakukan evaluasi terhadap proses belajar untuk meningkatkan kinerja kelompok

Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project


A. Pengertian Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project
Model pembelajaran MMP merupakan salah satu model pembelajaran efektif pada pembelajaran yang berorientasi pada Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) yang kegiatan awalnya membangkitkan motivasi peserta didik untuk mau belajar utamanya pelajaran matematika. MMP merupakan salah satu model pembelajaran yang terstruktur.

B. Langkah-Langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project
Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran MMP adalah sebagai berikut:

Langkah I : pendahuluan atau Review
Kegiatan yang dilakukan pada langkah ini adalah meninjau ulang pelajaran yang lalu terutama yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari pada pembelajaran tersebut, membahas soal pada PR yang dianggap sulit oleh peserta didik serta membangkitkan motivasi peserta didik.

Langkah II : Pengembangan
Pendidik menyediakan ide baru dan perluasan konsep matematika terdahulu. Peserta didik  diberi tahu tujuan pembelajaran yang memiliki antisipasi tentang sasaran pembelajaran. Penjelasan dan diskusi intraktif antara pendidik dan peserta didik harus disajikan termasuk demonstrasi kongkrit yang sifatnya simbolik. Pengembangan akan lebih bijaksana bila dikombinasikan dengan contoh latihan untuk meyakinkan bahwa peserta didik mengikuti penyajian materi baru itu yang akan dipelajari.

Langkah III : Latihan Terkontrol
Peserta didik diminta merespon satu rangkaian soal sambil pendidik mengamati. Pada latihan terkontrol ini respon setiap peserta didik sangat menguntungkan bagi pendidik  dan peserta didik. Pendidik harus memasukkan rincian khusus tanggung jawab kelompok dan gagasan individual berdasarkan pencapaian materi yang dipelajari.
Langkah IV : Seat work/ kerja mandiri
Peserta didik bekerja dan mengambil inisiatif sendiri untuk mengerjakan latihan atau soal-soal yang diberikan tanpa bantuan dari orang lain.
Langkah V : Penutup
Pendidik mengarahkan peserta didik untuk membuat rangkuman dan pemberian tugas pekerjaan rumah (PR).
Pada model pembelajaran MMP, disetiap tahapnya terjadi interaksi pendidik dan peserta didik. Berikut ini akan dijelaskan lebih detail dalam tabel tahap-tahap MMP sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tahap-tahap Model Pembelajaran MMP
No.
Tahap
Aktivitas Pendidik
Aktivas Peserta Didik
1.
Review/ Pendahuluan
a.  Pendidik menyampaikan apersepsi

b.  Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran

c.   Pendidik meberikan motivasi
a.  Peserta didik memperhatikan penjelasan pendidik
b.  Peserta didik mendengarkan penjelasan guru
c.   Peserta didik menyimak penjelasan Peserta didik mendengarkan penjelasan pendidik
2.
Pengembangan
a.  Pendidik menjelaskan materi pembelajaran


b.  Pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menanyakan kembali materi yang tidak dimengerti
c.   Pendidik menjelaskan kembali materi yang tidak dimengerti oleh peserta didik
a.  Pesarta didik menyimak menyampaikan pendidik
b.  Peserta didik bertanya kepada pendidik tentang materi yang tidak dimengerti

c.   Peserta didik menyimak langka-langkah penyelesaian dari materi yang ditanyakan
3.
Latihan terkontrol
a.  Pendidik membentuk peserta didik dalam kelompok belajar

b.  Pendidik memberikan latihan kepada setiap kelompok untuk didiskusikan
c.   Pendidik membimbing setiap kelompok yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan latihan yang diberikan
a.  Mengatur tempat duduk dan mengelompokkan diri sesuai dengan kelompok
b.  Peserta didik mengerjakan dan menyelesaikan latihan secara berkelompok
c.   Peserta didik menerima bantuan dari pendidik
4.
Seat work/ Kerja mandiri
Pendidik memberikan latihan soal kepada masing-masing peserta didik untuk dikerjakan secara individual
Peserta didik mengerjakan sendiri latihan soal yang diberikan tanpa bantuan dari teman maupun pendidik
5.
Penutup
Pendidik dan peserta didik membuat rangkuman materi yang telah dibahas
Pendidik memberikan pekerjaan rumah kepada peserta didik
Peserta didik dan pendidik membuat rangkuman materi yang telah dibahas
Peserta didik mencatat tugas yang harus diselesaikan di rumah

C. Kelebihan Dan Kelemahan Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project
Menurut Syahida (2012: 5) beberapa kelebihan dan kelemahan dari model pembelajaran MMP sebagai berikut:
1. Kelebihan                                                            
a. Banyak materi yang biasa disampaikan kepada siswa karena tidak terlalu banyak waktu. Artinya, penggunaan waktu dapat diatur relative ketat.
b. Banyak memberikan latihan sehingga siswa mudah terampil dengan beragam soal.

2. Kekurangan
a. Mungkin siswa cepat bosan karena lebih banyak mendengar.
b. Kurang menempatkan siswa pada posisi yang aktif.

Meskipun model pembelajaran MMP memiliki kekurangan, namun kekurangan tersebut dapat diatasi dengan cara sebagai berikut:
1. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang ia anggap sulit atau tidak dipahami.
2. Memperbanyak latihan sehingga siswa mudah terampil mengerjakan beragam soal.
3. Memberikan bimbingan kepada siswa yang masih mengalami kesulitan.